Ada Kasih di Matamu
Oleh: Brian
Cavanaugh
Sumber: The Sower's Seeds
Sore itu adalah sore yang
sangat dingin di Virginia bagian utara,
berpuluh-puluh tahun yang lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin
selagi ia menunggu tumpangan menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak
berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan kaku akibat angin utara yang dingin.
Samar-samar ia mendengar
irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas jalan yang beku
itu. Dengan gelisah ia mengawasi beberapa penunggang kuda memutari tikungan. Ia
membiarkan kuda yang pertama lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian.
Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir
mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju.
Saat yang satu ini
mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang, dan berkata, "Pak, maukah
anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang? Kelihatannya tak ada
jalan untuk berjalan kaki."
Sambil menghentikan
kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah."
Melihat si orang tua tak
mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang
kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda. Si penunggang membawa si orang tua
itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke tempat tujuannya, yang hanya
berjarak beberapa kilometer.
Selagi mereka mendekati
pondok kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda mendorongnya untuk
bertanya, "Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang kuda lain lewat
tanpa berusaha meminta tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin
begini bapak mau menunggu dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana
kalau saya tadi menolak dan meninggalkan bapak di sana ?"
Si orang tua menurunkan
tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si penunggan kuda, dan
menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup kenal
dengan orang."
Si orang tua melanjutkan,
"Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu bahwa di situ tidak
ada perhatian pada keadaan saya.
Pasti percuma saja saya
minta tumpangan. Tapi waktu saya melihat ke matamu, kebaikan hati
dan rasa kasihmu terlihat jelas. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang
lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat saya
membutuhkannya."
Komentar yang menghangatkan
hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam.
"Saya berterima kasih
sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan saya tidak akan sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga
saya gagal menanggapi kebutuhan orang lain dengan kasih dan kebaikan hati saya."
Seraya berkata demikian,
Thomas Jefferson si penunggang kuda itu, memutar
kudanya dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.
..I can't lie,I
can't say i can feel what you feel,
but i'll always
be here just to share your pain..