Dilema TKW di belahan asia timur dan asia barat..

91 views
Skip to first unread message

seto.b...@gmail.com

unread,
Jun 20, 2011, 4:31:09 PM6/20/11
to Tentang Qatar
Supaya tepat sasaran dan tidak bentrok dgn topik lainnya maka saya coba repost email saya dibawah ini dgn berganti judul yg lebih pas..

Beberapa minggu yg lalu saya berkesempatan mengunjungi Hongkong. Disana saya melihat banyak sekali tenaga kerja Indonesia seperti layaknya di negara2 lainnya yg biasa menjadi negara tujuan para TKW. Tapi ada perbedaan yg sangat signifikan antara TKW di Hongkong dan di Timur Tengah, di Hongkong mereka memiliki kebebasan. Kebebasan utk bergaul, kebebasan utk berbicara dgn rekan sebangsanya dan kebebasan utk bepergian atau refreshing saat weekend. Kebebasan itulah yg tidak bisa ditemukan di Timur Tengah. TKW di timteng seperti terpenjara selama masa kontraknya, tidak bisa merasakan kebebasan seperti yg saya tulis diatas. Mereka seperti budak yg dibeli dari pialang lalu disimpan dirumah seperti binatang, yg bisa digebukin dan disakitin saat tidak bisa memuaskan keinginan majikannya. Tapi saya lihat di Hongkong, Singapore dan Malaysia mayoritas TKW bebas utk bergaul dgn sesamanya saat weekend. Berkumpul di satu titik atau taman, bercengkrama dan saling berbagi cerita dgn sesama TKW, ini yg ga bisa dilakukan oleh TKW di timteng sehingga saat mereka mendapatkan perlakuan tidak manusiawi mereka tidak bisa bercerita pada siapapun. Saat saya mengunjungi Hongkong saya lihat sangat banyak TKW Indonesia yg berkeliaran di daerah pusat perbelanjaan Mong Kok dan taman Kowloon. Mereka kelihatan sangat bahagia, duduk piknik rame2 di rerumputan taman Kowloon sambil ngulek bumbu rujak, sambil ketawa2 mereka becanda satu ama lainnya. Itu hal yg sama sekali ga pernah saya lihat selama di timteng.. TKW Indonesia di timteng sebagian besar wajahnya saat bertemu sesama bangsanya memancarkan aura belas kasihan, memancarkan aura tertekan dan minta ditolong, ga ada sama sekali aura bahagia dan ketenangan hidup. Menurut pendapat saya yg masih awam soal hal ini, jadi TKW di negara2 Asia timur dan tenggara masih jauuuh lebih baik ketimbang di timteng. Masih ada kebebasan dan HAM yg bisa kita dapatkan di negara2 asia timur dan tenggara. Kalo bicara soal gaji saya rasa ga beda jauh antara 2 wilayah ini. Saya udh nanya ke TKW di Doha, Singapore, Taiwan dan Hongkong, rangenya masih di sekitaran 2-3jt juga perbulannya. Jadi sebetulnya dlm segi jumlah pendapatan wilayah2 ini tidak berbeda jauh. Namun ada satu alasan yg kadang terucap dari mulut TKW timteng, menurut mereka kehidupan di timteng lebih Islami ketimbang di Singapore dan Hongkong atau Taiwan. Namun kembali lagi pada kenyataan yg terjadi di lapangan, apakah kehidupan islami itu bisa tercapai? Dengan mata awam pun kita bisa lihat diantara 2 wilayah ini siapa yg bangsanya lebih biadab. Alih2 ke timteng utk bekerja di negara yg kehidupannya lebih islami malah habis2an digebukin trus pulangnya ga bawa apa2. Rasio antara pulang bahagia dan pulang sengsara di timteng lebih gede pulang sengsaranya, tapi saya heran masih banyak aja yg nafsu pengen merantau ke timteng. Kalo saya boleh menyarankan sebaiknya stop saja pengiriman TKI ke timteng, mendingan ke asia timur dan tenggara aja, toh pendapatannya ga beda jauh.. Ga akan terkejar itu kehidupan islami yg diimpikan, yg ada kehidupan bersama Dajjal. Kita seharusnya belajar dan menyadari dari sekian banyak kasus yg terjadi di timteng bahwa ada nature bawaan penduduk di timteng yg tidak sesuai dgn nature kita. Kita ini dianggap budak di timteng, tpi di asia timur dan tenggara kita dianggap karyawan. Hak2 karyawan masih diperhatikan oleh majikan, tpi budak adalah tetap budak yg tidak punya hak.

Menyetop pengiriman TKI keluar negeri bukanlah solusi yg tepat saat ini, karna pemerintah pun blm bisa memberikan solusi andai mereka semua ditarik pulang atau tidak bisa merantau lagi. Solusi yg tepat adalah menghentikan pengiriman ke negara2 yg sudah sering terjadi kasus pelecehan dan kekerasan terhadap TKW, kalo perlu paspor TKI yg 24 halaman itu distempel banned utk masuk ke KSA seperti halnya paspor Philippines yg distempel banned utk masuk Iraq. Sudah saatnya mata dan pikiran kita semua terbuka utk mengakui bahwa selalu terjadi masalah berat pada TKW yg bekerja di KSA, dan hal ini sebaiknya distop total saja bilamana pemerintah tidak mampu melindungi dan membela bangsanya saat bermasalah di KSA. Masih banyak negara lain yg lebih menjanjikan masa depan cemerlang, jadi timteng bukanlah satu2nya pilihan mutlak. Pakaian gamis atau abaya yg dipake pribumi timteng bukanlah jaminan bahwa mereka alim sehingga bekerja dalam kehidupan islami yg diangan2kan para TKW sblm berangkat bisa tercapai. Mengertilah bahwa kehidupan di timteng tidak seindah yg dibayangkan.. Bilamana ada opsi menyelamatkan diri, sebelum terlanjur berangkat ke timteng pertimbangkanlah masak2, bilamana ada lokasi lain yg lebih menjanjikan ketenangan hidup maka pilihlah tempat yg selain timur tengah..

Chief Seto Bayu
Yg lagi mancing dilaut sambil main BB
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Oki

unread,
Jun 20, 2011, 4:29:37 PM6/20/11
to tentangqatar
Iseng-iseng ketemu artikel ini di http://nostalgia.tabloidnova.com/articles.asp?id=13807

Jadi, apakah kirim TKW ke HongKong lebih baik dari ke ME ?
- - - - -
Fenomena Lesbian TKW Indonesia di Hongkong
KETIKA SRI BERGANTI BENNY DAN SISWATI JADI AZIZ

Mengagetkan, menyedihkan, dan membuat kita mengelus dada. Tapi itulah
kenyataan yang ada di depan mata. Rupanya sejak beberapa tahun ini,
tak sedikit dati para TKW Indonesia di Hong Kong yang melakoni hidup
sebagai lesbian. Mereka pun tak sungkan-sungkan memperlihatkan
kemesraan di depan umum. Bahkan sudah ada yang bertunangan dan
menikah, meski ada juga yang mengaku cuma mengikui tren "anak tomboi".
Apa yang sesungguhnya terjadi?

"Cinta ini, kadang-kadang tak ada logika..." Itulah sepenggal lagu
yang dibawakan Agnes Monica dan yang kini jadi "lagu kebangsaan" para
lesbian asal Indonesia yang menjadi tenaga kerja di Hong Kong.
"Memang, sih, kalau dipikir-pikir, enggak ada logikanya, ya, Mbak?
Masak perempuan suka sama perempuan," celoteh seorang TKW samil
terkikik geli.

Ia seperti menertawakan dirinya sendiri, karena hanya beberapa kejap
yang lalu ia mengaku dirinya penyuka kaum sejenis. Setelah ngobrol
sejenak, ia lalu kembali larut dalam gelak tawa di antara dentum musik
yang terdengar riuh dari sebuah ruang karaoke mewah. Persisnya di
lantai 8 sebuah gedung pencakar langit di Kota Hongkong. Dalam suasana
temaram, puluhan TKW yang berbusana laiknya seorang pria itu itu
berkumpul mengelilingi meja penuh hidangan dan dekorasi pesta.

Rupanya siang itu ada tiga TKW yang patungan merayakan ulang tahun.
Cuma itu saja? Tentu tidak! Dua dara manis berambut panjang di pojok
ruang, tampak duduk berdempetan dengan wajah bahagia. "Hari ini mereka
tunangan,' kata salah satu tamu pesta. Hahm tunangan? ya, itulah
upacara yang bakal dijalani Indah dan Nisa (bukan nama sebenarnya,
Red). Sepasang cincin telah disiapkan, restu dari teman dan wali telah
dikantongi. Mereka mantap mengikat janji setelah bertahun-tahun memadu
kasih di perantauan. Sambil terus tersenyum dan bertukar pandangan
mesra, mereka saling menyematkan cincin disusul tepuk riuh menggema.
Acara salam-salamanan pun dimulai. Hari itu pula, mereka resmi jadi
anggota komunitas lesbi yang mereka istilahkan "anak tomboi".

ANTARA TRAUMA DAN TREN
Pesta yang berlangsung di akhir pekan itu, hari libur para TKW, sejak
beberapa tahun belakangan ini memang sudah menjadi pemandangan yang
"lumrah". Bahkan tak sedikit di antara pasangan lesbian ini yang sudah
naik pelaminan, berikrar menjadi suami-istri. kehadiran mereka pun
dengan amat mudah bisa dilihat dengan atribut yang nyaris senada,
yaitu rambut pendek, kaus gombrong, celana cargo, aksesoris kulit,
ransel, dan piercing.

Di Taman Victoria, salah satu tempat berkumpulnya para TKW indonesia
dan juga Filipina, para pasangan lesbi ini bergerombol dan tanpa
sungkan mempertontonkan kemesraan mereka. Malah ada yang berciuman
segala! Tentu saja sanak sauara di kampung halaman nan jauh di
Indonesia, tak tahu-menahu kelakuan mereka. Kalaupun tahu, pasti
mereka tak percaya.

Tapi memang begitulah yang terjadi. Fenomena yang membuat kita
mengelus dada. Toh, para pelaku cinta sesama jenis ini seperti tak
peduli akan pandangan negatif orang lain terhadap mereka. Dengar saja
apa kata Chris (34), TKW asal Malang, Jawa Timur, "Habis, kami di sini
kesepian. Selain itu, saya juga trauma disakiti pria. Di kampung, saya
sudah kawin dan punya satu anak, tapi suami sering menyiksa lahir-
batin. Dia suka memukul. Akhirnya saya kabur jadi TKW ke Taiwan lalu
setelah dengar suami kawin lagi, saya jadi TKW di Hong Kong."

Chris yang mengaku bernama asli Yeni ini juga bertutur, selain alasan
kesepian, trauma pada lelaki, "Ada juga yang sudah bawaannya lesbi.
Tapi banyak pula yang cuma ikut-ikutan tren anak tomboi, eh, lama-lama
jadi ketularan jadi lesbi betulan."

Bukannya Chris tak pernah mencoba memadu kasih dengan pria sejati.
"Sempat, sih, pacaran sama orang Pakistan. Kan, di Hong Kong banyak
orang Paki (istilah mereka untuk Pakistan, Red.) yang kerja di
Hongkong. Tapi mereka cuma mau morotin. Bahkan ada yang sampai
dihamili, dapat penyakit kelamin, lalu ditinggal. Susahnya, di sini
laki-laki jarang. Jadi, mereka mudah sekali merayu TKW yang kesepian,"
lanjutnya.

Patah hati, Chris kerap curhat ke sesama TKW. Hingga suatu hari, ia
bertemu seorang TKW sekampung yang merasa senasib. Chris lantas
berpikir, daripada berhubungan dengan laki-laki tak benar, tak ada
salahnya dengan perempuan. "Awalnya kami sembunyi-sembunyi. Ketemu
juga cuma hari libur kayak gini. Dua tahun belakangan saya mengaku
pada orangtua. Mereka jelas kaget. Tapi lama-lama mereka bisa terima.
Saya berhubungan sesama jenis bukan karena seks. Kami merasa sama-sama
disakiti. Kami cuma ingin hidup tenang. Buat masa depan, kami sudah
punya rumah dan ladang di kampung."

Kalau Chris menyebut dirinya lesbian sejati, tak demikian dengan David
(20) alias Ani, TKW asal Pasuruan (Jatim), yang telah dua tahun
bekerja di Hong Kong. Sejak tahun silam, David memangkas habis
rambutnya, selalu mengenakan kemeja dan celana gombrong, aksesoris
pria, serta menggendong ransel. "Jadi lesbi atau tomboi itu, kan, lagi
nge-tren. Makanya saya coba ikut-ikutan. Caranya, ya, berpenampilan
kayak laki-laki dan ganti nama. Kalau pulang kampung, ya, rambut
dipanjangkan lagi. Lagian di sini, kan, jarang sekali laki-laki.
Banyak perempuan yang kesepian. Daripada bergaul dengan laki-laki
enggak benar, mending dengan sesama perempuan, kan aman," ucap David
yang mengaku sebetulnya tak suka berpacaran dengan sesama jenis.

Lantas bagaimana dengan reaksi majikan? "Mereka enggak masalah dengan
penampilan kami asal kerjaan beres dan pulang tidak telat," katanya
santai.

Benar kata Ani, eh, David, banyak rekannya yang sengaja mengubah
penampilan menjadi mirip pria lalu mengganti nama agar terdengar lebih
macho. Jadilah Tika berubah sebagai Chandra, Sri jadi Benny, Mita jadi
Michael, Siswati jadi Aziz, dan sebagainya. "Yang penting, ikut tren,"
kata mereka enteng.
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages