>mungkin kemauan
saya seharusnya kita memperlakukan seorang kriminal sebagaimana
seharusnya
seorang kriminal diperlakukan, baik di darat maupun di internet
Setuju. Selanjutnya, energi dan temanya berubah dong: "Ganyang
Koruptor", "Ganyang Kemiskinan", dll.
Salam Perdamaian,
--ace++
peran media tidak hanya sekedar memberitakan, tetapi juga memiliki
fungsi kontrol sosial. silakan pihak-pihak yang sedang merasa "gerah"
dengan pemberitaan aksi deface di detikinet, baca dengan benar-benar
seluruh isi berita, dan kaji baik-baik pesan yang tersirat.
apakah berita-berita terakhir tentang aksi deface tersebut sekedar
memberitakan saja (dan bersifat profokatif), ataukah ada semacam "pesan
moral" atau "kritikan tajam" kepada para pelaku aksi deface? silakan
cermati baik-baik.
masalah kualitas jangan dipukul-ratakan dengan kuantitas. bukan berarti
yang berkualitas harus diimbangi dengan kuantitas, bukan pula kuantitas
dapat menjadi tolok ukur mutlak atas suatu kualitas berita.
dan dampak dari pemberitaan suatu media memang bisa seperti pisau
bermata dua. digunakan untuk keperluan yang positif, bisa. untuk yang
negatif, bisa. saya tidak ingin berdebat di permasalahan
positif-negatif ini, karena masing-masing dari kita tentu akan memiliki
sudut pandang dan peran yang berbeda.
justru perbedaan tersebut akan menjadi rahmat dan kebaikan bersama,
ketimbang dipaksakan untuk "setuju satu suara" tetapi kondisi menjadi
tidak kondusif untuk membangun TI Indonesia.
meskipun demikian, memang teman-teman di detikinet menyadari bahwa
detikinet tidak akan bisa maju tanpa adanya kritik dan saran dari
pembaca setianya. setiap saran, kritik ataupun keluhan tentunya akan
menjadi masukan yang sangat berharga bagi pengembangan detikinet
selanjutnya.
nb:
sekaligus saya mau mencoba mengajak kembali rekan-rekan yang punya
opini atau pendapat terhadap sesuatu yang terkait dengan bidang IT.
kirimkan tulisan rekan-rekan berikut dengan foto diri (jika ingin
fotonya dimuat) ke redaksi[at]staff.detik.com cc
detikinet[at]yahoo.com.
tulisan rekan-rekan yang memang belum pernah dimuat di media manapun
(termasuk di blog) dan sesuai dengan kriteria tulisan yang cocok bagi
pembaca detikinet.com, akan kami muat dalam rubrik "Kolom Telematika".
tetapi mohon maaf, karena saat ini detikinet.com belum punya kebijakan
memberikan kompensasi (fee) kepada rekan penulis.
tetapi ijinkan saya mengeluarkan uneg-uneg sedikit. sejak lebih dari 1
bulan lalu ajakan serupa saya lempar ke milis ini, tidak ada satupun
dari rekan-rekan yang telah mengirimkan tulisan. ada beberapa orang
yang mengirimkan artikel, tetapi artikel tersebut sudah pernah dimuat
di blog atau situs masing-masing jauh hari sebelumnya.
saya agak sedih, ketika dahulu rekan-rekan sempat beranggapan bahwa
media tidak memberikan porsi yang berimbang kepada pihak lain untuk
menyampaikan pendapatnya, atau ada anggapan media pilih-pilih nara
sumber.
nah setelah diberikan kesempatan yang seluas-luasnya dan cenderung
tidak sulit, ternyata tidak juga dimanfaatkan. padahal proses menjadi
seorang nara sumber (untuk dikutip/diwawancara media) haruslah dimulai
dari proses "memperkenalkan" diri dan kompetensi, kepada masyarakat
umum, khususnya pembaca media yang bersangkutan. dan salah satu cara
yang cukup efektif adalah dengan membuat tulisan, artikel atau opini.
jadi, sekali lagi, saya "tagih" peran-serta rekan-rekan untuk
memintarkan masyarakat Indonesia di bidang TI, melalui tulisan. karena
saya yakin, kalau hanya sekedar mencerca pendapat nara sumber lain
melalui milis atau blog, tanpa ada itikad baik untuk memperbaikinya
melalui tulisan yang cukup berbobot di media, maka hal tersebut tidak
akan menjadi efektif.
demikian sekedar pendapat dari saya, mudah2an bermanfaat.
