Varikokel Laporan Kasus

0 views
Skip to first unread message

Quinton Hebenstreit

unread,
Aug 5, 2024, 11:19:19 AM8/5/24
to tighdiforse
Varikokeldapat terbentuk sekitar umur 15 hingga 25 tahun, dan sebagian besar ditemukan pada skrotum sebelah kiri. Namun, varikokel tetap dapat terjadi pada kedua sisi skrotum. Sebagian besar kasus varikokel terjadi karena katup pembuluh darah vena tidak berfungsi dengan baik. Varikokel terjadi saat katup tidak dapat menutup dengan baik sehingga aliran darah berbalik dan terkumpul pada daerah sebelum rusaknya katup, lalu membentuk varikokel. Kendati demikian, belum dapat dipastikan apa yang menyebabkan katup pembuluh darah vena tidak berfungsi dengan baik.

Diagnosis varikokel diawali dengan pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi penderita. Pemeriksaan tersebut dengan merasakan varikokel yang ditandai dengan massa yang keras di atas testis dan terasa berbentuk seperti cacing. Dokter juga dapat meminta pasien melakukan gerakan membuang napas dengan mulut dan hidung tertutup untuk memperjelas pembesaran pembuluh vena. Guna memastikan dan mencari penyebabnya, dokter urologi dapat menyarankan serangkaian pemeriksaan penunjang, antara lain :


Sebagian besar kasus varikokel tidak menyebabkan gejala dan tidak menimbulkan bahaya, sehingga tidak diperlukan pengobatan. Saat varikokel menimbulkan rasa nyeri, maka dokter dapat menanganinya dengan pemberian obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau paracetamol, untuk mengurangi rasa nyeri. Selain itu, dokter bisa meminta pasien memakai celana penyangga testis guna meredakan tekanan. Sementara varikokel yang menimbulkan rasa nyeri hebat atau mengecilnya testis, serta kemandulan pada pria, akan dilakukan tindakan. Cara yang dilakukan adalah dokter akan menjepit atau mengikat pembuluh darah yang menjadi varikokel untuk menghambat aliran darah ke pembuluh tersebut dan dapat mengalir ke pembuluh darah normal yang lain.


Proses penyembuhan pasca tindakan adalah 1-2 hari, kendati demikian, pasien perlu menghindari kegiatan berat selama 10 hingga 14 hari. Selain itu, pemeriksaan lanjutan pada dokter spesialis urologi juga perlu dilakukan selama 3 hingga 4 bulan, terutama penderita varikokel yang disertai kemandulan.


Varikokel adalah pembengkakan pembuluh darah vena dalam skrotum. Kondisi medis ini umumnya tidak menimbulkan gejala dan sering kali tidak membutuhkan pengobatan. Namun jika ukurannya terlalu besar atau sampai menyebabkan pengidapnya sulit mendapatkan momongan, maka operasi varikokel perlu dilakukan.


Dalam kasus yang langka, trombosis vena ginjal (renal vein thrombosis) dapat terjadi sebagai efek samping dari operasi varikokel. Kondisi ini bisa memengaruhi ginjal dan mungkin memerlukan pembedahan lebih lanjut.


Dalam kasus lainnya, operasi varikokel juga berpotensi menyebabkan pembuluh darah vena yang dilalui darah setelah operasi menjadi besar. Untuk mengatasi kondisi ini, perawatan lebih lanjut mungkin perlu dilakukan dokter.


Untuk mengetahui jenis operasi varikokel yang paling sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter. Selain itu, kunjungi juga Kidney & Urology Center di rumah sakit Mandaya untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh dan skrining awal hingga pengobatan. Gunakan fitur Chat melalui Whatsapp, Book Appointment, atau aplikasi Care Dokter yang bisa di-download di Google Play dan App Store untuk mempermudah kunjungan, melihat nomor antrian, dan mendapatkan informasi lengkap lainnya.


Introduction: Resection of giant teratomas can be challenging. An advanced surgical technique should be designed to ensure surgical safety and complete removal of giant teratomas. We describe a case of a mature giant teratoma successfully resected with a clamshell incision thoracotomy approach.


Case Description: A female, 11 years complained of shortness of breath for the last two weeks before being admitted to the hospital. Physical examination revealed a retraction of the patient's chest wall, decreased breath sounds in the left lung field, and dull percussion in the left lung field. Chest CT scan with contrast was carried out with a minimal right pleural effusion with mediastinal mass size 14 x 17 x 16 cm. The patient underwent surgery to extract the mediastinal mass; an anterior thoracotomy was performed using the Clamshell incision method on the patient's chest. Complete resection of the mass was performed. Histopathology examination was performed on the mass with the results in accordance with the description of Mature Cystic Teratoma. The patient returned home in good condition and then controlled through the outpatient polyclinic.


Discussion: Clamshell incisions provide enough exposure for tumors in the mediastinum that extend into the thoracic cavity. For complete removal of a gigantic teratoma, extensive surgical and visual fields are required, as in this case.


Background: Pterygium is a growth disorder of fibrovascular tissue from the white part of the eye towards the cornea. Surgery is the main treatment option at this time. Several surgical techniques have been developed and can be performed to treat pterygium cases, one of which is conjunctival autograft. This surgical technique is performed by excising the pterygium tissue and then taking healthy conjunctival tissue to close the excision of the pterygium. Autologous is one way of attaching healthy conjunctival grafts to the site of pterygium excision. This case report aims to evaluate conjunctival autograft using autologous fixation in pterygium cases.


Case Description: A 50-year-old woman working as a housewife came to the eye clinic complaining of pain in the patient's left eye accompanied by itching, red eyes, and watering. Complaints have been felt for about 1 week. The patient also complained about the appearance of a white spot that was felt to be getting bigger in his left eye. Ophthalmological examination of the anterior segment of the left eye revealed a reddish-white tissue arising from the conjunctiva through the limbus but not yet reaching the center of the cornea. The patient has been diagnosed with stage 3 pterygium and is planned to perform autologous conjunctival autograft surgery on the patient.


Conclusion: Conjunctival autograft surgery using autologous fixation is an option for surgery in pterygium cases. The results obtained after this operation are satisfactory, but the patient is still informed about possible complications or recurrences.


Latar Belakang: Pterigium merupakan sebuah kelainan pertumbuhan jaringan fibrovaskular dari bagian putih mata mengarah kearah kornea. Tindakan operasi merupakan pilihan terapi utama saat ini. Beberapa teknik operasi telah berkembang dan dapat dilakukan untuk menangani kasus pterigium, salah satunya adalah conjungtival autograft. Teknik operasi ini dilakukan dengan mengeksisi jaringan pterigium lalu mengambil jaringan konjungtiva yang sehat untuk menutup bekas eksisi pterigium. Autologus merupakan salah satu cara untuk merekatkan cangkuk konjungtiva sehat di tempat eksisi pterigium. Laporan kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi conjungtival autograft menggunakan fiksasi autologus pada kasus pterygium.


Deskripsi Kasus: Seorang wanita berusia 50 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga datang ke poliklinik mata dengan keluhan rasa perih di mata kiri pasien dan disertai dengan rasa gatal, mata merah, serta berair. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu. Pasien juga mengeluhkan muncul bercak putih yang dirasa makin membesar di mata kirinya. Pemeriksaan oftalmologi segmen anterior mata kiri didapatkan sebuah jaringan berwarna putih kemerahan yang timbul dari arah konjugtiva melewati limbus tetapi belum sampai ke tengah kornea. Pasien didiagnosis dengan pterigium stadium 3 dan direncanakan untuk dilakukan operasi conjungtival autograft dengan autologus kepada pasien tersebut.


Kesimpulan: Teknik operasi conjungtival autograft dengan menggunakan fiksasi autologus merupakan salah satu pilihan operasi pada kasus pterigium. Hasil yang didapat setelah operasi ini cukup memuaskan, tetapi pasien tetap diinformasikan tentang kemungkinan komplikasi ataupun kekambuhan yang dapat terjadi.


Introduction: In cases of pregnancy with thrombocytopenia, it is sometimes necessary to terminate the pregnancy by caesarean section. This is certainly a challenge and special attention is needed in the perioperative anesthetic management of this case. Attached below is a case series of perioperative anesthesia management in gravida with thrombocytopenia who underwent cesarean section at Sanglah Hospital in 2020-2022.


Background: The morbidity and mortality in Inferior ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is also determined by the location of the occlusion. Early Identification of the occlusion site is necessary to assist in the appropriate management of Inferior STEMI. This case study aims to evaluate the Electrocardiogram (ECG) examination, which has a basic role in the diagnosis of STEMI, both in determining the location of myocardial infarction and predicting the location of the culprit lesion.


Case Presentation: A 48-year-old male patient complained of dull chest pain, such as being pressured by a heavy object and radiating to the back, followed by nausea, vomiting and cold sweats, and shortness of breath for 2 hours before coming to the hospital. On arrival, the patient was fully conscious with a blood pressure of 110/70 mmHg, pulse rate of 129x/minute with a SpO2 of 95% with electrocardiography (ECG) results showing atrial fibrillation with inferoposterolateral STEMI. Shortly after the ECG examination, the patient became unconscious, with blood pressure dropping to 60/palpation and bradycardia at 48 beats/minute. The patient underwent a fibrinolytic revascularization strategy with Streptokinase 1,500,000 U for 30 minutes, but soon the patient became unconscious with the ECG monitor showing ventricular fibrillation (VF). Hence, cardiopulmonary resuscitation was immediately performed with 360 J defibrillation twice, and the ECG returned to sinus rhythm. After stabilizing, the patient was referred for Rescue Percutaneous Coronary Intervention (PCI). The results of Coronary Angiography showed that the culprit lesion, in this case, was the Left Circumflex Artery with the Right Coronary Artery normal small, and non-dominant.

3a8082e126
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages