Menurut rumus ini, dua kata kunci kemajuan bangsa adalah guru dan pengorbanan. Maka itu, awal kebangkitan bangsa harus dimulai dengan mencetak guru-guru yang suka berkorban. Guru yang dimaksud Natsir bukan sekadar guru pengajar dalam kelas formal. Guru adalah para pemimpin, orang tua, dan juga pendidik. Guru adalah teladan. Guru adalah digugu (didengar) dan ditiru (dicontoh). Guru bukan sekadar terampil mengajar bagaimana menjawab soal Ujian Nasional, tetapi diri dan hidupnya harus menjadi contoh bagi murid-muridnya.
Mohammad Natsir adalah contoh guru sejati, meski tidak pernah mengenyam pendidikan di fakultas keguruan dan pendidikan. Hidupnya dipenuhi dengan idealisme tinggi untuk memajukan dunia pendidikan dan bangsanya. Setamat AMS (Algemene Middel-bare School) di Bandung, dia memilih terjun langsung ke dalam perjuangan dan pendidikan. Ia mendirikan Pendis (Pendidikan Islam) di Bandung. Di sini. Natsir memimpin, mengajar, mencari guru dan dana. Terkadang, ia keliling ke sejumlah kota mencari dana untuk keberlangsungan pendidikannya. Kadangkala, perhiasan istrinya pun diga- dalkan untuk menutup uangkontrak tempat sekolahnya.
Di samping itu, Natsir juga melakukan terobosan dengan memberikan pelajaran agama kepada murid-murid HIS, MU-LO, dan Kweekschool (Sekolah Guru). Ia mulai mengajar agama dalam bahasa Belanda. Kumpulan naskah pengajaran-nya kemudian dibukukan atas permintaan Sukarno saat dibuang ke Endeh, dan diberi judul Komt tot Gebeid (Marilah Shalat).
Pada 17 Agustus 1951, hanya enam tahun setelah kemerdekaan RI, M Natsir melalui sebuah artikelnya yang berjudul Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawa Hanyut, Natsir mengingatkan bahaya besar yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu mulai memudarnya semangat pengorbanan. Melalui artikelnya ini, Natsir menggambarkan betapa jauhnya kondisi manusia Indonesia setelah kemerdekaan dengan prakemerdekaan. Sebelum kemerdekaan, kata Natsir, bangsa Indonesia sangat mencintai pengorbanan. Hanya enam tahun sesudah kemerdekaan, segalanya mulai berubah. Natsir menulis "Dahulu, mereka girang gembira, sekalipun hartanya habis, rumahnya terbakar, dan anaknya tewas di medan pertempuran, kini mereka muram dan kecewa sekalipun telah hidup dalam satu negara yang merdeka, yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak berpuluh dan beratus tahun yang lampau... Semua orang menghitung pengorbanannya, dan minta dihargai.. .Sekarang timbul penyakit bakhil. Bakhil keringat, bakhil waktu, dan merajalela sifat serakah... Tak ada semangat dan keinginan untuk memperbaikinya...."
Peringatan Natsir hampir 60 tahun lalu itu perlu dicermati oleh para elite bangsa, khususnya para pejabat dan para pendidik. Jika ingin bang-sa Indonesia menjadi bangsa besar yang disegani di dunia, wujudkanlah guru-guru yang mencintai pengorbanan dan bisa menjadi teladan bagi bangsanya. Beberapa tahun menjelang wafatnya, Natsir juga menitipkan pesan kepada sejumlah cendekiawan yang mewawancarainya, "Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia." Lebih jauh, kata Natsir "Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang baru, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi, gejala yang baru ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, melainkan bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius."
Seorang dosen fakultas kedokteran pernah menyampaikan keprihatinan kepada saya. Berdasarkan survei, separuh lebih mahasiswa kedokteran di kampusnya mengaku, masuk fakultas kedokteran untuk mengejar materi. Menjadi dokter adalah baik. Menjadi ekonom, ahli teknik, dan berbagai profesi lain, memang baik. Tetapi, jika tujuannya adalah untuk mengeruk kekayaan, dia akan melihat biaya kuliah yang dikeluarkan sebagai investasi yang harus kembali bila lulus kuliah. Ia kuliah bukan karena mencintai ilmu dan pekerjaannya, melainkan berburu uang!
Dunia Pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran dana besar disertai berbagai program terobosan sepertinya belum mampu me-mecahkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul, beriman, bertakwa, profesional, dan berkarakter. Dr Ratna Megawangi dalam bukunya, Semua Berakar pada Karakter (Jakarta Lembaga Penerbit FE-UI, 2007), mencontohkan, bagaimana kesuksesan Cina dalam menerapkan pendidikan karakter sejak awal tahun 1980-an. Menurut dia, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga akhlak mulia bisa terukur menjadi habit of the mind, heart, and hands.
Banyak program pendidikan gagal, karena memang tidak serius untuk diamalkan. Dan lebih penting, tak ada contoh!
Kini, sebagaimana dikatakan Natsir, yang dibutuhkan bangsa ini adalah guru-guru sejati yang cinta berkorban untuk bangsanya. Bagaimana, murid akan berkarakter; jika setiap hari dia melihat pejabat mengumbar kata-kata, tanpa amal nyata. Bagaimana anak didik akan mencintai gurunya, sedangkan mata kepala mereka menonton guru dan sekolahnya materialis, mengeruk keuntungan sebesar-besarnya melalui lembajp pendidikan.
Pendidikan karakter adalah perkara besar. Bukan urusan Kementerian Pendidikan semata. Presiden, menteri, anggota DPR, dan para pejabat lainnya harus memberi teladan.
Jangan minta rakyat hidup sederhana, hemat BBM, tapi rakyat dan anak didik dengan jelas melihat, para pejabat sama sekali tidak hidup sederhana dan mobil-mobil mereka - yang dibiayai oleh rakyat - adalah mobil impor dan sama sekali tidak hemat.
fyi
From: Munji B Syarif
(PMU/PETH)
Sent: Friday, 25 June, 2010 9:07 AM
To: Munji B Syarif (PMU/PETH)
Subject: Laporan program kaderisasi ulama - DDII
Assalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Segala Puji bagi Allah yang telah menganugerahkan Iman dan Islam, kesehatan, rejeki dan kehidupan yang lapang bagi kita semua.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi yang mulia Muhammad saw, beserta keluarga dan sahabat2nya, dan semoga kita termasuk dalam golongan orang-2 yang beriman
sampai akhir zaman kelak.
Salam ukhuwah untuk Bapak/Ibu?Saudara/Saudari semuanya, yang Alhamdulillah telah mendukung program 1000 Ulama ZIS DDII
semoga kita semua tetap istiqomah dalam menjalin silaturahmi, mendukung program islam dan kaum muslimin, Amiin.
Perlu diketahui, telah dikirim oleh Pak Achmad Nurhono dari pengumpulan sampai Juni 2010 dan diterima Dr Adian Husaini (ketua pelaksana program 1000 Ulama DDII)
sebesar RM 9.000,- (kuitansi terlampir). Dengan demikian total dana yg telah dikirim untuk program kaderisasi ulama DDII dari donasi Bapak/ibu sekalian sampai saat ini berjumlah
RM 23.000,-
Jazakumullah Khairan Katsiran semoga ZIS yang telah dibayarkan menjadi amal sholeh yang pahalanya berkesinambungan di akhirat nanti, amiin.
Berikut saya lampirkan juga daftar penerima beasiswa tahun 2009 beserta sebuah tulisan dari Dr. Adian Husaini.
Untuk profil mahasiswa angkatan-2 sebelumnya (2007-2008) selengkapnya boleh dilihat ataupun diunduh di http://www.pku-dewandakwah.com/
Untuk itu kami mengajak para Donatur semuanya untuk kembali aktif menyalurkan ZISnya untuk program 1000 Ulama DDII ini.
Silahkan hubungi : Munji Syarif (03-2331-0941 / 0136686517)
Silahkan imel ini di fwd kepada para donator lainnya yang ingin ikut berpartisipasi.
Mohon maaf apabila ada kekurangan. Billahi Taufiq Wal Hidayah
Wassalaamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Munji Syarif
DISCLAIMER: This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PETRONAS or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PETRONAS or any of the companies within the Group.
DISCLAIMER : This e-mail and any files transmitted with it ("Message") is intended only for the use of the recipient(s) named above and may contain confidential information. You are hereby notified that the taking of any action in reliance upon, or any review, retransmission, dissemination, distribution, printing or copying of this Message or any part thereof by anyone other than the intended recipient(s) is strictly prohibited. If you have received this Message in error, you should delete this Message immediately and advise the sender by return e-mail. Opinions, conclusions and other information in this Message that do not relate to the official business of PETRONAS or its Group of Companies shall be understood as neither given nor endorsed by PETRONAS or any of the companies within the Group.