-dbu-
1. untuk tidak ditampilkan iklan, ini agak sulit. karena memang
pemasukan detikcom yang utama adalah dari iklan, beda dengan cetak yang
juga ada pemasukan dari sirkulasi (berlangganan, beli eceran, dsb). hal
tersebut sama saja bagaikan meminta pengelola acara di tv untuk tidak
memunculkan iklan saat acara sepakbola. lalu untuk space iklan di
halaman detikcom tersebut, ini merupakan keterlibatan antara pihak
marketing dan pihak pemasang iklan. jadi bukan sekedar kewenangan
redaksional belaka.
2. soal ditampilkan di tempat lain, sebenarnya di e-mail ajakan dari
saya sekitar 1 bulan lalu, sudah dijelaskan panjang lebar. silakan
kalau tulisan yang telah dimuat di detikcom, keesokan harinya langsung
di arsipkan di blog, di website atau di posting di milis. jadi jangan
dibalik, apa yang "telah" menjadi arsip di blog, situs atau milis, lalu
dikirimkan ke detikcom.
3. sebagai "kompensasi" atas belum adanya fee bagi rekan2 penulis,
sebenarnya sudah ditawarkan beberapa hal :
--- dimungkinkan menyebutkan nama perusahaan (dan alamat lengkap jika
dikehendaki) dan kompetensi diri untuk menjelaskan identitas penulis.
contoh "Penulis, Mr ABC, adalah penggiat Open Source, dan sehari-hari
menjabat sebagai Direktur pada PT XYZ. Dapat dihubungi melalui e-mail
a...@xyz.com".
--- foto diri akan dipasang pula, apabila memang diinginkan.
--- target jumlah pembaca detikcom lebih dari 40 ribu unique visitors
(IP), dengan asumsi pesimis 1 IP dipakai oleh 5 hingga 10 orang
(warnet, perusahaan, kampus, sekolah, dll). kalau menurut asumsi
optimis APJII, 1 IP sekitar 20 orang. jadi silakan dihitung sendiri,
berapa sebenarnya calon pembaca potensial tulisan/opini rekan2.
lalu tidak menutup kemungkinan, dari detikinet.com sendiri akan mencoba
mencari sponsor souvenir dari para mitra. sehingga dikemudian hari bagi
para penulis, mudah2an akan bisa mendapatkan semacam souvenir.
bagaimana? sudahkah ada yang berminat menulis di media massa, ataukah
memang lebih senang memilih di jalur milis/blog? ya ndak apa2 sih, toh
hidup juga memang pilihan :)
-dbu-
jadi bahwa menulis di media massa lebih ada "tekanan", ya memang.
karena di media massa ada fungsi gatekeeper yang bertanggung-jawab
untuk menyaring apakah suatu tulisan dapat bermanfaat bagi sidang
pembaca / masyarakat umum, atau tidak. jadi tidak sekedar untuk dirinya
sendiri, atau untuk komunitasnya sendiri.
persis seperti saya menulis beberapa artikel untuk suatu media cetak
nasional. beberapa dimuat, dan lebih sering dikembalikan. alasannya
bisa banyak sebab, dari soal orisinalitas, faktualitas, manfaat bagi
masyarakat umum, gaya bahasa, bobot/isi, dsb.
jadi mohon dapat dimaklumi, menulis untuk media massa, apalagi yang
dibaca oleh banyak orang, "tekanan"-nya memang berbeda.
jadi bagi yang tetap ingin berkreasi (dan lebih nyaman) melalui blog,
silakan saja. tetapi bagi yang ingin berkreasi atau setidaknya belajar
berkreasi melalui menulis di media massa, nah saya mencoba
menjembatani.
cuma, mari kita ikuti aturan main sebagaimana media massa secara
umumnya. akan sulit apabila aturan main di blog diterapkan di media
massa, atau demikian pula sebaliknya.
hingga saya mohon nantinya tidak pula menyudutkan teman2 media, bahwa
seakan2 mereka tidak pernah memberikan kesempatan kepada pihak lain
untuk beropini seluas2nya melalui media massa.
