On Fri, 7 Jan 2005 13:14:48 +0700, risiyanto <
risi...@cpubekas.com> wrote:
>
> Selain ESW perlu dipertimbangkan juga _pendidikan_.
>
diangkat lagi nih topik, gak tahan untuk tidak mengeluarkan pikiran2.
dilihat dari sisi _sosial budaya_, koq saya jadi berpikir rasanya
indonesia belum waktunya menerapkan sistem peringatan dini yang
canggih seperti ini? walaupun dari sisi ekonomi dan teknologi sudah
ada negara-negara yang mau membantu untuk mewujudkannya, ntah itu
bentuknya hutang atau hibah.
saya jadi balik ke usulan mas aris juga mengacu keterangan dari pak br
untuk ikut mempertimbangkan juga pendidikan dan kepedulian masyarakat,
karena dari beberapa artikel yang didapat, salah satunya yang cukup
tajam menyoroti ada di
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=183075&kat_id=16 ,
berisi paparan yang lumayan memberikan gambaran pendidikan kita masih
kurang untuk menghadapi hal serupa ini. beruntung mereka warga simeleu
yang punya warisan ilmu dari leluhurnya.
berikut kutipan dari seorang dosen di jurusan geografi upi, yang
ngasih komentar dengan topik mirip dengan yang lagi kita bahas ini,
"saya agak setuju dengan pendapat artikel itu, terutama bahwa metode
pembelajarannya baru pada aspek pengetahuan saja. Hal ini karena guru
kita masih terkungkung oleh seluruh mekanisme test dikahir
pembelajaran. Guru kita merasa malu jika anak didiknya tidak bisa
mengerjakan soal-soal test seperti sumatif dan UAN. Pengaruh rasa malu
ini berdampak pada usaha guru agar memberi pengetahuan yang banyak
agar siswa mampu menjawab soal. Proses pembelajaran yang mengandung
praktek, simulasi, diskusi, dianggap tidak efekif karena tidak
"mengantarkan" siswa untuk dapat menjawab soal-soal. Coba saja anda
renungkan, guru kita merasa lebih aman jika anak didik lulus UAN
daripada anak memiliki sikap kepemimpinan, kesopanan, atau jujur
(bagian afektif) dan terampil dalam dimensi psikomotor."
memang sih kalo bisa jalan berbarengan keduanya hasilnya akan lebih
baik. ada gak yang bisa ngasih perkiraan kasar, berapa besar
efektifitasnya kira-kira bila kita harus memilih salah satunya, ya
mendidik masyarakat tentang pengetahuan sebelum/saat/sesudah bencana
terjadi dibanding dengan membangun sistem peringatan dini yang
canggih, *jangan pakai metoda yang 68% atau 75:25 yah* :)
kembali ke point tiga siaran pers IAGI, "kita hidup di daerah rawan
bencana alam. Juga perlu disadari bencana alam itu hampir selalu
datang tiba-tiba". lagian dari informasi di bmg sendiri mereka pernah
punya perangkat tremort (tsunami detektor) di tretes, dan
satu-satunya, sudah gak bisa dipake dengan alasan sederhana,
perangkatnya receivernya kesambar petir :) .. jangan-jangan nanti
setelah keluar duit banyak-banyak yang terjadi malah sama.
--
Firman Pribadi -
http://web.pribadi.or.id