Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk dari prinsip
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya Karomah para wali dan
apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan
mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal
yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau
pengaruh-pengaruh.” (Syarah Aqidah Al Wasithiyah hal.207).
Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini
lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu
menunjukan keridhoan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai
pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun bukan
berarti Allah Ta’ala benci terhadap orang-orang yang tidak nampak
karomah padanya.
Perkara “Karomah” ini telah tsabit (tetap) secara nash baik dalam
Al Qur’an maupun Sunnah bahkan juga secara kenyataan.
Kepada siapakah Karomah ini diberikan?
Karomah ini Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya yang
benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali
Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang
sifat-sifat wali-wali-Nya :
أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ
خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ
يَحْزَنُونَ ﴿٦٢﴾ الَّذِينَ ءَامَنُوا
وَكَانُوا يَتَّقُونَ
(artinya):
“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran
pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang
beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya
dan sifat-sifat mereka, yaitu: “Orang-orang yang beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari
akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.”
Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan melakukan
ketakwaan dengan cara melakukan segala perintah Allah Ta’ala dan
meninggalkan segala larangan-Nya. (Taisir Karimir Rahman karya As
Sa’di hal, 368)
Apakah wali Allah itu memiliki atribut-atribut tertentu?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa wali-wali
Allah itu tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dengan manusia
lainnya dari perkara-perkara dhahir yang hukumnya mubah seperti
pakaian, potongan rambut atau kuku. Dan merekapun terkadang dijumpai
sebagai ahli Al Qur’an, ilmu agama, jihad, pedagang, pengrajin atau
para petani. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/194)
Apakah wali Allah itu harus memiliki karamah? Lebih utama manakah
antara wali yang memilikinya dengan yang tidak?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa tidak setiap
wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki
karamah bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena
itu, karamah yang terjadi di kalangan para Tabi’in itu lebih banyak
daripada di kalangan para Sahabat, padahal para Sahabat lebih tinggi
derajatnya daripada para Tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa
11/283)
Apakah setiap yang di luar kebiasaan dinamakan dengan ‘Karamah’?
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah memberi
kesimpulan bahwa sesuatu yang di luar kebiasaan itu ada tiga macam:
- Mu’jizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi
- Karamah yang terjadi pada para wali Allah
- Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan (Disarikan dari At
Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).
Sedangkan untuk mengetahui apakah itu karamah atau tipu daya setan
tentu saja dengan kita mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwaan pada
masing-masing orang yang mendapatkannya (wali) tersebut. Al Imam Asy
Syafi’i rahimahullah berkata: “Apabila kalian melihat seseorang
berjalan di atas air atau terbang di udara maka janganlah
mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana
dia dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.”
(A’lamus Sunnah Al Manshurah hal. 193)
Beberapa contoh Karamah
1. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ
حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا
وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا
دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا
الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا
قَالَ يَامَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا
قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ
بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang
baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan
Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di
mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam
dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu
dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab.”. (QS. Al Imran: 37)
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata: “Ayat ini merupakan dalil
akan adanya Karomah para wali yang keluar dari kebiasaan manusia,
sebagaimana yang telah mutawatir dari hadits-hadits tentang
permasalahan ini. Berbeda dengan orang-orang yang tidak meyakini
tentang adanya Karomah ini.” (Taisir Karimur Rahman hal: 129)
2. Apa yang terjadi pada “Ashhabul Kahfi” (penghuni gua). Suatu
kisah agung yang terdapat dalam surat Al Kahfi. Allah berfirman :
إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا
بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
(artinya):
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada
Rabb mereka dan kami tambahkan pada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi:
13).
Mereka ini (Ashabul Kahfi) sebelumnya hidup di tengah-tengah masyarakat
yang kafir (dengan pemerintahan yang kafir) lalu mereka lari dari
masyarakat itu. Dalam rangka menyelamatkan agama mereka, kemudian Allah
melindungi mereka di dalam Al Kahfi (gua yang luas yang berada di
gunung).
Tatkala Allah Ta’ala telah selamatkan mereka di dalam gua tersebut,
lalu Allah tidurkan mereka dalam waktu yang sangat panjang, disebutkan
dalam ayat (artinya):
“Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah
sembilan tahun (lagi).” (Al Kahfi:25).
3.Diantara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah
apa yang terjadi pada Dzul Qarnain yaitu seorang raja yang shalih yang
Allah nyatakan (artinya): “Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan
kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan untuk
mencapai segala sesuatu”. (Al Kahfi :84)
4. Diantara Karomah para wali juga apa yang terjadi pada kedua orang
tua seorang anak yang dibunuh oleh nabi Khidhir yang ketika itu nabi
Musa mengatakan: ”Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih padahal dia
tidak membunuh orang lain?“, yang kemudian Khidhir menjawabnya:
“Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang yang mukmin
dan kami khawatir bahwa dia akan menariknya kepada kesesatan dan
kekafiran.” (Al Kahfi:74)
5. Apa yang telah diriwayatkan secara mutawatir tentang berita Salafus
Shalih dari para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam,
Tabi’in, Tabiut Tabi’in dan generasi setelah mereka tentang perkara
Karomah yang terjadi pada diri mereka.
Perbedaan Antara Karomah Dan Perbuatan Syaithon
Ada sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga bukan Karomah, dia adalah
“Al Ahwal As Syaithoniyyah” (perbuatan syaithon). Inilah yang
banyak menipu kaum muslimin, dengan anggapan bahwa ia Karomah, padahal
justru tidak ada kaitannya dengan Karomah, karena:
- Karomah datangnya dari Allah Ta’ala sedangkan ia jelas datangnya
dari syaithon. Sebagaimana yang terjadi pada Musailamah Al Kadzdzab dan
Al Aswad Al Ansyi (Dua orang pendusta di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam yang mengaku menjadi nabi) dan menyampaikan
perkara-perkara yang ghoib, ini jelas merupakan perbuatan syaithon.
- Demikian pula Karomah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan
dan ketaatan mereka kepada Allah Ta’ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan: ”Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala maka ia
pun menjadi wali Allah Ta’ala”. Sedangkan perbuatan syaithon ini
dikarenakan kufurnya mereka kepada Allah Ta’ala dengan melakukan
kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, dan
syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan.
- Karomah merupakan suatu pemberian dari Allah Ta’ala kepada
hamba-Nya yang shalih dengan tanpa susah payah darinya, berbeda dengan
perbuatan syaithon, maka ini terjadi dengan susah payah setelah
sebelumnya ia berbuat syirik kepada Allah Ta’ala.
- Karomah para wali tidak bisa disanggah atau dibatalkan dengan
sesuatupun. Berbeda dengan perbuatan syaithon yang dapat dibatalkan
dengan menyebut nama-nama Allah Ta’ala atau dibacakan ayat kursi atau
yang semisalnya dari ayat-ayat Al Qur’an. Bahkan Syaikhul Islam
menyebutkan bahwa ada seseorang yang terbang di atas udara kemudian
datang seseorang dari Salafushshalih lalu dibacakan ayat kursi
kepadanya maka seketika itu dia jatuh dan mati.
- Karomah itu tidaklah menjadikan seseorang sombong dan merasa bangga
diri, justru dengan adanya Karomah ini menjadikannya semakin bertaqwa
kepada Allah dan semakin mensyukuri nikmat Allah Ta’ala. Adapun
perbuatan syaithon bisa menjadikan seseorang bangga diri atau sombong
dengan kemampuan yang dia miliki serta angkuh terhadap Allah Ta’ala,
sehingga jelaslah bagi kita akan hakekat Karomah dan perbuatan
syaithon.
Syubhat dan Bantahannya
Ada beberapa kelompok yang mengingkari adanya Karomah, yaitu: Jahmiyah,
Mu’tazilah’ dan sebagian dari Asy’ariyah. Mereka berdalil dengan
syubhat-syubhat yang dilandasi dengan akal mereka yang rendah. Mereka
mengatakan: ”Bahwa terjadinya Karomah itu hanya merupakan perkara
yang akan menjadikan kesamaran antara nabi dengan para wali dan antara
wali dengan Dajjal.”
Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah:
Pertama: kita yakin dengan keyakinan yang penuh bahwa Karomah itu
benar-benar ada berdasarkan dalil baik dari Al Qur’an maupun As
Sunnah dan kenyataan yang ada.
Kedua: ucapan mereka bahwa Karomah dapat menjadikan kesamaran antara
wali dengan seorang Nabi, justru tidaklah demikian karena wali sama
sekali tidak berkaitan dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari
Karomah itu dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah
Ta’ala dan disebabkan waro’nya.
Sedangkan kesamaan antara wali dengan Dajjal, maka sungguh dapat
dilihat dari kehidupan seseorang yang terjadi padanya keluarbiasaan
itu. Kemudian dilihat dari keadaan orang ini apakah dia seorang yang
shalih atau seorang yang fasiq. Demikianlah timbangan yang benar
didalam menghukumi seseorang yang terjadi padanya perkara-perkara yang
di luar kebiasaan manusia.
Macam-Macam Manusia Dalam Mensikapi Masalah Karomah
Pertama: Orang-orang yang mengingkari adanya Karomah yaitu dari
kelompok ahli bid’ah seperti Mu’tazilah, Jahmiyyah, dan sebagian
dari Asy’ariyah. Dengan alasan yang telah disebutkan diatas.
Kedua: Orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam
menetapkan Karomah yaitu dari kalangan orang-orang “Sufi” dan para
“Penyembah kubur”, yang menganggap segala keluarbiasaan itu sebagai
Karomah, tanpa memperhatikan keadaan pelakunya atau pemiliknya.
Ketiga: Orang-orang yang mengimani serta membenarkan adanya Karomah dan
mereka tetapkan Karomah tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Al
Quran dan As Sunnah. Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
(Lihat syarah Al Aqidah Al Wasithiyah oleh As Syaikh Shalih bin Fauzan
Al Fauzan hal: 207-208)
Wallahu A’lam bis Shawab.
(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 13/II/1425, diterbitkan
Yayasan As Salafy Jember. Judul asli " Hakekat Karomah". Penulis Amin
Albarabisy. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)
sumber : http://www.salafy.or.id/