lalu soal boleh-tidanya suatu artikel dimuat di media lain (blog,
milis, situs pribadi), saya nyaris lelah mengulang2 hal ini :)
ini saya copy-paste saja deh :
"soal ditampilkan di tempat lain, sebenarnya di e-mail ajakan dari saya
sekitar 1 bulan lalu, sudah dijelaskan panjang lebar. silakan kalau
tulisan yang telah dimuat di detikcom, keesokan harinya langsung di
arsipkan di blog, di website atau di posting di milis. jadi jangan
dibalik, apa yang "telah" menjadi arsip di blog, situs atau milis, lalu
dikirimkan ke detikcom"
tambahan : karena salah satu syarat mutlak pengiriman artikel/opini ke
media massa manapun, adalah masalah faktualitas dan keterkinian. jadi
apa yang benar2 jadi isu menarik dan lagi hangat2nya. nah kalau artikel
tersebut ternyata sudah pernah menjadi arsip di blog, milis atau situs
pribadi, berarti syarat faktualitas dan keterkiniannya kurang
terpenuhi. yang pasti, kalau suatu tulisan sudah pernah dimuat oleh
suatu media massa, maka media massa yang lain pasti menolak tulisan
yang sama.
demikian, mudah2an bermanfaat :)
nb:
segmen pembaca IT detikcom memang beragam, ada yang newbiee dan ada
pula yang "geek". tentunya dengan adanya berbagai pilihan media massa
(online) di Internet, maka siapapun berhak menjadikan media massa
manapun untuk menjadi referensinya sehari-hari :)
demikian, mudah2an bermanfaat.
-dbu-
--- "target" jumlah pembaca detikcom lebih dari 40 ribu unique visitors
(IP)........
saya salah ketik, seharusnya bukan "target", melainkan "terdata".
jadi seharusnya tertulis :
--- "terdata" jumlah pembaca detikcom lebih dari 40 ribu unique
visitors (IP) ........
demikian, ralat ini saya sampaikan :)
-dbu-
dalam menulis suatu berita, tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi.
bahwa ada opini penulis yang "tidak sengaja" masuk, tentu ini tidak
bisa dipungkiri.
dalam pemberitaan manapun, obyektifitas adalah menjadi relatif, ketika
kita berbicara cara penulis berita melihat suatu keadaan,
latar-belakang informasi yang dimilikinya, hingga harapan atas perilaku
sosial yang akan terjadi atas pemberitaannya.
bahkan kalau kapan2 kita sempat berdiskusi tentang kaidah jurnalistik,
bagaimana suatu media massa menempatkan diri, salah satunya bisa
dilihat dari pemilihan judul, nara sumber, kalimat pembuka, hingga
kalimat penutup.
saya akan "bongkar" sedikit dapur detikinet.com. jadi kalau mas bas,
dan rekan2 lainnya, perhatikan baik2. ada beberapa kali penyesuaian
"judul kecil" berkaitan dengan kasus deface antara malaysia vs
indonesia. urutan2nya, kalau tidak salah, adalah sebagai berikut :
1. "Numpang Isu Sengketa Ambalat"
2. "Aksi Ganyang Situs Malaysia
3. "Aksi e-Ganyang Situs RI - Malaysia"
jadi ada 3 "judul kecil" (yang diikuti dengan judul besar/inti) hanya
untuk sebuah kasus yang sekilas tampak sama. mengapa demikian?
mohon maaf, saya akan jelaskan akan sedikit panjang-lebar.
judul 1,
dilatar-belakangi dengan munculnya pertama kali kasus deface situs
malaysia oleh pihak indonesia. waktu itu detikinet belum terlalu yakin
seberapa besar skala serangan tersebut nantinya, apakah aksi deface
tersebut hanya akan terus bersifat sporadis, ataukah akan ada eskalasi.
jadi digunakanlah judul kecil "Numpang Isu Sengketa Ambalat", karena
kita belum tahu lebih detil latar-belakang aksi tersebut.
judul 2,
setelah adanya aksi deface perdana di atas, maka dengan menggunakan
insting jurnalistik, detikinet langsung "terjun" ke beberapa chatroom
underground indonesia. dari sana terpantau sudah mulai ada ajakan2 agar
sesama "cracker" indonesia bersatu, dan menyerang situs2 malaysia.
latar belakangnya adalah memang soal sengketa ambalat. tetapi, jika
detikinet menggunakan "judul kecil" yang pertama tadi, maka "kekuatan"
atau "ruh" dari berita akan terdegradasi. sebab, ada penggunaan kata
"Numpang", yang seolah-olah hanya sekedar tempelan saja. karena gejolak
yang terjadi di chatroom tersebut, bisa dipahami setara dengan gejolak
di beberapa daerah yang terkait dengan pembukaan posko relawan.
jadi, detikinet ingin menyampaikan informasi bahwa apa yang dirasakan
oleh masyarakat di dunia "nyata", terjadi juga dengan mereka yang di
dunia "maya. jadi, "kekuatan" atau "ruh" beritanya kita sejajarkan
dengan perkembangan berita pada desk politik dan peristiwa. untuk itu,
detikinet gunakan judul kecil "Aksi Ganyang Situs Malaysia". pilihan
kata "Ganyang" tersebut pun juga lantaran terdapat pula penyebutan
istilah tersebut (berulang2) di dalam chatroom.
judul 3
setelah detikinet memantau terus chatroom indonesia, kemudian dilakukan
pemantauan langsung juga ke chatroom malaysia. ternyata di chatroom
kedua belah pihak, sudah ada aksi provokasi, aksi adu hasil deface,
dsb. mereka secara frontal bahkan sudah saling tantang. jadi kurang
tepat apabila eskalasi aksi deface yang terjadi sebab utamanya adalah
pemberitaan di media massa. bahwa pemberitaan di media massa ada
pengaruhnya, memang bisa jadi.
tetapi kalau kita mencoba memahami psikologi kelompok, maka perilaku
brutal atau bringas akan lebih terdorong dari motivator2 (provokator2)
di dalam kelompok itu sendiri. jati diri seseorang akan nyaris
tertutupi oleh jati diri kelompok yang lebih dominan (ini menjelaskan,
mengapa orang yang baik2, tiba2 bisa sedemikian sadis menghajar dan
bahkan menghabisi nyawa seorang maling beramai-ramai, atau murid yang
kalau diajak berantem satu-lawan-satu pasti ciut, tetapi begitu
tawuran, nyalinya luar biasa)
nah karena detikinet sudah melihat bahwa kedua belah pihak sudah saling
ancam dan saling serang, maka kita tidak bisa lagi menggunakan "judul
kecil" 2 di atas, karena aksinya bukan lagi satu pihak (ganyang situs
malaysia), tetapi sudah kedua belah pihak. untuk itu kita ubah judulnya
menjadi "Aksi e-Ganyang Situs RI - Malaysia".
kemudian pilihan kata "e-Ganyang" tersebut adalah semacam "pemanis".
ketika semua orang berbicara tentang "e", dan kita semua menerima
idioma e-commerce, e-learning, e-government, dan "e" lainnya, mengapa
juga tidak kita gunakan "e-Ganyang". dengan penggunaan kata yang tidak
lazim, maka di satu sisi akan menyebabkan orang menjadi penasaran, dan
judul tersebut menjadi lebih "unik" untuk mencari perhatian.
nah, setelah berita2 berlanjut... tentu kita pantau terus kondisi
chatroom dan laporan2 kondisi server di indonesia. kemudian kita
melihat, sudah mulai ada 1-2 posting di chatroom yang intinya bersifat
profokatif tidak lagi sekedar terkait dengan isu ambalat saja, tetapi
sudah mulai adu jago dan adu pamer hasil deface mereka di media.
apakah dengan demikian detikinet langsung menstop pemberitaan? itu
tentu bukan pilihan yang bijak. pada posisi demikianlah maka detikinet
menentukan posisinya. detikinet sebagai media massa, tetap melakukan
pemberitaan secara faktual dan konsisten. tetapi sebagai sebuah fungsi
kontrol sosial, detikinet harus bersikap.
bagaimana dan seperti apa sikap yang diambil oleh detikinet? silakan
rekan2 baca baik2 setiap kalimat atau paragraf penutup di beberapa
berita terakhir yang terkait dengan aksi saling deface.
jadi, saya tidak akan membantah jika ada pendapat bahwa detikinet
seolah2 hanya mengejar "berita yang itu2 saja". ya memang, karena
sebagai sebuah media online, detikinet selain "breaking news" (saat itu
juga), juga "running news" (berkelanjutan).
tetapi saya akan siap beradu argumen, jika ada yang berpendapat bahwa
"berita yang itu2 saja" dilakukan tanpa pertimbangan yang masak, tanpa
alasan yang jelas, atau cuma sekedar mengejar setoran (tidak ada stok
berita) :)
saya bersedia share lebih banyak ke rekan. tetapi tidak setiap waktu
saya bisa membongkar isi dapur dan kebijakan pemberitaan di detikinet,
seperti yang saya sampaikan saat ini. bukan karena pelit informasi,
tetapi waktu untuk saya melakukan hal ini juga tidak terlalu banyak
nb:
saya ada usulan, kalau memang rekan2 setuju, mengapa tidak
sekali-sekali kita bikin diskusi face-to-face? bisa dengan berkunjung
ke detikcom, melihat proses kerja pemberitaan, lalu ditutup dengan
diskusi banyak hal. saya siap jadi guide-nya :)
mudah2an bermanfaat.
-dbu-