pantai koka desa wolowiro, paga, maumere. & kampung Bena, bawaja .

74 views
Skip to first unread message

iwan sribudi

unread,
Mar 6, 2012, 4:08:08 AM3/6/12
to WAYUNGYANG Net
Kampung BENA. Sebuah kampung
tradisional bernama Bena telah menjadi salah satu tujuan wajib saat
Anda menyambangi Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sini
waktu seakan terhenti dimana kehidupan dari masa zaman batu masih
dapat Anda nikmati dan resapi bersama keramahan penduduknya yang
mengesankan dengan senyum di mulut yang berwarna merah karena
mengunyah sirih pinang. Nikmatilah kemewahan dan kemegahan salah satu
warisan budaya Nusantara yang mengagumkan di Bena.
Bertengger dengan berporoskan pada Gunung Inerie (2.245 mdpl), Kampung
Bena di Bajawa adalah salah satu dari desa tradisional Flores yang
masih tersisa meninggalkan jejak-jejak budaya megalit yang
mengagumkan. Desa ini lokasinya hanya 18 km dari kota Bajawa di Pulau
Flores. Kota Bajawa yang terletak di cekungan seperti sebuah piring
yang dipagari barisan pegunungan. Kota ini banyak dikunjungi wisatawan
apalagi cuacanya cukup dingin, sejuk, dan berbukit-bukit, mirip
seperti di Kaliurang, Yogyakarta.
Kehidupan di Kampung Bena dipertahankan bersama budaya zaman batu yang
tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Di sini ada 9 suku
yang menghuni 45 unit rumah, yaitu: suku Dizi, suku Dizi Azi, suku
Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa,
dan suku Ago. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah
adanya tingkatan sebanyak 9 buah. Setiap satu suku berada dalam satu
tingkat ketinggian. Rumah suku Bena sendiri berada di tengah-tengah.
Karena suku Bena dianggap suku yang paling tua dan pendiri kampung
maka karena itu pula dinamai dengan nama Bena.
Umumnya warga suku-suku di Bena bermata pencaharian sebagai peladang
dengan kebun-kebun menghijau tumbuh di sisi-sisi ngarai yang
mengelilingi kampung. Untuk berkomunikasi sehari-hari mereka
menggunakan bahasa Nga?dha. Hampir seluruh warga Kampung Bena memeluk
agama Katolik namun tetap menjalankan kepercayaan leluhur termasuk
adat dan tradisinya.
Saat ini Kampung Bena dihuni 326 jiwa dalam 120 keluarga. Akan tetapi,
ikatan adat dari kampung ini lebih luas lagi karena ada ribuan jiwa
lainnya yang merupakan keturunan warga Bena bermukim di luar kampung
adat. Warga kampung Bena menganut sistem kekerabatan dengan mengikuti
garis keturunan pihak ibu. Lelaki Bena yang menikah dengan wanita suku
lain maka akan menjadi bagian dari klan istrinya. Khusus untuk wanita
di Bena mereka wajib untuk memiliki keahlian menenun dengan
bermotifkan kuda dan gajah sebagai ciri khasnya.
Petualang dan pendaki berdatangan ke Gunung Inerie saat musim kemarau
(antara Juni hingga Agustus). Dari atas puncaknya terlihat pemandangan
indah dari segala arah termasuk kota Bajawa di sebelah barat laut. Di
bagian selatan terlihat birunya Laut Sawu yang menempel rapat di kaki
gunung ini. Tahun 1882 dan 1970 Gunung Inerie pernah meletus dan kini
meninggalkan jejak keindahan dan kemegahannya dengan bumbu tanah subur
di sekilingnya. Perhatikan bagaimana ukuran batang bambu yang
tergolong sangat besar tumbuh di sekitarnya gunung ini!
Di sini dapat Anda puaskan untuk mengamati berhamparan bebatuan
megalith tertata untuk upacara adat dengan formasi yang memukau.
Temukan kemewahan dan kemegahan budaya dari zaman batu dipertontonkan.
Saat Anda menjejakkan kaki di beranda
depan Kampung Bena maka tersaji pemandangan rumah adat beratap serat
ijuk berjejeran nampak berumpak-umpak. Badan kampung memanjang dari
utara ke selatan dengan pintu masuk kampung hanya dari utara. Di ujung
lainnya di bagian selatan adalah puncaknya sekaligus tepian tebing
terjal.
Kampung Bena memiliki panjang 375 meter dan lebar 80 meter. Setidaknya
ada lebih dari 45 rumah yang mengelilingi perkampungan ini ditemani
keaslian budaya megalit. Perhatikan 9 tingkat ketinggian tanah di
kampung ini sekaligus membedakan 9 suku yang mendiaminya dan setiap
satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian tertentu.
Di tepi paling atas tepat di ujung
tertinggi Kampung Bena orang tidak akan mengira ada sebuah tempat yang
menyajikan panorama mengagumkan. Dari atas bukit ini jurang mengaga
menjembatani rentetan gunung dan Laut Sawu di sebelah kanannya.
Pastikan Anda berfoto dengan latar yang luar biasa tersebut.
Mengunyah pinang dan sirih muda dipadu kapur barus adalah kebiasaan
sehari-hari yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Mengunyah ramuan
ini akan memberi rasa segar dengan bonus jejak warna merah di gigi.
Mengunyah sirih pinang tidak mengenal waktu, kegiatan tersebut dapat
dilakukan pagi, siang, sore bahkan malam hari. Percampuran antara daun
sirih, pinang, kapur, gambir dan sedikit tembakau menghasilkan
residunya berupa ludah yang berwarna merah dan sisa-sisa serat dari
buah pinang. Rasanya tidaklah manis tetapi pengalaman mencicipinya
bisa jadi menorehkan pengalaman termanis saat Anda berkunjung ke
Kampung Bena.
Kemiri (Aleuritis molucana) yang dijemur adalah pemandangan yang pasti
akan Anda temukan di Bena. Warga Kampung Bena mengolah biji kemiri
yang mengandung racun ringan dengan memanaskan tanpa minyak atau air
hingga biji hangat. Pemanasan alami dengan menjemurnya di bawah terik
Matahari akan menguraikan toksin. Bijinya kemiri dimanfaatkan sebagai
sumber minyak dan rempah-rempah dan minyak yang diekstrak dari bijinya
dapat digunakan sebagai bahan campuran cat.
Anda dapat menyewa kendaraan untuk berkeliling di Bajawa. Lokasi
Kampung Bena sekira hanya 18 km dari kota Bajawa. Pemandangan menuju
Kampung Bena diperkaya titik-titik indah panorama alam. Jangan sungkan
meminta sopir agar memberitahu sudut-sudut yang bagus untuk
mengabadikan keindahan alamnya dengan kamera Anda.


-
Pantai Koka, Citra
Keaslian Alam Sikka
Memperhatikan rumah-rumah di sepa njang jalan dari Maumere ke Paga
akhirnya mengundang kesan bahwa masyarakat Flores, khususnya Sikka,
seperti mengoleksi bongkahan batu yang disusun rapih menjadi taman
batu di halaman rumah mereka. Inikah makna keaslian yang sengaja
dinampakkan kepada orang yang jauh terbang menyinggahi pulau tua ini?
Bila memang setua itu, seperti apakah rupa pantainya?
Meliuk-liuk sepanjang 42 kilometer dari Kota Maumere menuju arah barat
di jalur Lintas Flores Selatan, sebuah kecamatan bernama Paga
memberikan sedikit jeda dengan jalannya yang lurus dan lebih banyak
ditanami pohon kelapa, jambu mete, ketapang, dan pohon lainnya yang
hijau ketimbang susunan bebatuan.
Namun kenyataannya, Paga masih terus memesona tamunya dengan sebuah
pantai yang terkenal dari kabar burung yang berseliweran dari
petualang ke petualang lain. Pantai Koka di Desa Wolowiro
disebut-sebut sebagai tempat alam memanjakan mata dan batin manusia.
Bila menggambarkan sebuah tempat nan indah yang masih perawan maka
Pantai Koka adalah ilustrasi terbaik. Perkebunan teh yang selalu
memiliki pesona yang abadi dan pantainya memiliki pesona yang sama
dengan warna alami yang bisa menenangkan jiwa ialah Pantai Koka.
Tak banyak orang mengenal apalagi mengunjungi pantai berpasir halus
dan putih keemasan ini. Keindahannya seolah tersembunyi dari keramaian
dunia. Beberapa nelayan biasanya berteduh di bawah pohon di antara dua
pantai yang melengkung seperti tersenyum satu sama lain.
Dua pantai ini sama indahnya dan sama keasliannya. Bisa dibayangkan,
nikmatnya ikan bakar segar dari laut disantap di bawah rindangnya
pohon yang menjadi payung kebersamaan.
pada perjalanan kaki dari tepi jalan raya beraspal halus hingga ke
bibir pantai yang jaraknya kira-kira 2 kilometer dan ditempuh selama
30 menit atau sedikit lebih lama karena jalan cadas berbatu.
Tak lama setelah itu, sebuah pantai di tepi kanan seolah memaksa kaki
berlari meraih airnya yang jernih tak tergambarkan. Pantai ini tepat
bagi mereka yang gemar menyusuri pasir halus dan bersih. Di sisi lain
tak jauh dari pantai ini, sebuah bibir pantai lain tersungging
menyambut pengunjung, tepat dijadikan gambaran khayalan yang menjadi
kenyataan.

---------- Forwarded message ----------
From: don <don_...@indosat.blackberry.com>
Date: Tue, 6 Mar 2012 09:03:36 +0000
Subject: pantai koka desa wolowiro, paga, maumere. & kampung Bena, bawaja .
To: iwan.s...@gmail.com

Kampung BENA. Sebuah kampung
tradisional bernama Bena telah menjadi salah satu tujuan wajib saat
Anda menyambangi Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sini
waktu seakan terhenti dimana kehidupan dari masa zaman batu masih
dapat Anda nikmati dan resapi bersama keramahan penduduknya yang
mengesankan dengan senyum di mulut yang berwarna merah karena
mengunyah sirih pinang. Nikmatilah kemewahan dan kemegahan salah satu
warisan budaya Nusantara yang mengagumkan di Bena.
Bertengger dengan berporoskan pada Gunung Inerie (2.245 mdpl), Kampung
Bena di Bajawa adalah salah satu dari desa tradisional Flores yang
masih tersisa meninggalkan jejak-jejak budaya megalit yang
mengagumkan. Desa ini lokasinya hanya 18 km dari kota Bajawa di Pulau
Flores. Kota Bajawa yang terletak di cekungan seperti sebuah piring
yang dipagari barisan pegunungan. Kota ini banyak dikunjungi wisatawan
apalagi cuacanya cukup dingin, sejuk, dan berbukit-bukit, mirip
seperti di Kaliurang, Yogyakarta.
Kehidupan di Kampung Bena dipertahankan bersama budaya zaman batu yang
tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Di sini ada 9 suku
yang menghuni 45 unit rumah, yaitu: suku Dizi, suku Dizi Azi, suku
Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa,
dan suku Ago. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah
adanya tingkatan sebanyak 9 buah. Setiap satu suku berada dalam satu
tingkat ketinggian. Rumah suku Bena sendiri berada di tengah-tengah.
Karena suku Bena dianggap suku yang paling tua dan pendiri kampung
maka karena itu pula dinamai dengan nama Bena.
Umumnya warga suku-suku di Bena bermata pencaharian sebagai peladang
dengan kebun-kebun menghijau tumbuh di sisi-sisi ngarai yang
mengelilingi kampung. Untuk berkomunikasi sehari-hari mereka
menggunakan bahasa Nga?dha. Hampir seluruh warga Kampung Bena memeluk
agama Katolik namun tetap menjalankan kepercayaan leluhur termasuk
adat dan tradisinya.
Saat ini Kampung Bena dihuni 326 jiwa dalam 120 keluarga. Akan tetapi,
ikatan adat dari kampung ini lebih luas lagi karena ada ribuan jiwa
lainnya yang merupakan keturunan warga Bena bermukim di luar kampung
adat. Warga kampung Bena menganut sistem kekerabatan dengan mengikuti
garis keturunan pihak ibu. Lelaki Bena yang menikah dengan wanita suku
lain maka akan menjadi bagian dari klan istrinya. Khusus untuk wanita
di Bena mereka wajib untuk memiliki keahlian menenun dengan
bermotifkan kuda dan gajah sebagai ciri khasnya.
Petualang dan pendaki berdatangan ke Gunung Inerie saat musim kemarau
(antara Juni hingga Agustus). Dari atas puncaknya terlihat pemandangan
indah dari segala arah termasuk kota Bajawa di sebelah barat laut. Di
bagian selatan terlihat birunya Laut Sawu yang menempel rapat di kaki
gunung ini. Tahun 1882 dan 1970 Gunung Inerie pernah meletus dan kini
meninggalkan jejak keindahan dan kemegahannya dengan bumbu tanah subur
di sekilingnya. Perhatikan bagaimana ukuran batang bambu yang
tergolong sangat besar tumbuh di sekitarnya gunung ini!
Di sini dapat Anda puaskan untuk mengamati berhamparan bebatuan
megalith tertata untuk upacara adat dengan formasi yang memukau.
Temukan kemewahan dan kemegahan budaya dari zaman batu dipertontonkan.
Saat Anda menjejakkan kaki di beranda
depan Kampung Bena maka tersaji pemandangan rumah adat beratap serat
ijuk berjejeran nampak berumpak-umpak. Badan kampung memanjang dari
utara ke selatan dengan pintu masuk kampung hanya dari utara. Di ujung
lainnya di bagian selatan adalah puncaknya sekaligus tepian tebing
terjal.
Kampung Bena memiliki panjang 375 meter dan lebar 80 meter. Setidaknya
ada lebih dari 45 rumah yang mengelilingi perkampungan ini ditemani
keaslian budaya megalit. Perhatikan 9 tingkat ketinggian tanah di
kampung ini sekaligus membedakan 9 suku yang mendiaminya dan setiap
satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian tertentu.
Di tepi paling atas tepat di ujung
tertinggi Kampung Bena orang tidak akan mengira ada sebuah tempat yang
menyajikan panorama mengagumkan. Dari atas bukit ini jurang mengaga
menjembatani rentetan gunung dan Laut Sawu di sebelah kanannya.
Pastikan Anda berfoto dengan latar yang luar biasa tersebut.
Mengunyah pinang dan sirih muda dipadu kapur barus adalah kebiasaan
sehari-hari yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Mengunyah ramuan
ini akan memberi rasa segar dengan bonus jejak warna merah di gigi.
Mengunyah sirih pinang tidak mengenal waktu, kegiatan tersebut dapat
dilakukan pagi, siang, sore bahkan malam hari. Percampuran antara daun
sirih, pinang, kapur, gambir dan sedikit tembakau menghasilkan
residunya berupa ludah yang berwarna merah dan sisa-sisa serat dari
buah pinang. Rasanya tidaklah manis tetapi pengalaman mencicipinya
bisa jadi menorehkan pengalaman termanis saat Anda berkunjung ke
Kampung Bena.
Kemiri (Aleuritis molucana) yang dijemur adalah pemandangan yang pasti
akan Anda temukan di Bena. Warga Kampung Bena mengolah biji kemiri
yang mengandung racun ringan dengan memanaskan tanpa minyak atau air
hingga biji hangat. Pemanasan alami dengan menjemurnya di bawah terik
Matahari akan menguraikan toksin. Bijinya kemiri dimanfaatkan sebagai
sumber minyak dan rempah-rempah dan minyak yang diekstrak dari bijinya
dapat digunakan sebagai bahan campuran cat.
Anda dapat menyewa kendaraan untuk berkeliling di Bajawa. Lokasi
Kampung Bena sekira hanya 18 km dari kota Bajawa. Pemandangan menuju
Kampung Bena diperkaya titik-titik indah panorama alam. Jangan sungkan
meminta sopir agar memberitahu sudut-sudut yang bagus untuk
mengabadikan keindahan alamnya dengan kamera Anda.


-
Pantai Koka, Citra Keaslian Alam Sikka
Memperhatikan rumah-rumah di sepa njang jalan dari Maumere ke Paga
akhirnya mengundang kesan bahwa masyarakat Flores, khususnya Sikka,
seperti mengoleksi bongkahan batu yang disusun rapih menjadi taman
batu di halaman rumah mereka. Inikah makna keaslian yang sengaja
dinampakkan kepada orang yang jauh terbang menyinggahi pulau tua ini?
Bila memang setua itu, seperti apakah rupa pantainya?
Meliuk-liuk sepanjang 42 kilometer dari Kota Maumere menuju arah barat
di jalur Lintas Flores Selatan, sebuah kecamatan bernama Paga
memberikan sedikit jeda dengan jalannya yang lurus dan lebih banyak
ditanami pohon kelapa, jambu mete, ketapang, dan pohon lainnya yang
hijau ketimbang susunan bebatuan.
Namun kenyataannya, Paga masih terus memesona tamunya dengan sebuah
pantai yang terkenal dari kabar burung yang berseliweran dari
petualang ke petualang lain. Pantai Koka di Desa Wolowiro
disebut-sebut sebagai tempat alam memanjakan mata dan batin manusia.
Bila menggambarkan sebuah tempat nan indah yang masih perawan maka
Pantai Koka adalah ilustrasi terbaik. Perkebunan teh yang selalu
memiliki pesona yang abadi dan pantainya memiliki pesona yang sama
dengan warna alami yang bisa menenangkan jiwa ialah Pantai Koka.
Tak banyak orang mengenal apalagi mengunjungi pantai berpasir halus
dan putih keemasan ini. Keindahannya seolah tersembunyi dari keramaian
dunia. Beberapa nelayan biasanya berteduh di bawah pohon di antara dua
pantai yang melengkung seperti tersenyum satu sama lain.
Dua pantai ini sama indahnya dan sama keasliannya. Bisa dibayangkan,
nikmatnya ikan bakar segar dari laut disantap di bawah rindangnya
pohon yang menjadi payung kebersamaan.
pada perjalanan kaki dari tepi jalan raya beraspal halus hingga ke
bibir pantai yang jaraknya kira-kira 2 kilometer dan ditempuh selama
30 menit atau sedikit lebih lama karena jalan cadas berbatu.
Tak lama setelah itu, sebuah pantai di tepi kanan seolah memaksa kaki
berlari meraih airnya yang jernih tak tergambarkan. Pantai ini tepat
bagi mereka yang gemar menyusuri pasir halus dan bersih. Di sisi lain
tak jauh dari pantai ini, sebuah bibir pantai lain tersungging
menyambut pengunjung, tepat dijadikan gambaran khayalan yang menjadi
kenyataan.
Dua bukit batu membatasi ujung bibir pantai satu dengan yang lainnya.
Airnya yang biru bening seolah tatapan mata yang menyambut hangat,
persis sehangat airnya saat kelelahan diserahkan seutuhnya pada
keramahan alam mengobati kepanatan ragawi.
Jika Anda ingin berkunjung ke tempat ini, tetap bawa minuman dan
makanan yang cukup untuk dapat bertahan di kawasan pantai alami ini
karena tidak ada satu pun fasiltas yang dibangun atau diadakan oleh
pemerintah maupun masyarakatnya sendiri.

--
Sent from my mobile device

pantai koka desa wolowiro, paga, maumere.jpg
kampung Bena, bajawa.jpg
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages