Dear all
Saya sampaikan foto kondisi di lapangan yang terjadi dalam proses logistik di Indonesia (lokasi Bandung - Kopo)
Kasusnya adalah pengiriman botol plastik dan dilihat dari berat sangat ringan
Kondisi tersebut salah atau tidak...? Siapa yang bertanggung jawab...?
1. Perusahaan Pengirim
2. Perusahaan Logistik atau Perusahaan Angkutan
3. Polisi Lalu Lintas
4. Dinas Perhubungan (Pemerintah yang mengluarkan aturan)
Apakah kondisi ini bisa diperbaiki...?
Salam Logistik & Supply Chain
RBS
RBS
--
Mitra SCI:
PT Enseval Putera Megatrading, Tbk., PT Wira Logitama Saksama,
PT CEVA Logistics Indonesia, PT Sistim Solusindo International (Schaefer Indonesia), Logistics & Supply Chain Center - Widyatama University
---
You received this message because you are subscribed to the Google Groups "Supply Chain Indonesia" group.
To unsubscribe from this group and stop receiving emails from it, send an email to supplychainindon...@googlegroups.com.
To post to this group, send email to supplychai...@googlegroups.com.
Visit this group at http://groups.google.com/group/supplychainindonesia?hl=en.
For more options, visit https://groups.google.com/groups/opt_out.
Dear Groups,
Topik ini memang menarik sekali untuk dibahas. Karena memang minimnya pendidikan akan kapasitas truck yang sebenarnya.
Truck GVW (Gross Vehicle weight) / JBB 26500 biasanya spesifikasi yang dimiliki truck tronton long chasis. GVW ini sebenarnya adalah berat total kendaraan + muatan. Jadi GVW 26500 itu bukan beban muatan saja. Dalam menentukan GVW selain kekuatan truck diperhitungkan, sebenarnya kekuatan ban lah yang memagang pernanan penting. Sebagai contoh ban 1000.20. kekuatan per bannya adalah 2650kg. maka secara total kemampuan daya tahan truck terhadap beban tsb adalah 26500kg.
Beban kendaraan truck tronton adalah sekitar 11000 – 12000kg. jadi sebenarnya menurut aturan pabrik pembuat mobil. 26500 – 12000 = 14500kg. untuk sebuah kendaraan tronton dengan ban 1000.20 dan gvw 26500 mengangkut muatan secara aman adalah 14500. Beban diatas itu diluar rekomendasi pabrik. Jangankan 30ton Pak. 20ton aja ga aman.
Kadangkala dengan memperhitungkan dimensi box JBI tidak selalu sesuai dengan JBB. JBI adalah berat yang diijinkan oleh pemerintah. JBI selalu lebih kecil dari JBB. JBB 26500 biasanya JBI nya kurang lebih 22000. Jadi 22000 – 12000 maka net muatannya hanya 10ton saja. Diatas itu harus bayar dispensasi di timbangan.
Jadi benar semakin banyak jumlah ban yang dimiliki semakin besar pula kapasitas truck walaupun mesin juga harus mendukung beban tersebut. Jadi hitung saja. 2650kg per ban x jumlah ban yang dimiliki. Tentunya temen2 harus memperhitungkan berat kendaraan baru diketahui net muatannya.
Tq
Rgd,
Kyat
Lookman Djaja
From:
supplychai...@googlegroups.com
[mailto:supplychai...@googlegroups.com] On Behalf Of Setijadi
Sent: 10 Maret 2013 8:29
To: supplychai...@googlegroups.com
Subject: Re: [SCI] Profil Logistik
Pak Budi Setiawan,
Dear All,
Selamat sore semua, sorry baru Nimbrung.
Mengenai aturan JBI atau JBB atau GVW atau GVM, berikut bisa saya sharingkan:
Penentuan besarnya kapasitas GVW atau GVM betul seperti apa yang sudah disampaikan oleh Pak Kyat dari LJ, saya menguatkan saja bahwa GVM diambil dari kemampuan truck tersebut menahan beban (rigid/gendong) dan kemampuan menarik beban (Head Truck) yangn sumbernya atau dasarnya diambil dari HP/PS, wheel base, struktur chasis dan suspensi (mechanical spring/air supension), kekuatan as roda truck dan ukuran tire/ban yang menopangnya, jadi ban berkontribusi cukup penting karena sebagai penahan akhir, makanya untuk truck kapasitas 200PS keatas sekarang semuanya pakai ban 10.00 - 20, baik jenis BIAS, atau R 20 Radial tube atau 11R 22.5 Radial Tubles. Faktor terbesar yang menentukan tingkat JBB/GVM yang pertama adalah PS atau HP, seperti HT untuk 40" kapasitas diatas 25 TOn harus pakai minimal 320PS.
Dear Pak Budi,
Untuk peraturan overtonase kendaraan itu adalah wewenang DLAJR pada saat kita kir. Setelah kita mengekirkan kendaraan kita maka truck kita bisa dipakai di jalan. Truck ini jadi legal berjalan di jalan umum. Tentunya ada buku kir yang memastikan berapa beban muatan dan berapa besar JBI yang diperbolehkan oleh pemerintah untuk kita angkut di jalan umum. Nah disini kemudian peranan jembatan timbang di tiap daerah dengan payung hukum perda untuk memastikan bahwa muatan yang kita angkut apakah sudah sesuai dengan buku Kir. Jika setelah ditimbang kita melebihi JBI yang dijinkan maka truck kita telah melanggar hukum, maka sanksinya adalah tilang atau bagaimana bunyi perda masing2 daerah. Jadi jika yang harus kita taati adalah buku KIR yang dibawa oleh masing2 truck. Karena buku tersebut adalah payung hukum untuk berapa muatan yang bisa diangkut kendaraan tersebut.
Buku KIR untuk tipe2 kendaraan biasanya sama. Tronton JBB 21000 – 26000, Fuso 14000 – 16000, dsb. Tentunya JBI nya bervariasi dan lebih rendah dari JBB.
Sebenarnya perda yang dibuat pemerintah ini baik adanya. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi jalan2 negara kita dari eksploitasi muatan berlebih. Tiap jalan juga mempunyai kelas jalan masing2. Muatan berlebih selain merusak asset Negara juga membahayakan pemakai jalan yang lain. Kesimpulannya gunakan truck yang sesuai untuk tiap beban yang diangkut. Contoh colt diesel = 4 ton, fuso = 6-8 ton, tronton = 11-12ton, trailer tergantung jumlah axle bisa 20-40ton. Dan masih street legal karena sesuai dengan KIR.
Kasus diatas adalah untuk jalan Negara yang tidak berbayar seperti jalan provinsi. Jalan tersebut dilengkapi dengan jembatan timbang. Lain halnya dengan jalan tol. Jika trans jawa atau trans Sumatra sudah bisa dipergunakan, maka overtonase bisa merajalela. Karena muatan di jalan tol tidak ada yang mengukur. Kecuali ada payung hukum khusus seperti jembatan timbang di dalam tol dan sampai sekarang belom ada.
Sebenarnya gunakan truck sesuai dengan peruntukannya adalah yang paling tepat Pak. Acuanya adalah buku KIR. Karena jika kita memakai colt diesel untuk muat 20 ton perjalanan jakarta medan. Sesampai di medan kita tidak tahu apakah masih berbentuk colt diesel.
Jika kita berandai2 semua harus mengikuti peraturan yang ada, efek positifnya APBN bisa diirit untuk perbaikan jalan, angka kecelakaan bisa ditekan (mobil terguling karena ban pecah akibat overtonase), truck jadi lebih awet. Saya rasa harga barang akan naik aja mengikuti inflasi dan tidak akan bisa ditekan toh kita juga dituntut untuk semakin bertambah maju/naik tiap tahunnya. Untuk harga pengangkutan tendensinya juga naik Pak. Semua tergantung komponen yang mengakibatkan biaya itu naik. Seperti UMP naik otomatis biaya driver dan kenek juga naik. Investasi juga naik karena harga truck juga akan semakin mahal tiap tahunnya. Jalan juga semakin semrawut dan macet tanpa disertai penambahan infrastruktur menyebabkan utilisasi truck semakin rendah. Belom lagi issue quota BBM yang bisa menjebolkan APBN dan menyebabkan BBM naik, ongkos angkut bisa naik drastis.
Pertanyaanya apakah kita semua bisa mengikuti peraturan di KIR jika, overtonase masih bisa jika ada duit MALL di timbangan, mengikuti peraturan tonase perusahaan customer jika ingin ikut tender. Jadi jika peraturan 0 tolerance to overtonase benar2 ditegakkan, maka saya rasa tidak akan ada truck yang overtonase. Mengarah ke pertanyaan selanjutnya apakah market siap dengan lonjakan harga barang kebutuhan pokok. Itulah kondisi riil yang kita hadapi.
Sebenarnya alternatif kendaraan itu banyak tinggal kita menggunakan yang sesuai aja dengan muatan kita dan legal.
Terima kasih semoga membantu
Rgd,
Kyat
Ok P Gani.
Terima kasih info tambahannya Insya Alloh bermanfaat buat semua rekan-rekan di SCI dan melengkapi apa yang sudah disampaikan oleh P Setijadi, Kyat, P Nofrisel, P Sugi & P Yaswandi
Semoga perjalanan ke Cina memperoleh manfaat yang positif untuk membantu mengembangkan Logistik di Indonesia sehingga bisa sebanding antara "Muatan = Infrastruktur Jalan" agar proses logistik bisa berjalan lancar dan tidak ada masalah dengan infrastruktur jalan.
Salam Logistik
RBS
Dear all,
Dinas PU sebenarnya juga ikut andil dalam kerusakan jalan di daerah tertentu. Seperti ada sebagian jalan provinsi di wilayah pantura yang diakui jalan kelas 1 tapi kualitas jalan yang dipake hanya urugan tanah berlapis aspal. Seharusnya ada hitungannya dong dalam membuat jalan. Misalnya: Truck tronton dengan JBI 24000 berarti beban per titik ban jika kita asumsi rata maka 2400kg/20cm2. Jika saya asumsi permukaan per ban yang melekat di aspal 20cm2. maka jalan kelas 1 yang kualitas jalannya jauh dibawah itu akan cepet rusak dan berlubang. Kadang saya bingung juga dalam menentukan tender untuk jalan dengan kelas tertentu. Harusnya kan ada spesifikasi minimal yang bisa dilalui truck.
Lain halnya Jika kualitas setandard jalan sudah terpenuhi baru kita bisa me-reinforce pelanggaran hukumnya. Misal truck fuso overtonase bermuatan 15 ton dengan beban kendaraan 7 ton maka totalnya 22 ton. Maka 22ton / 6 = 3600kg/20cm2/ban. Muatan overtonase jelas merusak jalan yang hanya dalam pembuatannya pas2 an saja kekuatannya (2400kg/20cm2). Disinilah diharapkan peranan temen2 logistic untuk menjaga jalan Negara yang dalam pembuatannya sepsifikasinya hanya pas2 an dengan muatan sesuai JBI atau JBB.
Politik tambal sulam sepertinya yang dibudayakan disini Pak. Mebuat jalan dibawah standard sehingga ada kesempatan buat diperbaiki lagi. Jika kualitas jalan dibuat kelas 1 maka sebenarnya umur dari jalan tersebut jauh lebih panjang atau bahkan tidak perlu diperbaiki lagi. Tapi yang perlu diketaui temen2 yang jelas overtonase itu tak hanya merugikan orang lain dan Negara tapi juga transporter sendiri.
Hitung2annya seperti ini:
Umur ban akan jauh lebih pendek. Contoh muatan tonase 9 bln muatan overtonase bisa 6 bahkan 4 bulan saja. Jika ban per unitnya 3jt Rp. Maka untuk muatan overtonase gila2 an untuk mobil tronton 3 x 10pcs / 4 =7.5jt per bulan. WOW. Belom lagi jika meledak di tengah jalan. Akibat kolateralnya bisa pemakai jalan lain. Berapa biaya yang harus dikeluarkan lagi untuk mengurus kasus.
Pemborosan BBM. Semakin berat muatan melebihi kapasitas standard truck semakin boros Trucknya vs truck yang muat sesuai tonase.
Pemborosan waktu karena jalannya harus super pelan sehingga menyebabkan antrian pengendara lain. Perputaran truck jadi tidak maksimal.
Safety jelas merupakan concern utama berapa mobil yang terguling dan tidak kuat nanjak karena muatan overtonase.
Umur mesin, transmisi, garden karena mereka sudah didesign dengan spesifikasi tertentu. Umur mereka rata2 700.000 – 1.000.000 Km sebelum perlu di overhaul. Jika muatan melebihi kapasitas batas maka jangankan 500.000Km mungkin 300.000 km aja sudah perlu turun mesin. Tergantung seberapa tingkatan overtonasenya. Untuk turun mesin sekali membutuhkan dana 20-30 juta belom juga effisiensi yang hilang karena tidak bisa dipakai trucknya.
Singkat kata overtonase memperpendek umur asset anda, merugikan orang lain dan Negara. Patuhilah JBI dan JBB kendaraan karena mungkin kualitas jalan yang kita lalui hanya dibuat pas pas an saja.
Terimakasih
Rgd,
Kyat