Buku lahir ini sebagai respons atas permasalahan tersebut. Dengan posisinya sebagai ahli hadis terkemuka, Imam Ibnu Hajar al-Haitami (1503-1566 M) memberikan garansi bahwa hadis yang dipakai hanya yang tergolong sahih saja.
Banyak muncul hadis lemah, bahkan palsu seputar Imam Mahdi. Sepanjang sejarah, bahkan banyak yang mengaku sebagai pemimpin akhir zaman ini. Buku Imam Ibnu hajar al-Haitami ini lahir sebagai respons atas berbagai keresahan tersebut. Buku rujukan yang masih tetap relevan dijadikan pegangan di era sekarang.
Judul di atas bukan langkah seorang marketer untuk menarik simpati dan minat pembaca sebanyak-banyaknya. Alasan penulis adalah karena ada semacam keterkaitan batin antara KH. Mahfudz Termas dengan Ibnu Hajar al-Haitami. Keterkaitan tersebut hampir menyerupai keterikatan antara Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli walaupun mereka berdua hidup di tempat dan di waktu yang berbeda.
Jika mengkaji beberapa karya KH. Mahfudz Termas yang mempunyai hubungan erat dengan Ibnu Hajar al-Haitami, maka yang karya yang tepat untuk dijadikan fokus utama adalah Mauhibah dzi al-fadhl Hasyiah Ala Syarhi Mukhtashar Bafadhal yang tidak lain Syarah yang diulas oleh Ibnu Hajar, lalu diulas lagi secara luas dan lebih detail oleh KH Mahfudz Termas, dalam konteks kenusantaraan. Masyarakat Indonesia yang dalam pandangan fiqih mengikuti madzhab Syafii, menjadikan semua rujukan masalah keagamaan bersandar pada Kutub al-Syafiiyah.
Tidak semua kitab fiqih Syafii tersebut berhasil menjadi jawaban permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Artinya adalah paradigma fiqih yang ada pada saat itu masih dalam konteks Timur Tengah sentris, dan tidak mengglobal sampai pada Asia Tenggara, terlebih Indonesia. Berangkat dari fenomena tersebut KH. Mahfudz Termas mencoba memperluas lagi ulasan Ibnu hajar al-Haitami dalam konteks kenusantaraan dan keindonesiaan.
Dalam pandangan penulis, kitab Mauhibah dzi al-fadhl Hasyiah Ala Syarhi Mukhtashar Bafadhal yang ditulis oleh KH. Mahfudz Termas merupakan salah satu ulasan tentang fiqih Imam Syafii yang paling detail, luas dan komprehensif. Dengan kata lain, nuansa fiqih di dalamnya tidak an sich terhadap teks-teks, namun disesuaikan dengan dinamika sosial yang ada pada masyarakat Indonesia. Hal ini juga diamini oleh sang pentahqiq, yaitu Dr. Muhammad Abdurrahman al-Ahdal dalam muqaddimahnya di kitab tersebut.
Satu hal menarik pada kitab ini adalah kemampuan KH. Mahfudz Termas dalam mengambil istinbat secara kontekstual dari berbagai pendapat para ulama sebelumnya setelah melakukan uji pendapat dan perbandingan di antara pendapat para mujtahid fatwa semisal IbnuHajar al-Haitami yang dlama hal ini lebih kontekstual daripada Imam Syihabuddin al-Ramli yang dalam banyak pandangannya selalu tekstual dan terkesan kaku.
Tidak hanya itu, kemampuan KH. Mahfudz Termas dalam mengurai hadits dalam konteks fiqih dan kemudian mengambil istinbat dari pendapat ulama yang rajih, menjadikan kitab ini sehaluan dalam konteks dinamika sosial dan jauh dari kesan kaku dan konservatif pada nash.
Berbicara fiqih, berkaitan erat dengan dinamika sosial suatu masyarakat pada bangsa dan Negara manapun. Nilai-nilai luhur Islam yang ajarannya menembus ruang dan waktu menjadikannya selalu relevan dalam setiap problematika yang ada, baik pada masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
[Islamidotco] dihidupi oleh jaringan penulis, videomaker dan tim editor yang butuh dukungan untuk bisa memproduksi konten secara rutin. Jika kamu bersedia menyisihkan sedikit rezeki untuk membantu kerja-kerja kami dalam memproduksi artikel, video atau infografis yang mengedukasi publik dengan ajaran Islam yang ramah, toleran dan mencerahkan, kami akan sangat berterima kasih karenanya. Sebab itu sangat membantu dan meringankan.
c80f0f1006