Begini Terobosan Seniman New York Memerangi Fobia Islam

0 views
Skip to first unread message

tiyas

unread,
Aug 23, 2010, 5:41:59 AM8/23/10
to Sutiyoso Wijanarko
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/08/07/128833-begini-terobosan-seniman-new-york-memerangi-fobia-islam

Begini Terobosan Seniman New York Memerangi Fobia Islam
Sabtu, 07 Agustus 2010, 20:58 WIB

www.teaproject.com

Salah satu segmen dalam pertunjukan TE\'A Project

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Seorang wanita menunggu di peron kereta
bawah tanah, kepala menunduk, pura-pura mengabaikan penghinaan. Di
bangku yang sama, sekelompok teman-teman mendengarkan lelucon rasis,
cekikikan. Di bagian lain, seorang pemuda menunggu dengan penuh harap
hasil wawancara kerja.

Semua adegan yang dijalin bersama dengan sebuah benang merah: apa
artinya menjadi Muslim di New York, sembilan tahun setelah peristiwa
11 September 2001. Seluruh cerita dikemas dalam satu wujud pertunjukan
seni teatrikal.

Pertunjukan, yang telah dipentaskan di gereja-gereja, sekolah, dan
pusat-pusat komunitas lebih dari selusin kali di seluruh kota, diberi
judul Under the Veil: Being Muslim (and Non- Muslim) in America, post
9/11. Pertunjukan ini digagas oleh sebuah gerakan bernama TE'A
Project, sebuahusaha kolaboratif yang menggabungkan kekuatan narasi,
teater, dan dialog yang difasilitasi dalam upaya untuk menciptakan
pemahaman bersama tentang sebuah perubahan sosial.

TE'A, yang berarti Teater, Engagement, dan Aksi, adalah gagasan Radha
Kramer, seorang wanita tak kenal lelah yang matanya bersinar ketika ia
berbicara tentang filosofi di balik proyek itu. Semua didasarkan pada
Pendekatan Insight, teori milik filsuf-teolog Bernard Lonergan.

Di dalamnya, kata Kramer, berisi teknik-teknik resolusi konflik: bahwa
dengan mencapai wawasan tentang pengalaman orang lain, kita dapat
belajar untuk berempati. "Dengan demikian menciptakan kesempatan untuk
menjalin hubungan satu sama lain yang melampaui batas-batas sosial dan
budaya," katanya.

Menurutnya, wawasan yang terbuka adalah kunci segalanya. "Sekali Anda
memiliki wawasan dalam diri Anda, atau orang lain, Anda selamanya
berubah," ujarnya.

Pertunjukan Under The Veil, katanya, adalah puncak dari proses panjang
yang melibatkan banyak stakeholder. Proses TE'A dimulai dengan
mengumpulkan sekelompok seniman bersama untuk mendiskusikan isu-isu
sosial yang paling penting bagi mereka. Ketika sebuah konsensus
tentang satu topik tercapai, mereka masuk ke komunitas mereka untuk
berbicara dengan orang tentang pikiran mereka dan pengalaman dengan
masalah ini.

Setelah beberapa bulan dan lusinan wawancara dan diskusi, para seniman
berkumpul untuk membuat kinerja teater mewakili suara orang-orang yang
mereka ajak bicara itu.

Hasilnya, lahirlah pertunjukan itu. "Ketika Anda memiliki wawasan yang
signifikan, seperti 'oh, wanita yang mengenakan jilbab di sana bahwa
tidak mungkin orang yang telah saya diasumsikan sebelumnya,' itu
membuka dunia baru dari rasa ingin tahu: siapa dia?" ujarnya.

Produksi TE'A pertama kali disajikan pada Mei 2009. Topik menjadi
Muslim di New York pasca Tragedi 11 September dipilih dengan suara
bulat oleh anggota TE'A.

"Tidak ada orang yang membicarakannya," kata Kramer. "Tidak ada yang
meminta Muslim di New York untuk menceritakan, misalnya, 'Apa yang
terjadi pada Anda setelah tragedi itu? Bagaimana perasaan Anda?
Keputusan Apa yang telah Anda dibuat sejak 9/11? Dan sebagainya."

Yang cukup menarik, tidak ada satupun dari lima penggagas TE'A Project
yang beragama Islam. Namun kata Kramer, di sisi hati yang paling
dalam, mereka tak rela Muslim diperlakukan tidak adil dan fobia
terhadap Islam seolah "dibudayakan".

"Itulah keindahan seni dan teater," jelasnya. "Kita bisa menceritakan
kisah satu sama lain," katanya. "Jika orang Yahudi hanya bisa
menceritakan kisah-kisah Yahudi, dan hanya Afrika-Amerika bisa
menceritakan Afrika-Amerika, maka di mana kita? Inilah saatnya Amerika
membuka mata, telinga, dan hati, dan mengatakan 'saya peduli cerita
Anda'. Dan bukan hanya cerita Anda; itu cerita kita."

Kramer mendesak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses dialog
berbagi tentang isu-isu sensitif. "Kita hidup di dunia yang sama,"
katanya. "Kenapa kita tidak saling peduli dan berbagi?"

Red: Siwi Tri Puji B
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages