Saya baru saja mengikuti Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Nasional yang diselenggarakan dari tanggal 18 s.d. 20 November 2010 di Jakarta. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional yang kali ini bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.Hamka Jakarta. Pemanggilan saya sebagai peserta dimulai kisahnya sejak 1,5 tahun yang lalu ketika saya mengirimkan surat lamaran beserta artikel ilmiah saya ke Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) DIKTI-DIKNAS. Jujur sebenarnya saat diberitahukan kemarin kalau saya terpilih menjadi peserta pelatihan ini, saya sudah lupa artikel mana yang saya kirim saat itu. Untunglah panitia mau memberitahukannya karena saya harus menyiapkan artikel itu kembali sebelum mengikuti acara ini selama 3 hari penuh. Satu hal yang menarik adalah dari 40 peserta saya satu-satunya peserta yang berasal dari kedokteran. Teman yang lain kebanyakan dosen non-dokter dengan kebanyakan latar belakang pendidikan strata 1 dan strata 2. Pelatihan ini diketuai oleh Prof Wasmen Manalu dari IPB yang juga bertindak sebagai pembicara sekaligus “pelatih” saya dan teman-teman sekelompok saat acara “klinik” atau workshop di hari kedua pelaksanaan. Selain Prof Wasmen Manalu, ada 6 orang lagi pembicara yaitu Prof. Suminar Achmadi (IPB), Prof. Mien A.Rifai (AIPI), Prof. Ali Saukah (UM), DR.Latief Wiyata (UNEJ), DR.Wahyu Wibowo (UNAS) dan DR.Lusitra Munisa (UI). Mereka ini adalah tim pelatihan penulisan artikel ilmiah DIKTI-DIKNAS yang sering berkeliling ke seluruh Indonesia untuk melatih para dosen perguruan tinggi. Acara ini setiap tahun diminati oleh 2000an pelamar namun hanya 500an setiap tahunnya yang mendapatkan kesempatan dilatih. Topik yang dibawakan dan dilatihkan adalah Strategi Pemilihan Berkala Ilmiah (Jurnal Ilmiah) yang Sesuai, Kode Etik Penulitas dan Hakikat Pendekatan Ilmiah, Penulisan Judul, Pengarang dan Alamat, Abstrak serta Kata Kunci, Penulisan Pendahuluan, Pendekatan, dan Metodologi, Penulisan Hasil, Pembahasan dan Simpulan, Teknik Ilustrasi dalam Penulisan Artikel (Tabel dan Grafik), Pengacuan, Catatan Kaki, Catatan Akhir, dan Bibliografi, Bahasa Artikel Ilmiah dan terakhir adalah Swasunting Artikel Ilmiah. Kegiatan berlangsung setiap harinya dari pukul 7.30 pagi sampai dengan 9 malam. Salah satu hal yang menarik yang diungkapkan Prof Mien A.Rifai pada kuliah pembuka adalah kenyataan bahwa kontribusi ilmuwan Indonesia pada khasanah pengembangan dunia ilmu berupa artikel ilmiah yang diterbitkan di jurnal ilmiah hanya sekitar 0,012% setiap tahunnya. Hal ini jauh berada di bawah Singapura yang berjumlah 0,179% dan tentunya Amerika Serikat yang jumlahnya lebih dari 20% (Laporan Scientific America 1994). Ditambahkan lagi menurut Thomson Scientific (USA) tahun 2004 Indonesia hanya mengahasilkan 522 publikasi ilmiah, jauh di bawah Malaysia yang jumlahnya 1438, Thailand yang jumlahnya 2397 dan Singapura yang jumlahnya 5781. Science Direct Elsevier (Belanda) 2007 mencatat publikasi ilmiah Indonesia belum mencapai 1000, sedangkan Malaysia sudah 3500-an dan Thailand 5500-an. Padahal kalau dilihat kenyataan di lapangan, setiap tahun ada ribuan skripsi sarjana, ratusan tesis magister dan puluhan disertasi doktor serta ribuan laporan penelitian namun semuanya hanya menumpuk di perpustakaan kampus dan di laci-laci dosen yang berdebu. Sampai tahun 2009 LIPI sudah memberikan lebih dari 3600 ISSN untuk Berkala Ilmiah (Jurnal Ilmiah) namun hanya 1/3 yang masih melaporkan terbit dan tidak sampai 1/10 terakreditasi LIPI dan DIKTI. Sejak tahun 2005-2008 ada 5383 judul artikel ilmiah yang didanai DIKTI melalui program Hibah namun hanya 105 (kurang dari 2 %). yang mendapatkan insentif khusus karena diterbitkan di Jurnal Internasional. Hal ini makin diperparah dengan jurnal ilmiah di Indonesia yang kebanyakan hanya menggunakan bahasa Indonesia (belakangan sudah ber-“abstrak” bahasa Inggris, belum dijadikan komoditas dosen sebagai sumber bahan kuliah tetapi hanya untuk kepentingan naik pangkat saja, pengurus jurnalnya tidak profesional dalam mengelola jurnal sehingga kesulitan mendapatkan akreditasi dan kepercayaan pembaca serta bertiras rendah (kurang dari 300). Akibatnya artikel di jurnal-jurnal itu tidak sampai ke forum ilmiah nasional apalagi internasional sehingga hanya bermain di tataran local (baca : kampus). Lebih jauh lagi hal tersebut di atas menyebabkan penemuan ilmuwan di Indonesia tidak pernah diacu oleh ilmuwan di luar negeri atau bahkan di dalam negeri sendiri. Artikel ilmiahnya tidak terlacak dalam search engine karena pola pengelolaan jurnal yang tidak baik dan hanya berbahasa Indonesia. Pada akhirnya Prof Mien mengatakan dapatlah dimengerti jika ilmuwan Indonesia sudah dicap hanya merupakan JAGO KANDANG. Sepanjang karir saya sebagai dokter yang sudah lulus 7 tahun (sejak lulus dokter 2003), saya telah menulis artikel ilmiah di Majalah Kedokteran Indonesia PB IDI (salah satu majalah kedokteran terakreditasi, walau kadang sempat tidak terakreditasi pada periode tertentu) sebanyak 6 kali berupa 5 tinjauan pustaka dan 1 penelitian. Selain MKI saya juga menulis beberapa artikel ilmiah di Jurnal Ilmiah MEDITEK terbitan FK UKRIDA, namun sayangnya jurnal ini belum terakreditasi. Bayangkan tidak setahun sekali saya melakukan penelitian dan menerbitkannya di jurnal serta lebih banyak berkutat di “review article”. Jika semua dosen seperti saya, wajar saja apa yang dikatakan oleh Prof Mien kalau kita tidak akan kentara menyumbangkan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.-- Dr.Andri,SpKJ Psychosomatic Medicine Psychiatrist Department of Psychiatry Krida Wacana Christian University Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 INDONESIA www.ukrida.ac.id
|