Barubaru ini, sejumlah besar penelitian telah menemukan hubungan independen di luar faktor risiko tradisional antara peningkatan RDW (anisositosis) dan penyakit kardiovaskuler. Red cell distribution width (RDW) adalah ukuran variasi ukuran dan indeks heterogenitas eritrosit. RDW juga dikaitkan dengan mortalitas penyakit kardiovaskuler dan mortalitas umum pada populasi yang berbeda. Masih harus diteliti lebih lanjut, apakah RDW hanya suatu biomarker atau juga mediator patogen untuk penyakit kardiovaskuler tertentu.
Recently, a large number of studies have found an independent association beyond traditional risk factors between increased RDW (anisocytosis) and cardiovascular diseases (CVDs). Red cell distribution width (RDW) is a measure of size variation and heterogeneity index of erythrocytes. RDW is also associated with cardiovascular disease mortality and general mortality in different populations. It remains to be determined whether RDW is only a biomarker or also a pathogenic mediator for certain CVDs.
Tseliou E, Terrovitis JV, Kaldara EE, Ntalianis AS, Repasos E, Katsaros L, et al. Red blood cell distribution width is a significant prognostic marker in advanced heart failure, independent of hemoglobin levels. Hellenic J Cardiol. 2014;55:457-61
Anderson JL, Ronnow BS, Horne BD, Carlquist JF, May HT, Bair TL, et al. Usefulness of a complete blood count-derived risk score to predict incident mortality in patients with suspected cardiovascular disease. Am J Cardiol. 2007;99:169-74
Lippi G, Targher G, Montagnana M, Salvagno GL, Zoppini G, Guidi GC. Relationship between red blood cell distribution width and kidney function tests in a large cohort of unselected outpatients. Scand J Clin Lab Invest. 2008;68:745-8
Fukuta H, Ohte N, Mukai S, Saeki T, Asada K, Wakami K, et al. Elevated plasma levels of B-type Natriuretic Peptide but not C-reactive protein are associated with higher red cell distribution width in patients with coronary artery disease. Int Heart J. 2009; 50: 301-12
Adams KF Jr, Mehra MR, Oren RM, O'Connor CM, Chiong JR, Ghali JK, et al. Prospective evaluation of the association between cardiac troponin T and markers of disturbed erythropoiesis in patients with heart failure. Am Heart J. 2010;160:1142-8.
Tonelli M, Sacks F, Arnold M, Moye L, Davis B, Pfeffer M; for the Cholesterol and Recurrent Events (CARE) Trial Investigators. Relation between red blood cell distribution width and cardiovascular event rate in people with coronary disease. Circulation. 2008; 117: 163-8.
Felker GM, Allen LA, Pocock SJ, Shaw LK, McMurray JJ, Pfeffer MA, et al. Red cell distribution width as a novel prognostic marker in heart failure: data from CHARM Program and the Duke Databank. J Am Coll Cardiol. 2007;50:40-7.
Rhodes CJ, Wharton J, Howard LS, Gibbs JS, Wilkins MR. Red cell distribution width outperforms other potential circulating biomarkers in predicting survival in idiopathic pulmonary arterial hypertension. Heart. 2011;97:1054-60.
Zorlu A, Bektasoglu G, Guven FM, Dogan OT, Gucuk E, Ege MR, et al. Usefulness of admission red cell distribution width as a predictor of early mortality in patients with acute pulmonary embolism. Am J Cardiol. 2012;109:128-34.
Forhecz Z, Gombos T, Borgulya G, Pozsonyi Z, Prohszka Z, Jnoskuti L. Red cell distribution width in heart failure: Prediction of clinical event and relationship with markers of ineffective erythropoiesis, inflammation, renal function, and nutritional state. Am Heart J. 2009;158:659-66
Penyakit kardiovaskuler terjadi karena adanya gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Penyakit jantung dan stroke merupakan dua penyakit kardiovaskuler yang paling dikenal. Selain itu, ada juga penyakit kardiovaskular lainnya yang umum terjadi dan perlu diwaspadai.
Di Indonesia, penyakit kardiovaskuler menyebabkan sekitar 651.481 kematian setiap tahunnya. Pola hidup tidak sehat, seperti terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak, tidak rutin berolahraga, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol secara berlebihan, merupakan beberapa faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Sistem kardiovaskuler berfungsi untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Saat ada gangguan maupun penyumbatan di bagian tersebut, sirkulasi darah di tubuh menjadi terganggu dan bisa menimbulkan berbagai penyakit kardiovaskuler.
Aritmia adalah kondisi ketika jantung memiliki detak atau ritme yang tidak normal, seperti terlalu cepat, lambat, atau tidak teratur. Penyakit kardiovaskuler ini terjadi ketika implus elektrik yang berfungsi sebagai pengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik.
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyumbatan atau penyempitan di pembuluh arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan plak. Kondisi ini membuat pasokan darah menuju jantung menjadi berkurang. Jika tidak segera ditangani, penyakit kardiovaskuler ini dapat menyebabkan serangan jantung, aritmia, dan gagal jantung.
Kardiomiopati merupakan penyakit kardiovaskuler yang terjadi akibat kelainan otot jantung. Kondisi ini ditandai dengan melemahnya kemampuan jantung untuk memompa darah. Kardiomiopati dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti gangguan katup jantung, penggumpalan darah, gagal jantung, hingga henti jantung.
Stroke terjadi ketika pasokan darah menuju otak terganggu akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah. Tanpa pasokan darah yang cukup, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi. Akibatnya, sel-sel di otak akan rusak dan menyebabkan penyakit kardiovaskuler berupa stroke.
Deep vein thrombosis atau trombosis vena dalam adalah penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh gumpalan darah di pembuluh darah vena. Biasanya kondisi ini terjadi di kaki. Pada beberapa kasus, gumpalan darah dapat ikut dalam aliran darah ke paru-paru dan menyebabkan komplikasi serius, seperti emboli paru.
Peripheral arterial disease (PAD) atau penyakit arteri perifer terjadi ketika aliran darah menuju kaki tersumbat akibat penumpukan plak di pembuluh darah arteri. Penyakit kardiovaskuler ini bisa membuat kaki kekurangan suplai darah, sehingga menimbulkan rasa sakit ketika berjalan.
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Hal ini karena bahan kimia di rokok dapat merusak dan menyebabkan penyempitan di pembuluh darah. Oleh karena itu, Anda sebaiknya berhenti merokok untuk mencegah munculnya penyakit jantung atau penyakit kardiovaskuler lainnya.
Terlalu banyak mengonsumsi lemak jenuh dan lemak trans dapat meningkatkan kolesterol di dalam darah. Kolesterol yang menumpuk ini berpotensi menyumbat pembuluh darah jantung dan menyebabkan terjadinya penyakit kardiovaskuler, seperti serangan jantung dan stroke.
Melakukan olahraga atau aktivitas fisik secara rutin akan menurunkan kolesterol dan tekanan darah serta menurunkan berat badan. Hal ini akan membantu menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Untuk mendapatkan manfaat tersebut, luangkan waktu setidaknya 30 menit setiap hari untuk berolahraga, seperti berjalan, naik sepeda, atau berenang.
Selain beberapa cara di atas, Anda juga disarankan untuk mempertahankan berat badan ideal, istirahat yang cukup, mengelola stres, dan memeriksakan kesehatan secara rutin ke dokter, terutama jika memiliki faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya penyakit kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler tidak boleh dianggap remeh karena dapat menimbulkan masalah serius pada seluruh bagian tubuh. Oleh karena itu, jagalah kesehatan jantung dan pembuluh darah Anda sebelum mengalami gangguan.
RISKESDAS, Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menyebut penyakit kardiovaskuler masih termasuk dalam 10 penyakit tidak menular dengan prevalensi tertinggi. Demikian pula angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler masih tergolong tinggi.
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk diantaranya adalah penyakit jantung koroner, gangguan irama jantung (aritmia), gagal jantung, hipertensi dan stroke. Di Indonesia penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26,4 persen.
Secara global, menurut Ova Emilia, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu. Di tahun 2008, diperkirakan 17,3 juta kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi pada usia di bawah 60 tahun.
Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K), selaku ketua umum ASM 2017, menyatakan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Karena itu, upaya pencegahan terhadap penyakit tersebut harus terus dilakukan.
Salah satu penyakit kardiovaskuler yang memiliki morbiditas tinggi adalah atrial fibrillasi. Atrial fibrillasi adalah kelainan irama jantung yang disebabkan timbulnya berbagai macam fokus ektopik pada atrium. Kelainan tersebut merupakan kelainan irama jantung dengan prevalensi terbanyak sekaligus dapat menyebabkan komplikasi, antara lain gagal jantung, stroke, dan pada akhirnya angka kematian semakin bertambah tinggi.
Dr. Triatmo Budiyuwono, Sp.JP(K)., FIHA, FAPSIC yang membahas Dislipidemia: Penanganannya, Dalam Mencegah PJK yang Harus Diketahui Dokter non-kardiologis, mengatakan ada 6 faktor risiko mayor, penyakit jantung koroner (PJK) dan ekuivalen PJK sebagai kategori risiko. Ke enam faktor risiko mayor tersebut, antara lain jenis kelamin, usia, tekanan darah sistolik, kadar batas kolesterol, HDL-C, dan merokok.
Menurut Triatmo Budiyuwono, tingginya kadar LDC-C dan TG serta rendahnya kadar HDL-C berperan penting pada terbentuknya aterogenesis dan berhubungan dengan risiko PJK yang telah dibuktikan dengan studi-studi epidemiologis. Meski begitu, risiko PJK hanya dapat diturunkan dengan intervensi menurunkan LDL-C.
Survei Sample Regristration System (SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke, yakni sebesar 12,9%. Kemenkes imbau masyarakat agar melakukan cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap rokok, rajin beraktifitas fisik, diet yang sehat dan seimbang, istirahat yang cukup dan kelola stres (CERDIK) untuk mengendalikan faktor risiko PJK.
3a8082e126