Kereta Cepat Jokowi Dibiarkan Mangkrak?

2 views
Skip to first unread message

Chan CT

unread,
Aug 3, 2022, 10:04:28 PM8/3/22
to GELORA45_In
Written byJ61

Kereta Cepat Jokowi Dibiarkan Mangkrak?

jokowi kereta

Kereta cepat Jakarta-Bandung yang digadang jadi salah satu proyek mercusuar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak kian rumit penyelesaiannya. Lantas, mengapa itu bisa terjadi? Benarkah proyek tersebut dibiarkan mangkrak?


PinterPolitik.com

Enam tahun telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Pembangunan infrastruktur transportasi anyar yang sebenarnya ditargetkan selesai pada tahun 2019 lalu, masih belum jelas kepastiannya kapan akan rampung.

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pelaksana, merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia, yakni PT Pilar Sinergi BUMN dan konsorsium perusahaan kereta api Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema business to business (B2B).

Sayangnya, KCIC sejak awal hingga detik ini masih dihadapkan pada masalah pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Ihwal yang kemudian menghambat pendanaan Tiongkok dan merembet pada membengkaknya biaya pembangunan.

Proyek kereta cepat ini mulanya bernilai US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun. Akan tetapi, estimasi pembengkakan dana maksimal yang kemudian dikalkulasi mencapai US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.

Dinamika berlanjut saat pemerintah menyebut terpaksa harus menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp4,3 triliun untuk menopang pembengkakan biaya sejauh ini.

Padahal, pada 15 September 2015 silam, Presiden Jokowi berjanji untuk tidak menyentuh dana keuangan tahunan negara demi proyek kereta cepat.

image 9
 

Well, pembahasan mengenai kereta cepat belakangan ini kembali mengemuka sekaligus semakin menimbulkan tanda tanya serta spekulasi. Salah satunya datang dari pengamat transportasi Darmaningtyas yang mengatakan bahwa pembangunan kereta cepat saat ini seperti serba-salah.

Hal itu dikarenakan apabila terus dilanjutkan, negara tentu akan menanggung kelebihan biaya. Sementara jika mundur pun cukup mustahil untuk dilakukan karena konstruksi fisik sudah telanjur dikerjakan.

Kendati demikian, menurut Ketua Institut Studi Transportasi itu, langkah paling logis yang bisa ditempuh adalah dengan tetap melanjutkan pembangunan proyek, dengan sebuah catatan penting, yakni semaksimal mungkin menekan beban yang ditanggung negara.

Dinamika pembangunan kereta cepat tentu menimbulkan pertanyaan sederhana. Mengapa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa begitu rumit, baik dari segi pendanaan hingga implementasinya?

Di Ambang Jebakan Tiongkok?

Diskursus kereta cepat Jakarta-Bandung menarik perhatian Asisten Profesor Ilmu Politik di North Carolina State University Jessica C. Liao.

Dalam publikasinya yang berjudul Easy Money and Political Opportunism: How China and Japan’s High-Speed Rail Competition in Indonesia drives financially risky projects, Liao menganalisis bahwa terdapat semacam oportunisme politik Presiden Jokowi di balik pembangunan proyek ambisius tersebut.

Tiongkok yang mengungguli Jepang dalam aspek kemudahan pencairan dana, membuat pemerintah Indonesia kemudian memilih negeri Tirai Bambu dan proyek kereta cepat langsung dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Sementara itu, Hafiz Amin Zamzam dalam tulisannya yang berjudul The Political Economy of Jakarta-Bandung High-Speed Rail Project in 2015-2016 menyebutkan keputusan dipilihnya Tiongkok daripada Jepang sebenarnya bukanlah karena alasan bisnis seperti yang diungkapkan, melainkan memiliki dimensi politik tersendiri.

image 10
 

Menariknya, Hafiz menemukan bahwa pemerintah Indonesia melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Rini Soemarno, telah menandatangi tiga dari tujuh Memorandum of Understanding (MoU) antara Tiongkok dengan Indonesia di Beijing pada tahun 2015.

Pasalnya, salah satu dari tiga MoU yang ditandatangani adalah proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Dengan kata lain, apa yang disepakati Indonesia via Rini, semacam menjadi kontrak pengikat tersendiri.

Bersamaan dengan itu, secara matematis Tiongkok menawarkan pinjaman US$50 miliar dengan bunga 2 persen atau lebih tinggi dibandingkan Jepang (0,1 persen). Namun, Tiongkok memberikan jangka waktu pengembalian dua dekade lebih panjang dibanding negeri Samurai, yaitu 50 tahun.

Dengan molornya pengerjaan plus melambungnya pembiayaan kereta cepat, diharapkan Indonesia tidak masuk ke dalam jebakan hutang (debt trap) Tiongkok yang telah dialami sejumlah negara dengan konsekuensi kurang menyenangkan.

Karena jika itu terjadi, maka alasan mengapa penyelesaian kereta cepat yang tampak begitu rumit kemungkinan mengarah pada bagian dari skenario “jebakan” yang kerap dikatakan menjadi strategi dan bentuk soft power ekonomi-politik Tiongkok.

Susan Strange dalam buku States and Markets menjelaskan konsep structural power untuk menjelaskan eksistensi kekuatan aktor negara dominan untuk membentuk pola interaksi dengan negara lain yang lebih lemah.

Dalam beberapa literatur, structural power dapat menggambarkan muara penerapan aturan main Tiongkok atas pinjamannya (power) kepada negara lain yang jatuh tempo sehingga disebut sebagai sebuah jebakan hutang.

Bahaya debt trap sendiri pernah diperingatkan oleh Kepala Badan Intelijen Inggris MI6 Richard Moore pada November 2021 lalu. Tak hanya sebuah peringatan kosong, apa yang dikemukakan Moore agaknya berasal dari case nyata kala pengelolaan Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan Bandara Internasional Entebbe di Uganda berpindah tangan kepada Xi Jinping.

Selain kemungkinan mengarah pada skenario debt trap, alasan mengapa proyek kereta cepat seolah jauh dari apa yang diharapkan agaknya disebabkan oleh politik perkeretaapian Indonesia yang dinilai kurang serius.

Ihwal itu misalnya dikemukakan oleh Becky P.Y. Loo dan Claude Comtois dalam buku berjudul Sustainable Railway Future: Issues and Challenges.

Menurut dua profesor bidang transportasi dan perkotaan itu, konsep sistem transportasi berbasis rel di Indonesia seolah “terabaikan” karena kondisi geografisnya yang lebih membutuhkan perbaikan kualitas dan kuantitas di aspek transportasi laut antar pulau.

Pengabaian itu misalnya dapat tercermin dari riwayat historis pasca G30S, ketika sepanjang dasawarsa 1970 sampai 1980-an banyak lintas cabang kereta api yang terbengkalai dan menjadi beban perusahaan.

Pada akhirnya, banyak jalur yang ditutup karena menjadi beban perusahaan kereta api yang saat itu bernama Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).

Tak hanya itu, pada tahun 2018 lalu,  proyek kereta api menjadi yang paling banyak dicoret dari daftar Program Strategis Nasional (PSN). Menurut Komite Percepatan Penyelesaian Infrastruktur Prioritas (KPPIP), tujuh cetak biru kereta api tidak dapat memenuhi estimasi waktu proyek.

Terdapat pula presumsi yang menyebut pembangunan kereta api hanya memaksimalkan warisan Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera. Ini misalnya tercermin dari batalnya pengerjaan kereta api di Pulau Kalimantan akibat ditinggal investor asal Rusia, serta tertundanya proyek kereta api Makassar-Parepare akibat persoalan klasik pembebasan lahan.

Lalu, di samping dua kemungkinan di atas, terdapat satu alasan lainnya yang kiranya cukup menarik untuk ditelisik. Apakah itu?
image 8

Dibiarkan Mangkrak?

Dalam Underestimating Costs in Public Works Projects: Error or Lie?, Bent Flyvbjerg mengatakan mega-project – seperti kereta cepat – sering kali hanya berperan sebagai panggung kontemporer yang fungsinya sebagai “kampanye” di tataran politik internasional.

Hal itu dikarenakan para politisi dan birokrat kerap fokus pada upaya mendapat dukungan politik semata, sementara komitmen dan pelaksanaan pembangunannya itu sendiri kerap diabaikan.

Di saat yang sama, terhambatnya proyek infrastruktur maupun transportasi sebuah negara sesungguhnya dapat pula disebabkan oleh pembiaran. Kecenderungan itu dianalisis oleh Martin J. Williams dalam The Political Economy of Unfinished Development Projects yang menempatkan Ghana sebagai studi kasus.

Selain pembiaran mangkrak demi rasuah, terdapat pula aspek klientelisme, yakni saat keterhambatan proyek bertransformasi menjadi strategi politik optimal bagi inkumben agar terpilih di negara barat Afrika itu.

Stigma negatif yang muncul terhadap proyek yang mandek, juga disebut dapat menjadi alat bagi kepentingan tertentu.

Dalam dimensi tersebut, stigma kurang baik terhadap sebuah proyek, khususnya transportasi publik, sempat menjadi pembahasan menarik di Amerika Serikat (AS).

Pada dekade 50-an ekspansi jaringan rel kereta antar negara bagian berbenturan dengan pembangunan jalan bebas hambatan. Itu bahkan menjadi perdebatan sengit di Kongres yang kemudian berujung kemenangan bagi kubu jalan raya plus industri otomotif.

Selain itu, terdapat pula lobi ekonomi-politik di AS dari kalangan industri otomotif yang terkenal dengan General Motors streetcar conspiracy. Ihwal yang kiranya dapat menjadi rujukan untuk melihat pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Dalam konteks ini, industri otomotif dan jalan bebas hambatan agaknya akan terkena dampak jika proyek kereta cepat berjalan mulus. Jika memuaskan, bukan tidak mungkin perpanjangan rute kereta cepat akan didukung masyarakat luas dan akan menimbulkan konsekuensi dengan industri.

Sayangnya, di Indonesia, penggunaan kendaraan pribadi tampak sudah menjadi ketergantungan. Artinya, industri otomotif tidak perlu repot melobi atau memberikan tekanan kepada negara untuk kepentingannya sebagaimana refleksi dari dominance theory of corporate power.

Stan Luger dalam Corporate Power, American Democracy, and the Automobile Industry menjelaskan teori itu untuk menggambarkan kecondongan negara terhadap industri otomotif karena ketergantungan pemerintah pada sektor pekerjaan, pertumbuhan, dan pendapatan negara yang disediakannya.

“Pembuat kebijakan tidak harus ditekan untuk menanggapi permintaan industri karena pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik dapat bergantung pada industri otomotif yang sehat,” – Stan Luger, Profesor dan Ketua Departemen Ilmu Politik dan Hubungan Internasional University of Northern Colorado

Di titik ini, pembiaran proyek kereta cepat yang rumit seperti yang dikemukakan Williams tampaknya memiliki relevansi dalam derajat tertentu.

Dengan peliknya penyelesaian, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kemungkinan hanya merupakan ide setengah hati yang bisa saja pada akhirnya “dibiarkan” mendapat sentimen negatif publik.

Akan tetapi, penjabaran di atas masih sebatas penafsiran semata. Tentu segenap warga +62 tidak menginginkan satu proyek nasional pun terbengkalai dan justru membebani negara di kemudian hari. (J61)

Sunny ambon

unread,
Aug 4, 2022, 12:38:08 AM8/4/22
to Chan CT, GELORA45_In

Dijadikan museum saja. Museum ambisi yang tidak selesai dilaksanakan. Meseum ini berharga US$ 6 miliar. 

 width=Virusfri.www.avast.com

--
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GELORA45" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke gelora1945+...@googlegroups.com.
Untuk melihat diskusi ini di web, kunjungi https://groups.google.com/d/msgid/gelora1945/C95261A7F10C4A4199AC9B415AC6B2CA%40A10Live.

 width=Virusfri.www.avast.com

kh djie

unread,
Aug 4, 2022, 2:45:38 AM8/4/22
to Sunny ambon, GELORA45_In
Sudah jelas akan dibikin selesai, sudah ditambahi dari APBN.
Habis selesai proyek ini, Indonesia akan sudah punya banyak tenaga
ahli bikin trowongan, bikin jalan kereta api, pasang cepat rel kereta api
untuk bangun infrastruktur secara cepat di Jawa maupun luar Jawa. 
Wanita, Tenaga Indonesia dulunya kerja di Singapore yang memimpin
teknik proyek K.A,. cepat ini.
Yang pasti akan sangat dapat manfaatnya Pendidikan Perkereta Apian, 
proyek kota baru di Gdebage Bandung seluas 300 ha, yang dapat stasion
kereta api super cepat Bandung-Jacarta p.p.
Mungkin tidak lama lagi, bisa majunya seperti perusahaan2 Real Estate Indonesia,
yang bangun real estate di Vietnam, Kambodja, di Fujian dan Hang Zhou Tiongkok.
Sekaranjg Indonesia sudah maju sekali dalam pembangunan jalan raya di bawah
menteri PUPR sekarang yang sederhana orangnya.

Op do 4 aug. 2022 om 06:38 schreef Sunny ambon <ilmes...@gmail.com>:

Lusi D.

unread,
Aug 4, 2022, 4:31:05 AM8/4/22
to kh djie, Sunny ambon, GELORA45_In
Itu itungan "akan" untungnya baru separo jalan. Ada yang lupa. Nah
setelah itu apa lagi yang pasti akan datang?
Tambahan dari APBN dengan meningkatkan pemerasan pajak rakyat
untuk bayar tambahan "bantuan" utang oligarki cungkok dan bunganya
sampai seratus tahunan kemudian baru akan tamat. Oh kan nggak apa-apa
toh. Kan nanti generasi milenial dan generasi selanjutnya yang pasti
akan nanggung utangnya. Jadi generasinya Jokowi inilah sumber kekejaman
utang paling huebat.
Real-real estate itu bukan untuk bangun beneran, tapi untuk spekulasi
kapital yang mulai jadi kertas gombal numpuk di bank-banknya
taipan-taipan itu.



Am Thu, 4
Aug 2022 08:45:25 +0200 schrieb kh djie <dji...@gmail.com>:

> Sudah jelas akan dibikin selesai, sudah ditambahi dari APBN.
> Habis selesai proyek ini, Indonesia akan sudah punya banyak tenaga
> ahli bikin trowongan, bikin jalan kereta api, pasang cepat rel kereta
> api untuk bangun infrastruktur secara cepat di Jawa maupun luar Jawa.
> Wanita, Tenaga Indonesia dulunya kerja di Singapore yang memimpin
> teknik proyek K.A,. cepat ini.
> Yang pasti akan sangat dapat manfaatnya Pendidikan Perkereta Apian,
> proyek kota baru di Gdebage Bandung seluas 300 ha, yang dapat stasion
> kereta api super cepat Bandung-Jacarta p.p.
> Mungkin tidak lama lagi, bisa majunya seperti perusahaan2 Real Estate
> Indonesia,
> yang bangun real estate di Vietnam, Kambodja, di Fujian dan Hang Zhou
> Tiongkok.
> Sekaranjg Indonesia sudah maju sekali dalam pembangunan jalan raya di
> bawah menteri PUPR sekarang yang sederhana orangnya.
>
> Op do 4 aug. 2022 om 06:38 schreef Sunny ambon
> <ilmes...@gmail.com>:
>
> >
> > Dijadikan museum saja. Museum ambisi yang tidak selesai
> > dilaksanakan. Meseum ini berharga US$ 6 miliar.
> >
> > [image: width=]
> > <https://www.avast.com/sig-email?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=webmail>
> > Virusfri.www.avast.com
> > <https://www.avast.com/sig-email?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=webmail>
> > <#m_-4634071035797979104_DAB4FAD8-2DD7-40BB-A1B8-4E2AA1F9FDF2>
> >
> > On Thu, Aug 4, 2022 at 4:04 AM Chan CT <sa...@netvigator.com> wrote:
> >
> >> Written by*J61* <https://www.pinterpolitik.com/author/j61/>
> >> Thursday, August 4, 2022 08:00
> >>
> >>
> >> https://www.pinterpolitik.com/in-depth/kereta-cepat-jokowi-dibiarkan-mangkrak/
> >> Kereta Cepat Jokowi Dibiarkan Mangkrak?
> >> [image: jokowi kereta]
> >>
> >> *Kereta cepat Jakarta-Bandung yang digadang jadi salah satu proyek
> >> mercusuar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak kian
> >> rumit penyelesaiannya. Lantas, mengapa itu bisa terjadi? Benarkah
> >> proyek tersebut dibiarkan mangkrak?*
> >> ------------------------------
> >>
> >> *PinterPolitik.com <https://www.pinterpolitik.com/>*
> >>
> >> Enam tahun telah berlalu sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi)
> >> meresmikan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
> >> Pembangunan infrastruktur transportasi anyar yang sebenarnya
> >> ditargetkan selesai pada tahun 2019 lalu, masih belum jelas
> >> kepastiannya kapan akan rampung.
> >>
> >> PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pelaksana, merupakan
> >> perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia, yakni PT Pilar
> >> Sinergi BUMN dan konsorsium perusahaan kereta api Tiongkok melalui
> >> Beijing Yawan HSR Co.Ltd dengan skema *business to business *(B2B).
> >>
> >> Sayangnya, KCIC sejak awal hingga detik ini masih dihadapkan pada
> >> masalah pembebasan lahan yang tak kunjung selesai. Ihwal yang
> >> kemudian menghambat pendanaan Tiongkok dan merembet pada
> >> membengkaknya biaya pembangunan.
> >>
> >> Proyek kereta cepat ini mulanya bernilai US$6,07 miliar atau
> >> sekitar Rp86,5 triliun. Akan tetapi, estimasi pembengkakan dana
> >> maksimal yang kemudian dikalkulasi mencapai US$8 miliar atau
> >> setara Rp114,24 triliun.
> >>
> >> Dinamika berlanjut saat pemerintah menyebut terpaksa harus
> >> menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
> >> sebesar Rp4,3 triliun untuk menopang pembengkakan biaya sejauh ini.
> >>
> >> Padahal, pada 15 September 2015 silam, Presiden Jokowi berjanji
> >> untuk tidak menyentuh dana keuangan tahunan negara demi proyek
> >> kereta cepat. <https://www.instagram.com/p/Cgls3z4h8_x/>[image:
> >> image 9]
> >> <https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2022/08/image-9-921x1024.png>
> >>
> >>
> >> *Well*, pembahasan mengenai kereta cepat belakangan ini kembali
> >> mengemuka sekaligus semakin menimbulkan tanda tanya serta
> >> spekulasi. Salah satunya datang dari pengamat transportasi
> >> Darmaningtyas yang mengatakan bahwa pembangunan kereta cepat saat
> >> ini seperti serba-salah.
> >>
> >> Hal itu dikarenakan apabila terus dilanjutkan, negara tentu akan
> >> menanggung kelebihan biaya. Sementara jika mundur pun cukup
> >> mustahil untuk dilakukan karena konstruksi fisik sudah telanjur
> >> dikerjakan.
> >>
> >> Kendati demikian, menurut Ketua Institut Studi Transportasi itu,
> >> langkah paling logis yang bisa ditempuh adalah dengan tetap
> >> melanjutkan pembangunan proyek, dengan sebuah catatan penting,
> >> yakni semaksimal mungkin menekan beban yang ditanggung negara.
> >>
> >> Dinamika pembangunan kereta cepat tentu menimbulkan pertanyaan
> >> sederhana. Mengapa proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa begitu
> >> rumit, baik dari segi pendanaan hingga implementasinya?
> >> *Di Ambang Jebakan Tiongkok?*
> >>
> >> Diskursus kereta cepat Jakarta-Bandung menarik perhatian Asisten
> >> Profesor Ilmu Politik di North Carolina State University Jessica
> >> C. Liao.
> >>
> >> Dalam publikasinya yang berjudul *Easy Money and Political
> >> Opportunism: How China and Japan’s High-Speed Rail Competition in
> >> Indonesia drives financially risky projects*, Liao menganalisis
> >> bahwa terdapat semacam oportunisme politik Presiden Jokowi di
> >> balik pembangunan proyek ambisius tersebut.
> >>
> >> Tiongkok yang mengungguli Jepang dalam aspek kemudahan pencairan
> >> dana, membuat pemerintah Indonesia kemudian memilih negeri Tirai
> >> Bambu dan proyek kereta cepat langsung dituangkan dalam Rencana
> >> Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
> >>
> >> Sementara itu, Hafiz Amin Zamzam dalam tulisannya yang berjudul
> >> *The Political Economy of Jakarta-Bandung High-Speed Rail Project
> >> in 2015-2016* menyebutkan keputusan dipilihnya Tiongkok daripada
> >> Jepang sebenarnya bukanlah karena alasan bisnis seperti yang
> >> diungkapkan, melainkan memiliki dimensi politik tersendiri.
> >> <https://www.instagram.com/p/CgwMN6XByYL/>[image: image 10]
> >> <https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2022/08/image-10.png>
> >>
> >> Menariknya, Hafiz menemukan bahwa pemerintah Indonesia melalui
> >> Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat itu, Rini Soemarno,
> >> telah menandatangi tiga dari tujuh *Memorandum of Understanding*
> >> (MoU) antara Tiongkok dengan Indonesia di Beijing pada tahun 2015.
> >> Pasalnya, salah satu dari tiga MoU yang ditandatangani adalah
> >> proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Dengan kata lain, apa
> >> yang disepakati Indonesia via Rini, semacam menjadi kontrak
> >> pengikat tersendiri.
> >>
> >> Bersamaan dengan itu, secara matematis Tiongkok menawarkan
> >> pinjaman US$50 miliar dengan bunga 2 persen atau lebih tinggi
> >> dibandingkan Jepang (0,1 persen). Namun, Tiongkok memberikan
> >> jangka waktu pengembalian dua dekade lebih panjang dibanding
> >> negeri Samurai, yaitu 50 tahun.
> >>
> >> Dengan molornya pengerjaan plus melambungnya pembiayaan kereta
> >> cepat, diharapkan Indonesia tidak masuk ke dalam jebakan hutang
> >> (*debt trap*) Tiongkok yang telah dialami sejumlah negara dengan
> >> konsekuensi kurang menyenangkan.
> >>
> >> Karena jika itu terjadi, maka alasan mengapa penyelesaian kereta
> >> cepat yang tampak begitu rumit kemungkinan mengarah pada bagian
> >> dari skenario “jebakan” yang kerap dikatakan menjadi strategi dan
> >> bentuk *soft power* ekonomi-politik Tiongkok.
> >>
> >> Susan Strange dalam buku *States and Markets* menjelaskan konsep
> >> *structural power* untuk menjelaskan eksistensi kekuatan aktor
> >> negara dominan untuk membentuk pola interaksi dengan negara lain
> >> yang lebih lemah.
> >>
> >> Dalam beberapa literatur, *structural power* dapat menggambarkan
> >> muara penerapan aturan main Tiongkok atas pinjamannya (*power*)
> >> kepada negara lain yang jatuh tempo sehingga disebut sebagai
> >> sebuah jebakan hutang.
> >>
> >> Bahaya *debt trap* sendiri pernah diperingatkan oleh Kepala Badan
> >> Intelijen Inggris MI6 Richard Moore pada November 2021 lalu. Tak
> >> hanya sebuah peringatan kosong, apa yang dikemukakan Moore agaknya
> >> berasal dari *case* nyata kala pengelolaan Pelabuhan Hambantota di
> >> Sri Lanka dan Bandara Internasional Entebbe di Uganda berpindah
> >> tangan kepada Xi Jinping.
> >>
> >> Selain kemungkinan mengarah pada skenario *debt trap*, alasan
> >> mengapa proyek kereta cepat seolah jauh dari apa yang diharapkan
> >> agaknya disebabkan oleh politik perkeretaapian Indonesia yang
> >> dinilai kurang serius.
> >>
> >> Ihwal itu misalnya dikemukakan oleh Becky P.Y. Loo dan Claude
> >> Comtois dalam buku berjudul *Sustainable Railway Future: Issues
> >> and Challenges*.
> >>
> >> Menurut dua profesor bidang transportasi dan perkotaan itu, konsep
> >> sistem transportasi berbasis rel di Indonesia seolah “terabaikan”
> >> karena kondisi geografisnya yang lebih membutuhkan perbaikan
> >> kualitas dan kuantitas di aspek transportasi laut antar pulau.
> >>
> >> Pengabaian itu misalnya dapat tercermin dari riwayat historis
> >> pasca G30S, ketika sepanjang dasawarsa 1970 sampai 1980-an banyak
> >> lintas cabang kereta api yang terbengkalai dan menjadi beban
> >> perusahaan.
> >>
> >> Pada akhirnya, banyak jalur yang ditutup karena menjadi beban
> >> perusahaan kereta api yang saat itu bernama Perusahaan Negara
> >> Kereta Api (PNKA).
> >>
> >> Tak hanya itu, pada tahun 2018 lalu, proyek kereta api menjadi
> >> yang paling banyak dicoret dari daftar Program Strategis Nasional
> >> (PSN). Menurut Komite Percepatan Penyelesaian Infrastruktur
> >> Prioritas (KPPIP), tujuh cetak biru kereta api tidak dapat
> >> memenuhi estimasi waktu proyek.
> >>
> >> Terdapat pula presumsi yang menyebut pembangunan kereta api hanya
> >> memaksimalkan warisan Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa dan
> >> Sumatera. Ini misalnya tercermin dari batalnya pengerjaan kereta
> >> api di Pulau Kalimantan akibat ditinggal investor asal Rusia,
> >> serta tertundanya proyek kereta api Makassar-Parepare akibat
> >> persoalan klasik pembebasan lahan. Lalu, di samping dua
> >> kemungkinan di atas, terdapat satu alasan lainnya yang kiranya
> >> cukup menarik untuk ditelisik. Apakah itu?
> >> <https://www.instagram.com/p/Cgvwti5hHxS/>[image: image 8]
> >> <https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2022/08/image-8.png>
> >> *Dibiarkan Mangkrak?*
> >>
> >> Dalam *Underestimating Costs in Public Works Projects: Error or
> >> Lie?*, Bent Flyvbjerg mengatakan *mega-project* – seperti kereta
> >> cepat – sering kali hanya berperan sebagai panggung kontemporer
> >> yang fungsinya sebagai “kampanye” di tataran politik internasional.
> >>
> >> Hal itu dikarenakan para politisi dan birokrat kerap fokus pada
> >> upaya mendapat dukungan politik semata, sementara komitmen dan
> >> pelaksanaan pembangunannya itu sendiri kerap diabaikan.
> >>
> >> Di saat yang sama, terhambatnya proyek infrastruktur maupun
> >> transportasi sebuah negara sesungguhnya dapat pula disebabkan oleh
> >> pembiaran. Kecenderungan itu dianalisis oleh Martin J. Williams
> >> dalam *The Political Economy of Unfinished Development Projects*
> >> yang menempatkan Ghana sebagai studi kasus.
> >>
> >> Selain pembiaran mangkrak demi rasuah, terdapat pula aspek
> >> klientelisme, yakni saat keterhambatan proyek bertransformasi
> >> menjadi strategi politik optimal bagi inkumben agar terpilih di
> >> negara barat Afrika itu.
> >>
> >> Stigma negatif yang muncul terhadap proyek yang mandek, juga
> >> disebut dapat menjadi alat bagi kepentingan tertentu.
> >>
> >> Dalam dimensi tersebut, stigma kurang baik terhadap sebuah proyek,
> >> khususnya transportasi publik, sempat menjadi pembahasan menarik
> >> di Amerika Serikat (AS).
> >>
> >> Pada dekade 50-an ekspansi jaringan rel kereta antar negara bagian
> >> berbenturan dengan pembangunan jalan bebas hambatan. Itu bahkan
> >> menjadi perdebatan sengit di Kongres yang kemudian berujung
> >> kemenangan bagi kubu jalan raya plus industri otomotif.
> >>
> >> Selain itu, terdapat pula lobi ekonomi-politik di AS dari kalangan
> >> industri otomotif yang terkenal dengan *General Motors streetcar
> >> conspiracy.* Ihwal yang kiranya dapat menjadi rujukan untuk
> >> melihat pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
> >>
> >> Dalam konteks ini, industri otomotif dan jalan bebas hambatan
> >> agaknya akan terkena dampak jika proyek kereta cepat berjalan
> >> mulus. Jika memuaskan, bukan tidak mungkin perpanjangan rute
> >> kereta cepat akan didukung masyarakat luas dan akan menimbulkan
> >> konsekuensi dengan industri.
> >>
> >> Sayangnya, di Indonesia, penggunaan kendaraan pribadi tampak sudah
> >> menjadi ketergantungan. Artinya, industri otomotif tidak perlu
> >> repot melobi atau memberikan tekanan kepada negara untuk
> >> kepentingannya sebagaimana refleksi dari *dominance theory of
> >> corporate power*.
> >>
> >> Stan Luger dalam *Corporate Power, American Democracy, and the
> >> Automobile Industry *menjelaskan teori itu untuk menggambarkan
> >> kecondongan negara terhadap industri otomotif karena ketergantungan
> >> pemerintah pada sektor pekerjaan, pertumbuhan, dan pendapatan
> >> negara yang disediakannya.
> >>
> >> *“Pembuat kebijakan tidak harus ditekan untuk menanggapi permintaan
> >> industri karena pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik dapat
> >> bergantung pada industri otomotif yang sehat,” – Stan Luger,
> >> Profesor dan Ketua Departemen Ilmu Politik dan Hubungan
> >> Internasional University of Northern Colorado*
> >>
> >> Di titik ini, pembiaran proyek kereta cepat yang rumit seperti yang
> >> dikemukakan Williams tampaknya memiliki relevansi dalam derajat
> >> tertentu.
> >>
> >> Dengan peliknya penyelesaian, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung
> >> kemungkinan hanya merupakan ide setengah hati yang bisa saja pada
> >> akhirnya “dibiarkan” mendapat sentimen negatif publik.
> >>
> >> Akan tetapi, penjabaran di atas masih sebatas penafsiran semata.
> >> Tentu segenap warga +62 tidak menginginkan satu proyek nasional
> >> pun terbengkalai dan justru membebani negara di kemudian hari.
> >> (J61)
> >>
> >> --
> >> Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GELORA45" di
> >> Google Grup.
> >> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup
> >> ini, kirim email ke gelora1945+...@googlegroups.com.
> >> Untuk melihat diskusi ini di web, kunjungi
> >> https://groups.google.com/d/msgid/gelora1945/C95261A7F10C4A4199AC9B415AC6B2CA%40A10Live
> >> <https://groups.google.com/d/msgid/gelora1945/C95261A7F10C4A4199AC9B415AC6B2CA%40A10Live?utm_medium=email&utm_source=footer>
> >> .
> >>
> >
> > [image: width=]
> > <https://www.avast.com/sig-email?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=webmail>
> > Virusfri.www.avast.com
> > <https://www.avast.com/sig-email?utm_medium=email&utm_source=link&utm_campaign=sig-email&utm_content=webmail>
> > <#m_-4634071035797979104_DAB4FAD8-2DD7-40BB-A1B8-4E2AA1F9FDF2>
> >
> > --
> > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "GELORA45" di
> > Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima
> > email dari grup ini, kirim email ke
> > gelora1945+...@googlegroups.com. Untuk melihat diskusi ini
> > di web, kunjungi
> > https://groups.google.com/d/msgid/gelora1945/CAGjSX2AWY%3DAi3dDE6e_EUP68jRmpJMgj%3DA-o1k8ErMWdPd_6Ow%40mail.gmail.com
> > <https://groups.google.com/d/msgid/gelora1945/CAGjSX2AWY%3DAi3dDE6e_EUP68jRmpJMgj%3DA-o1k8ErMWdPd_6Ow%40mail.gmail.com?utm_medium=email&utm_source=footer> .
> >
>

kh djie

unread,
Aug 4, 2022, 8:38:35 AM8/4/22
to GELORA45_In
Perusahaan Real Estate Indonesia sudah hebat, sudah bisa bangun "kota kecil baru", 
dan banyak  bayar pajak, dan cepat terjual. Daerah baru Gdebage seluas 300 ha dibangun.
Apa ada yang mangkrak, jadi failiet?  Tidak ada berita perusahaan Real Estate indonesia
investasi di luar negeri proyeknya fgagal, failiet. Yang di daerah Pudong Shanghai laku cepat. 
Perusahaan swasta kerjanya hati2, tidak ambil risiko besar. Tetapi toh pengusahanya merasa
beruntung sekali, proyek selesai pada waktunya dan langsung dijual. Kalau terlambat 3 bulan
saja bisa mengalami kesulitan, karena tiba2 pemerintah Tiongkok merubah beleid pemberian
hypotheek (pinjaman dari bank untuk beli rumah), tiba2 harus punya uang sendiri 50%.
Sekarang di Bogor dibangun daerah baru oleh satu real estate. Di Makassar dikerjakan oleh
joint 2 perusahaan real estate. Sekarang ada perusahaan real estate yang lebih banyak
membuat design untuk perusahaan real estate lainnya, disamping memasukkan modalnya.
Kementerian PUPR sudah sanggupmmembuat jalan layang. Puluhan tahun yang lalu Ridwan 
Kamil yang mendesign satu jembatan dari proyeknya Summarecon Agung di Jakarta. Indonesia
sekarang sudah maju sekali, sampai pabrik untuk mengubah batu bara jadi DME untuk gas cair
sedang dibangun di Sumatera Selatan. Ini semua dan proyek2 hilirisasi nickel dan Free Port
tidak lama lagi akan bisa melunasi utang luar negeri Indonesia.
Indonesia juga jadi lebih bagus beleidnya dengan lebih menitik beratkan pada utang dalam 
negeri seperti Jepang, meskipun bayar bunganya lebih tinggi, tetapi kan dalam rupiah, tidak
terguncang dengan perubahan kurs mata uang asing. Jadi uang nganggur  dapat dimanfaatkan
dan orang dalam negeri sendiri dapat bunganya. 

Op do 4 aug. 2022 om 10:31 schreef Lusi D. <lus...@rantar.de>:
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "GELORA45" dari Google Grup.

Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke gelora1945+...@googlegroups.com.
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages