Jakarta – Colombo
Ruang tunggu keberangkatan bandara Soekarno Hatta. Gate D-4.
Waktu sudah menunjukkan pukul 13:00 WIB, tapi tidak juga terlihat pesawat Mihin Lanka ada di parkiran. Ini gelagat adanya keterlambatan, demikian batin saya. Untuk memastikan saya jumpai petugas konter, apa kira2 ada keterlambatan? Si petugas menjawab belum ada pemberitahuan. Kira2 pukul 14:00 WIB barulah masuk si pesawat yg nantinya akan balik mengangkut penumpang ke Colombo. Kalau menurut jadwal yg betul justru jam 14:10 WIB pesawat ini akan berangkat balik ke Colombo. Kini keterlambatan sudah menjadi nyata. Walaupun begitu hal ini masih tidak membuat saya susah. Satu sampai dua jam terlambat memang sdh harus ditelan bulat2 tanpa perlu merasa kesal. Jam 15:15 WIB saya santronin petugas, bertanya “Mbak, coba katakan berapa lama pesawat delay?” pertanyaan saya langsung saja ke permasalahan. Keterlambatan sudah jelas, tapi akan seberapa lama? Jawaban dari si mbak konter tidak lama lagi. Benar, pada pukul 15:30 WIB penumpang disuruh masuk pesawat. Singkat cerita pada pukul 16:00 WIB pesawat baru tinggal landas. Dua jam delay. Selama masa nunggu delay tak sekalipun pihak bandara “bermurah hati” memberitahukan mengapa ada delay.
Penerbangan Jakarta-Colombo hanyalah copy paste suasana pesawat penerbangan Colombo-Jakarta yg sudah saya ceritakan sebelumnya. Yg berbeda ialah kursi penumpang diisi kurang dari separuh kursi yg tersedia. Siapa yg mau tidur merebahkan diri sambil meringkuk bisa milih barisan kursi yg kosong. Seperti penerbangan Colombo-Jakarta, kali ini pun sajian makanan hanya saya cicipin saja, selebihnya saya biarkan tak tersentuh. Saya melihat bukan saya saja yg melakukan hal itu, banyak penumpang lainnya melakukan hal yg sama di kiri kanan.
Saya mengalami beberapa kali delay penerbangan international, tapi karena penerbangan2 itu semua menjaga reputasi international mereka maka penanganan delay tidak membuat penumpang begitu kecewa. Misal seperti yg saya alami dengan Cathay Pacific delay 3 jam di Singapura, tapi begitu tiba di Hong Kong sudah disambut dan akan ditransfer ke penerbangan berikutnya ke Dubai yg bisa menampung di hari yg sama, waktu itu total lost hours cumin 5 jam, itu pun setelah memastikan semua rombongan TKI saya bantu dapat kursi dan berangkat ada dalam grup yg utuh tanpa dipisah2 dan terpecar2 dengan penerbangan2 lain. Kalau saya hanya puas dengan nasib penerbangan saya, waktu yg tersisa banyak di HK pasti saya jadikan kegiatan cuci mata atau tidur puas2 sebelum berangkat. Delay yg dibuat Mihin Lanka memiliki cerita yg 180 derajat terbalik dibanding dg yg sdh saya alami sebelumnya.
Saya tiba di Colombo jam 19:00 waktu setempat.
Cerita “horror” yang mengaduk2 emosi di sinilah bermula hingga 2x24 jam ke depan lamanya.
Saya harus memberi tanda kutip untuk kata horror, karena sebetulnya bukan merefer pada horror adanya pengalaman dengan hantu dan sejenisnya, tapi lebih pada tata cara Mihin Lanka/Srilankan Airlines stuff menangani complain penumpang.
***
Begitu sdh masuk ruang transit, penumpang2 yg akan melanjutkan ke Bahrain, Dammam dan Doha sdh disambut petugas Mihin Lanka (ML) dan dikumpulkan kemudian diberitahu bahwa kami semua (1 orang ke Doha saya sendiri, 7 orang ke Bahrain dan 6 orang ke Dammam) tidak bisa ditransfer malam itu juga kecuali harus menunggu sampai besok malam lagi!
Jrenggg…!
Pelan tapi pasti suhu darah saya mulai naik, getar2 emosi mulai merambat hingga terasa di kulit kepala. Seperti biasa, kalau ada hal yg melanggar logika di kepala saya akan mulai melakukan perlawanan terhadap perlakuan yg tidak normative.
Logika di kepala saya mengatakan terlambatnya Mihin Lanka dari Colombo ke Jakarta (2 jam) sehingga keberangkatan dari Jkt-colombo jadi molor 2 jam plus masa terbang 4.5 jam dengan waktu total setidaknya 6.5 jam sebelum penumpang dari Jkt tiba di Colombo, sdh lebih dari cukup buat stuff ML di Colombo melakukan persiapan/antisipasi untuk menangani sebanyak mungkin penumpang yg terlambat (missed connection flight) ditransfer ke pesawat lain, jadi bukannya menyambut kami terus cuma bilang penerbangan hanya akan bisa dilakukan esok malam setelah 24 jam!
Transfer yg saya maksud misalnya menempatkan saya ke alternatif penerbangan Dubai-Doha malam itu juga (kalau tak ada lagi penerbangan langsung Colombo-Doha malam itu), atau pada penumpang lain dengan rute Abu Dhabi – Bahrain misalnya sepanjang penerbangan itu ada, bagi saya hal tersebutlah yg harus dilakukan/dipertanggung jawabkan oleh stuff ML (kalau saja pihak ML mau memikirkan reputasi mereka).
Tuntutan di ataslah yg saya coba ngotot pada stuff ML dengan segala alasan yg saya punya, termasuk delay bermalam di Colombo itu artinya saya terlambat masuk kerja satu hari di kantor. Pada malam itu apesnya cuman saya saja yg ngotot berupaya meyakinkan ML stuff agar tidak diinapkan di hotel, penumpang transfer lainnya hanya nurut patuh walau mereka kecewa juga. Kalau para TKI wanita sudah pasti tiada perlawanan sama sekali.
Karena ML stuff juga ngotot tidak bisa memenuhi complain saya (habis gimana cuman seorang doang yg komplain) dengan alasan sdh tak ada lagi penerbanagan yg bisa membawa saya ke Doha, pelan2 saya pun hopeless dan mengurangi suhu emosi saya. Saya jadi pasrah. Tapi marah belum cukup berhenti di sini. Masih berlanjut lagi sebelum benar2 kami berada di luar airport seperti cerita berikut ini.
***
Oleh sebab harus menginap di hotel, bagasi penumpang terpaksa juga harus ikut pemiliknya ke hotel. Oleh stuff ML kami disuruh mengambil bagasi masing2, bukan mengambilnya dari konveyor berjalan tapi kami disuruh mengambil sendiri ke gudang penampungan bagasi di ruang penampungan yg ada di balik dinding conveyor berjalan. Setahu saya aturan main yg berlaku ialah tidak seorangpun “unauthorized” person diijinkan masuk ruang tersebut, saya percaya hal ini sudah aturan standard bandara di manapun. Tentu saja alasan sekuriti tidak membolehkan itu. Tapi yg terjadi kami disuruh mengambil sendiri barang kami.
Lagi saya complain, mengapa barang itu tidak diletakkan di conveyor? Bukannya sudah tanggung jawab bandara menempatkan bagasi ke conveyor agar bisa diambil penumpang? Jawaban si ML stuff mereka tidak punya petugas kurir untuk itu! (jawaban yg makin menaikkan ampere saya tentu saja).
Yang lucunya seorang serdadu militer yg bertugas di pintu gerbang ruangan penyimpanan bagasi nyelutuk mengatakan kondisi yg ada sudah standard mereka di situ!
Kata2 si tentara itu ibarat api yg memantik tumpahan bensin buat saya.
Saya jawab dia dengan balasan, “Apa kamu bilang? Kamu sebagai tentara berani2nya mengijinkan org asing penumpang sipil masuk wilayah terlarang yg kamu awasi? Kamu tahu gak, kalau saya seorang teroris ruangan ini sudah akan jadi runtuh saya ledakkan! Dasar kamu ngibul dan tak tahu aturan, kamu kira org bisa percaya?” si tentara itu diam saja mendengar saya marah dan menyenggak dia. Saya tidak tahu mengapa saat itu saya bisa berkata ofensif dengan seorang tentara yg memegang senapan tenpur yg siap dimuntahkan pelurunya. Bagaimana kalau si tentara itu berbuat represif pada saya? Entahlah, perasaan saya saat itu tak ada yg saya takutkan sama sekali.
Sambil berkata begitu saya langsung mikir kalau dia punya atasan yg waras pasti dia bakal kena skors karena tidak mengerti prinsip keamanan. Si tentara itu mestinya memberi advice dan menyuruh ML stuff melakukan prosedur dengan meletakkan bagasi penumpang di conveyor demi aturan protokol keamanan bandara.
Saya sdh tahu sejak awal berdebat dengan org yg bertindak dan berpikir seperti paku akan berkesudahan dengan sia-sia, apalagi berhadapan dengan India dan Sri Lankan. Saya tahu betul orang2 dari benua bawang ini cuman akan terkaing2 dan terkencing2 dengan orang berkulit putih, alias bule. Jadi kalau cuman menghadapi satu orang asia mata sipit kaya saya, apalagi dari tadi cuman saya saja yg complain, tentulah gak akan membuat ML stuff gentar. Saya tahu akhirnya saya hrs mengalah, tapi saya juga tidak bisa membiarkan begitu saja stuff ML tanpa mendengarkan komplain pedas dari saya.
Jangan ke mana-mana pembaca yg terhormat. Tunggu tulisan selanjutnya dengan judul yg berbeda.
Masih ada cerita menarik di hotel tua tempat kami menginap. Hotel ini mengingatkan saya pada sinetron2 horror di TV tanah air. Bukan karena saya jumpa hantu ketika menginap melainkan kondisi hotelnya yg benar2 sangat cocok untuk tempat pembuatan film horror. ;-)
Salam,
Lapiz Lazuli
Disclaimer: The information in this message is confidential and may be legally privileged. It is intended solely for the addressee. Access to this message by another person is not permitted. If you are not the intended recipient, any disclosure, copying, distribution or any action taken or omitted to be taken in reliance on it, is prohibited and may be unlawful. If you have received this e-mail by mistake, please e-mail the sender by replying to this message, and deleting the original and any printout thereof.
Legal Department
Jakarta – Colombo
Jakarta – Colombo