Google Groups no longer supports new Usenet posts or subscriptions. Historical content remains viewable.
Dismiss

kronologi peristiwa ambon

54 views
Skip to first unread message

Adrian Dharma Wijaya (Adri)

unread,
Nov 20, 2005, 7:46:36 PM11/20/05
to
KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH
Desember 1998 s.d. Desember 2000
BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON
Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang
tiba-tiba. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa
Iedul Fithri 1419H berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang
dianggap sebagai pra-kondisi, bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995.
Beberapa peristiwa itu (sebagian) adalah sebagai berikut.1)
15 Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa),
diserang warga Kristen Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh.
Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang yang nama-namanya dicatat
oleh MUI.
21 Pebruari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang
lagi. Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan
batu dan panah. Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin
oleh sersan (namanya tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja
(kepala desa) berikut istri dan anak-anaknya. Mereka menggeledah isi
rumah dan menginjak-injak peralatan keagamaan.
18 Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa
Unpatti (Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia
Maluku), yang dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya
menghujat Danrem Kolonel Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari.
Mereka membakar beberapa mobil keamanan, melukai tukang becak, dan
merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon. Jatuh korban
luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI.
Beberapa bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu
pengusiran orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di
tengah masyarakat yang membuat gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa
membedakan suku Bugis dan Makassar. Kedua suku ini sebenarnya adalah
satu. Orang-orang Muslim suku lain (non-Maluku) juga diisukan untuk
diusir. Produksi pesanan senjata tajam ditengarai sangat tinggi.
Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.
Isu pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan
agama. Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM
bertiup dengan kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya
disuarakan oleh Gereja.
Menjelang akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta,
yang bekerja sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung.
Merekalah yang memulai bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta).
Karena umat Islam Jakarta marah, mereka dikepung. Beberapa darinya
tewas. Sejumlah besar yang lain diminta masyarakat agar dievakuasi oleh
aparat keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar 200 orang - inilah yang
pulang ke Ambon.
Beberapa 'Test Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah
Setidaknya, ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai
bagian dari tragedi Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu
adalah peristiwa Wailete tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27
Desember 1998, dan peristiwa Dobo 14 dan 19 Januari 1999.
Peristiwa-perista di atas adalah sebuah 'test case' yang dinilai
berhasil mendeteksi keberanian, persatuan dan kesatuan serta kesiapan
Ummat Islam se-Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang tengah
menyongsong bulan Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama
penilaian terhadap suku Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas
dasar penilaian demikian itu tampaknya dijadikan peluang untuk
mengobarkan Tragedi Iedul Fithri Berdarah. Hal ini terbukti dengan
tiba-tiba didatangkan ratusan preman dari Jakarta, eks-konflik Jalan
Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di lapangan.
Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete
13 Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim
masyarakat asal Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung
Hative Besar (Kristen). Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan
membakar kampung Wailete. Serangan dilakukan dua kali pada malam itu
dimana tahap kedua dilakukan secara tuntas membakar habis semua rumah
sehingga penghuni hanya menyelamatkan diri dengan baju yang melekat di
badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan satu kios bensin milik
orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut mengungsi.2)
Tidak pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan
polisi tampak ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan
aparat ini tampak jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan
pecahnya insiden Batu Gajah. Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai
media massa sebagian berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil
digalang untuk melaksanakan rencana mereka. Surat kabar Suara Maluku
tidak memberitakan peristiwa besar ini secara proporsional, dua kali
pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal kasus Batu
Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan
Anjing dan Babi masih berulang selama sebulan.
Ummat Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya
sebenarnya mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan
yang memadai tetapi hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya
memang lemah dan tidak ada tokoh pemersatu. Warga masyarakat desa
Hative Besar telah membuktikan secara nyata isu yang berkembang bahwa
suku Bugis-Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan diusir dari Ambon.
Setelah aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan
pernyataan bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku
Bugis-Buton-Makasar lagi ke desa Wailete, karena itu desa Wailete tidak
pernah dibangun lagi, bahkan parapenghuni yang telah melarikan diri itu
tak berani mengunjungi bekas kampungnya. Pemerintah daerah tidak
memasukanpembakaran desa Wailete ini kedalam program rehabilitasi,
dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.3)

Serangan Massa Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998
27 Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8
keluarga beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang
mayoritas beragama Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi
peliharaan masyarakat Tawiri memasuki kebun masyarakat desa Bak Air,
hal seperti ini biasa terjadi. Menghalau dengan lemparan batu saja Babi
akan keluar dari kebun. Kali ini, kejadian ini dijadikan masalah oleh
orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim dilempari batu. Tidak ada
penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.
5 Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya
kerusuhan pada Hari Raya Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di
antaranya dengan bahasa yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca
bagaimana isu itu berkembang di Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh
rumah di situ dibakar dan diruntuhkan. Kampung ini dihuni oleh
mayoritas orang Bugis.

Tragedi Berdarah di Dobo, Maluku Tenggara
14 Januari 1999 : Kerusuhan pecah di Dobo, kecamatan Pulau Aru
(Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara). Korban tewas delapan orang.
Penyerangan dilakukan oleh kelompok Kristen tersebut bukanlah yang
pertama kali. Sekitar satu bulan sebelumnya sempat terjadi kontak
senjata tradisional meski dengan skala yang lebih kecil di tempat yang
sama.
19 Januari 1999: Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan pecah lagi di Dobo,
setelah umat Islam melaksanakan sholat Ied. Dikabarkan 14 orang
terbunuh, 10 orang di antaranya adalah orang Kristen. Sebanyak 55 rumah
habis terbakar.
Ketiga peristiwa di atas jelas telah direncanakan sebelumnya dalam
rangka mencoba rencana besar mereka, yakni pembantaian Muslim Ambon di
Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan Dobo (14/1) layak dianggap sebagai
awal meletusnya Kerusuhan Ambon. Cukup banyak anggota TNI yang dikirim
ke Dobo sehingga kekuatan TNI di Ambon berkurang dalam jumlah yang
berarti. Jumlah sisanya tidak mampu berbuat apa-apa di kota Ambon pada
tanggal 19 dan 20 Januari, sebelum datangnya bala bantuan TNI dari
tempat lain. Apalagi kemudian, di Dobo, pada Iedul Fithri, juga pecah
kerusuhan lanjutan yang cukup besar.4)
Dikaitkan dengan Tragedi Iedul Fithri Berdarah, rentetan ketiga
peristiwa di atas harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan,
atau sebagai 'babak pertama' dari seluruh babak yang berjudul 'Tragedi
Iedul Fithri Berdarah'. Seandainya ummat Islam di Ambon menyatakan
protes keras kepada pihak Kristen yang berpura-pura tidak tahu maka
mereka akan ragu memasuki 'babak kedua', yaitu adegan 'Tragedi Iedul
Fithri Berdarah'. Dengan kata lain Tragedi Iedul Fithri Berdarah itu
belum tentu bisa terjadi karena uji cobanya tidak berhasil, Ummat Islam
masih siap dan kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.
Begitu pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh
dalam menangani kasus di atas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman
itu, maka peristiwa yang amat menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini
mungkin tidak akan terjadi. Begitu juga kegelisahan masyarakat luas
akibat munculnya kabar burung bahwa akan ada kekacauan besar ketika
Shalat Iedul Fithri. Jadi sesungguhnya tragedi ini merupakan
ketidak-profesionalan TNI atau lemahnya TNI akibat penghujatan. Jelas
ini merupakan peluang yang mulus bagi golongan untuk merencanakan
rencana makarnya.
Marilah kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana
strategis pihak Kristen yang teratur dan terencana, sehingga berhasil
demikian baiknya.5)

Catatan kaki :

1.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 48, Mizan 1999
2.Tragedi Ambon, hal 35, Yayasan Al-Mukminun 1999
3.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam
Kastor, hal 25, Wihdah Press
4.Menyulut Ambon, Sinansari Ecip, hal 51, Mizan 1999
5.Konsporasi Politik RMS Kristen Menghancurkan Umat Islam,Rustam
Kastor, hal 27, Wihdah Press


BAGIAN 1-2-2:IEDUL FITHRI BERDARAH 1999 (2/2) - HARI-HARI PEMBANTAIAN
BERLANJUT
Hari-hari Pembantaian Berlanjut ...

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku mengeluarkan catatan resmi
rentetan peristiwa penting pasca pecahnya Tragedi Iedul Fithri
Berdarah, 19 Januari 1999. Dokumen ini ditandatangani oleh
pemimpin-pemimpin MUI, orpol, ormas, tokoh-tokoh Islam di Maluku.
Selain itu, juga ada laporan terperinci berbagai peristiwa tiap hari
yang diterima dan kemudian dikeluarkan secara terbatas oleh Pusat
Informasi dan Komunikasi Umat Islam, Masjid Al-Fatah Ambon, dan Posko
Umat Maluku Tenggara perwakilan Ambon.
Peristiwa-peristiwa penting itu - dari MUI Pusat, Informasi Al-Fatah,
dari Posko Ummat Maluku Tenggara - sebagian dirangkum, disunting, dan
disajikan di bawah ini.
2 Pebruari 1999 : Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang
penumpang angkot turun dari mobil dengan tidak mau membayar ongkos.
Supir dan kernet menagihnya tetapi tetap tidak mau membayar bahkan
penumpang tersebut lari. Di saat melarikan diri orang yang melihatnya
berteriak 'Copet-copet!' kemudian dikejar massa. Pada saat itu aparat
keamanan yang bertugas di pasar mengeluarkan tembakan. Massa semakin
panik ditambah lagi Patroli Helikopter juga mengeluarkan tembakan.
Tidak berapa lama kemudian, terjadi pengejaran warga Islam di
kantor-kantor pemerintah yang berada di wilayah pemukiman Kristen,
seperti di Kanwil Depsos Karang Panjang dan Dinas Pertaninan Tanaman
Pangan Dati I Maluku di Tanah Tinggi. Pegawai beragama Islam bahkan ada
yang diparang di halaman kantornya (Depsos). Tiga karyawan Depkes
dicegat ketika pulang melewati SMP Negri I, yang beragama Islam diancam
dan ditikam.
11.00 WIT : Enam orang pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan
lima Menteri di kantor Gubernur Maluku, di Ambon, terjebak barikade dan
diancam dengan kekerasan.
Seorang Bugis dibacok di Gang Singa, Belakang Soya, hingga meninggal.
SMEA Negri I Ambon di Karang Panjang diserang oleh para pemuda dari
Pondok Paty. Empat kendaraan roda dua dibakar.
3 Pebruari 1999 : Pagi hari, di Karang Tagepe, Kuda Mati, terjadi
perusakan atas empat rumah warga Muslim. Rumah-rumah warga Muslim yang
belum dibakar atau dirusak akan diratakan dengan tanah. Para pengungsi
dari Karang Tagepe berada di dalam tenda-tenda di lingkungan transmisi
RCTI/SCTV Gunung Nona. Mobil dan kendaraan roda dua dibakar.
Rumah-rumah telah dibakar atau dirusak.
Makar Kristen di Kairatu dan Pembantaian di Desa Waraloki
Pukul 14.00 WIT : Diadakan jamuan makan 'Patita Damai' warga Kairatu,
Rumberu dan Rumaitu di satu pihak dan masyarakat Muslim Kairatu.
Ternyata ada rencana jahat pihak Kristen. Mereka datang dengan
persenjataan lengkap seperti panah, dan tombak, sehingga suasana pesta
itu bukan dijadikan wahana Perdamaian melainkan justru berubah menjadi
ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang warga Muslim terkena
panah. Pertikaian meluas menjadi pembakaran pasar, dan rumah-rumah
warga Muslim di sekitar Masjid.
4 Pebruari 1999 : Pukul 05.30 WIT warga Desa Waraloki yang sedang
melaksanakan Shalat Shubuh diserang oleh massa Kristen dari Desa
Kamariang, Sariawang (orang gunung) dan juga warga Kristem lainnya,
dengan formasi penyerangan berbentuk huruf L. Dalam insiden itu 7 orang
warga Muslim Waraholi terbunuh, salah satunya adalah gadis cilik
berumur delapan tahun. Menurut saksi, gadis cilik ini dianiaya lebih
dahulu sebelum dibunuh. Satu jam kemudian penyerang dipukul mundur.
Pukul 07.00 WIT : Terjadi penyerangan kedua yang tidak dicegah oleh
aparat keamanan yang dipimpin oleh Letda Sitorus. Perusuh dilepas dan
akhirnya lari ke gunung. Warga yang melihat keadaan tersebut berkata
agar pelaku perusuh ditembak, tetapi oknum aparat mengatakan bahwa
pelurunya telah habis. Dalam insiden itu 52 rumah hancur dan kebanyakan
korban adalah orang Buton.
Pukul 10.30 WIT : Kota Kairatu kembali diserang oleh massa Kristen yang
datang dari kampung-kampung yang berada di pegunungan, sehingga 40
rumah terbakar.
5 Pebruari 1999 : Pagi hari, kerusuhan kembali terjadi di Kairatu,
berupa pembakaran di Kairatu. Masyarakat Desa Pelauw (mayoritas Muslim)
bergerak maju menuju Kairatu untuk mengevakuasi masyarakat Muslim. Pada
malam harinya, rumah-rumah dan masjid dilempari batu.
Kerusuhan juga terjadi di Dusun Alinong. Sejumlah massa Kristen Kuda
Mati menyerang warga Muslim Dusun Alinong. Jalan menuju Karang Tagepe
di Kuda Mati dibarikade dengan batang-batang kayu. Sejumlah 25 keluarga
minta tolong untuk dievaluasi. Imam Masjid Al-Muqaram Kampung Karang
Tagepe (Kuda Mati) dengan istrinya ditemukan meninggal oleh polisi di
ruang tamu rumahnya. Tubuhnya terlilit kabel listrik telanjang. Pada
pukul 10.00 WIT massa Kristen Kamariang menyerang lagi, tetapi berhasil
dihalau.
Desa Batu Merah Diguncang Bom
8 Pebruari 1999 : Pukul 08.00 WIT pertama kalinya Desa Batu Merah
dilempari dengan bom-bom rakitan.
13 Pebruari 1999 : Tertangkap 6 orang warga Kristen asal Maluku
Tenggara yang melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan menulis
'Yesus Maju Terus' pada rumah warga Muslim di simpang tiga Air Besar
STAIN-Ahuru.
Pembantaian Muslim di Pulau Haruku, Maluku Tengah
14 Pebruari 1999 : Di Pulau Haruku, Maluku Tengah, warga Kariu yang
beragama Kristen dibantu beberapa orang aparat membantai warga Muslim
Pelauw. Dilaporkan 15 warga Muslim terbunuh dan 43 lainnya luka berat
akibat terkena tembakan dan granat. Tercatat, empat anggota Polisi
terlibat dalam aksi penyerangan itu. Mereka adalah Serka Loupatty,
Serta Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu dan Latumahina.
Ketegangan Terjadi Lagi di Passo
17 Pebruari 1999 : Pagi hari terjadi lagi ketegangan di Passo. Awalnya
sebuah mobil truk dari Hitu menuju Ambon yang dilempari batu. Penghuni
Kristen di kiri kanan jalan keluar sambil membawa parang dan panah.
Kaca mobil dipecah dan aparat keamanan yang berada di tempat kejadian
tidak bereaksi. Menurut keterangan korban, ada barikadi di jalan mulai
di Negeri Lama sampai dengan pasar, menggunakan batu, drum, dan batang
pohon. Tiap mobil yang lewat penumpangnya ditanyai. Dua orang warga
Hitu yang menumpang mobil lain ditahan karena membawa senjata tajam,
sementara massa Kristen yang berkumpul di situ - dengan membawa
berbagai senjata tajam - dibiarkan begitu saja oleh aparat.
Dua jam kemudian, ada sebuah mobil Kijang menuju Hitu ditumpangi warga
Muslim. Pengemudinya dipanah oleh warga Kristen Desa Passo, mobil
dilempari. Para penyerang tidak diamankan oleh aparat keamanan yang
ada.
Ambon Terus Bergolak
18 Pebruari 1999 : Ambon kembali diguncang bom. Peledakan itu terjadi
pada hari Kamis (18/2), pukul 1.00 WIT, dini hari. Smentara itu
pemerintah melaporkan ada 81 berkas kasus kerusuhan Ambon yang siap
disidangkan dengan menjerat 192 tersangka.
22 Pebruari 1999 : Terjadi bentrokan berdarah antara warga Muslim dan
warga Kristen. Peristiwa ini menyusul aksi pembakaran 15 rumah warga
Muslim di Batu Merah Dalam, Ambon dan satu buah Masjid di Ihamahu,
Maluku Tengah. Sedikitnya 9 orang terbunuh dan puluhan lainnya
luka-luka.
23 Pebruari : Puluhan bom dilemparkan ke perkampungan Muslim di Batu
Merah Dalam, Kodya Ambon. Puluhan rumah musnah terbakar. Dilaporkan 15
orang terbunuh, 13 orang tidak diketahui nasibnya dan 34 orang
luka-luka.
Dikabarkan banyak murid sekolah yang dipulangkan, terutama di
Galunggung Batu Merah, Kapaha dan sekitarnya. Seorang ibu hamil
berjilbab yang pulang dari pasar ketika melewati Gereja Bethabara, Batu
Merah Dalam diejek sekelompok orang, tetapi tidak dihiraukan. Ia sempat
ditendang. Ini terjadi pada pukul 09.00 WIT.
Memasuki tengah hari, terjadi kerusuhan di Desa Batu Merah Bawah dengan
pelemparan beberapa bom rakitan dari arah Batu Merah Atas. Terjadi juga
pembakaran warga Muslim di Dusun Rinjani (Desa Batu Merah).
Sampai akhir Pebruari 1999 banyak terjadi insiden di berbagai tempat.
Serang menyerang ini dilakukan dengan lemparan batu, lemparan bom,
pemanahan, pencegatan, pemukulan, pembacokan, perusakan, penjarahan dan
pembakaran rumah.
Jama'ah Sholat Shubuh Ahuru Dibantai
1 Maret 1999 : Sejumlah massa membantai warga Muslim Ahuru, Kodya
Ambon, yang tengah melaksanakan Shalat Shubuh berjama'ah di Masjid
Al-Huda. Sembilan orang terbunuh. Dua orang bocah, Mansyur (7) dan
Parman (1.5) lolos dari serangan brutal ini. Aparat Polisi diduga
terlibat dalam aksi penyerangan ini. Dilaporkan pula bahwa di kawasan
Kopertis, Kodya Ambon, juga terjadi penyerangan yang diikuti pembakaran
sebuah Masjid. 1)
Passo Bergolak Lagi
8 Maret 1999 : Terjadi kerusuhan lagi di Passo. Lewat tengah hari,
sebuah Mikrolet dari Tulehu yang dikawal 3 orang Polisi dihadang massa
di tikungan Jalan Baru Passo. Penumpangnya ditanya, agamanya Kristen
atau Islam. Pak Sopir diseret keluar, lalu lehernya dibacok. Para
penumpangnya juga diseret keluar, dibawa ke rumah warga setempat, alu
diinterogasi. Mereka yang mengaku beragama Kristen diminta beribadah
menurut cara Kristen.
Pada tengah malam, dilaporkan ada kebakaran di dekat Masjid Jabal Tsur,
Benteng Atas. Diterima kabar lain kemudian bahwa yang terbakar adalah
satu rumah warga Muslim dan empat rumah warga Kristen. Keadaan dapat
dikendalikan aparat keamanan. Masjid Jabal Tsur sejak petang hingga
Shubuh menjadi sasaran pelemparan. Esok paginya, sekitar pukul 05.00
WIT, masjid itu dilempari bom, tetapi tidak menimbulkan korban.
Catatan kaki :

1.Menyulut Ambon, Sinansari ecip, hal 97, Konspirasi Politik RMS
Kristen, Rustam Kastor, hal 185.
2.Tragedi Ambon, hal. 50, Yayasan Al-Mukminun.


BAGIAN 1-3 : BELUM HABIS AMBON, TERBITLAH TUAL
Belum habis tangis di Ambon, kerusuhan merembet ke kota Tual, Maluku
Tenggara, pada akhir Maret 1999. Menurut informasi dari Posko Umat
Islam Al-Huriyah 45, kerusuhan itu berawal pada hari Sabtu (27/3).
Peristiwa-peristiwa provokasi terjadi di Maluku Tenggara, setelah
kerusuhan Dobo (yang juga termasuk Maluku Tenggara). Kerusuhan dipicu
oleh sejumlah tulisan yang isinya menghujat Nabi Muhammad SAW, yang
terlihat di tembok rumah milik Abdullah Koedubun, salah seorang PNS
pada Kantor Bupati Maluku Tenggara.1)
Berikut kronologi tragedi berdarah di Tual, Maluku Tenggara.
28 Maret 1999 : Beberapa pemuda Muslim dipimpin Abdullah Koedubun, yang
tergabung dalam Persatuan Pemuda Muslim Kota Tual (PPMKT) melakukan
unjuk rasa di halaman kantor Polisi Maluku Tenggara. Mereka
menyampaikan protes atas pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Pukul 16.00 WIT, seorang warga Kristen bernama Ulis Karmomyanan
menyebar berita bohong bahwa rumah ibunya di bakar pihak Muslim. Dengan
cepat berkembang bahwa umat Kristen Desa Taar dan Un akan menyerang
ummat Islam kota Tual. Ketegangan pun tak dapat dihindarkan.
Pukul 20.00 WIT, datang segerombolan warga Kristen Desa Taar ke wilayah
Wearhid yang mayoritas beragama Islam. Meski jarak antara Desa Taar
dengan Desa Wearhir sekitar 2 km, sekitar 5.000 orang telah siap
melakukan penyerangan ke desa-desa Muslim di Tual.
Massa Kristen Desa Taar, melakukan penyerbuan dengan lemparan batu ke
arah rumah-rumah penduduk Muslim. Beberapa rumah dikabarkan rusak.
29 Maret 1999 : Sejak pukul 4.00 WIT, sekitar 500 massa Kristen
bergerak dari pos pengamanan bersama, yang dikuasainya, menuju rumah
Said Rewarin. Merela melempari dan merusak rumah Said sambil berteriak,
'Hidup Jesus', 'Bunuh saudara Karim Renwarin dan adik-adiknya!'. Namun,
hal itu tidak berlangsung lama. Pihak Muslim yang mendengar kegaduhan
langsung berkumpul dan menghalau massa Kristen sambil berterian 'Allahu
Akbar!'. Bentrok fisik pun tidak dapat terelakkan. Akhirnya, massa
Kristen berhasil dipukul mundur hingga ke pos pengamanan bersama.
Beberapa rumah dilaporkan terbakar.
31 Maret 1999 : Penyerangan massa Kristen terhadap permukiman Muslim di
Desa Wearhir kembali terjadi. Bentrok fisik kembali terjadi dengan
beberapa korban jatuh dari kedua belah pihak. Hingga siang hari, pihak
Muslim berhasil menghalau massa Kristen.
Pukul 15.00-24.00 WIT, situasi mulai mereda. Tidak terjadi pertikaian
lagi antara dua belah pihak. Berapa Pastor Katholik berupaya berunding
dengan pihak Muslim, dimana mereka meminta agar tempat ibadah orang
Katholik tidak diserang, sebab mereka tidak memihak kelompok Kristen.
Pihak Muslim menerima permohonan tersebut.
1 April 1999 : Pukul 05.00 WIT Shubuh, terdengar beberapa rentetan
tembakan peringatan dari pihak keamanan. Dua jam kemudian terdengar
lagi rentetan tembakan yang lebih lama.
Pukul 07.30 WIT, seorang pemuda Muslim bernama Syarif (17) pelajar
kelas III SMA di Lodarel Tual, terkena panah besi. Panah tersebut
menancam di dada kirinya, lebih kurang 10 cm. Syarif akhirnya terwas.
Selain Syarif, jatuh pula korban dari pihak Muslim, yaitu Abdul Ghani
Tamber (36), yang dikenal sebagai pimpinan perang, dan Muhammad Taher
Penboran (35). Mereka terbunuh akibat tembakan di dekat Gereja Ston,
dari laras senjata oknum Polisi bernama Anton dan Miru dari Angkatan
Darat.
Pukul 10.00 WIT, terjadi lagi pembakaran rumah-rumah milik warga
Muslim, oleh massa Kristen, di komplek kuburan Cina dan belakang PLN
lama. Pihak Muslim segera melakukan serangan balasan tersebut. Beberapa
aparat keamanan yang bertugas melakukan penembakan terhadap kaum
Muslimin, yang mengakibatkan 3 orang terbunuh, sementara beberapa orang
luka berat dan ringan. Tidak kurang 70 rumah terbakar.
Pada hari yang sama, terjadi perusakan yang disertai pembakaran
rumah-rumah warga Muslim oleh massa Kristen, di komplek belakang Dragun
Lama, Kelurahan Ohoijang RT 04/02, yang dipimpin oleh Buce Raharna, PNS
Statistik Maluku Tenggara. Seorang pengurus DPC Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) Tual, melihat peristiwa tersebut. Buce Rahanra juga
berusaha memotong lengan seorang ibu bernama Salija Wattimena, namun
atas izin Allah, parang orang kafir itu tidak mampu melukai korban.
Jum'at 2 April 1999 : Terjadi penyerangan dari desa-desa Kristen di
Kliwat, Sather, Soindat, dan Weduar terhadap desa Larat yang Muslim, di
Kecamatan Key Besar. Akibat serangan ini, umat Islam di desa tersebut
memutuskan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at, namun pelaksanaannya
diganti dengan sholat Dzuhur berjama'ah di masjid Ar-Rahman.
Sebelumnya, telah terjadi perjanjian damai antara Umat Katholik dengan
ummat Islam. Pagi harinya ummat Islam melakukan penjagaan di Gereja
Katholik untuk pengamanan ibadah Paskah, dan massa Kristen berhasil
dihalau.
Pukul 13.00 WIT : Umat Katholik ganti menjaga umat Islam yang tengah
melaksanakan Sholat Dzuhur berjama'ah di Masjid Ar-Rahman Desa Larat,
Tual. Ketika ummat Islam baru saja selesai menunaikan shalat Dzuhur
berjama'ah, sekelompok massa Kristen tiba-tiba datang menyerang dan
melemparkan bom ke dalam Masjid. Jama'ah di dalam Masjid mereka bantai.
Seketika itu juga jatuh korban sembilan orang Muslim, termasuk imam
Masjid Ar-Rahman H. AH. Rahanyamtel. Seorang jama'ah Masjid bernama
Kabir Rahayaan dibantai, tumbuhnya dipotong-potong kemudian dibungkus
dengan sajadah dan hambal (karpet). Bungkusan mayat itu lantas
diletakkan di bawah mimbar masjid dan disiram minyak, lalu dibakar.
Menurut seorang saksi mata, serangan pihak Kristen tampak terorganisir
rapi.
3 April 1999 : Massa Kristen dari desa Ohoiet, Ngifut, Ohoirenan,
melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Muslim di
Ohoiwait.
Di hari yang sama, sekitar pukul 05.00 WIT juga tejadi penyerangan
disertai pembakaran rumah-rumah milik Muslim di Kecamatan Key Besar,
antara lain Desa Sungai, Ngafan, dan Wafol. Sejumlah rumah hangus
terbakar, sementara korban luka-luka teridentifikasi sebanyak 3 orang.
Akibat serangan-serangan itu, sekitar seribu orang warga Muslim dari
berbagai desa, dan 400 orang dari Desa Larat mengungsi. Mereka diangkut
oleh kapal Perang yang besar.
Massa Kristen kembali melakukan serangan tahap kedua, hari itu, di desa
Larat. Para perusuh Kristen membakar tidak kurang seratus rumah warga
Muslim, sebuah sekolah, sebuah Puskesmas, dan sebuah Masjid. Suasana di
Key Besar sangat mencekam. Menurut seorang ketua Posko Satgas MUI Tual,
seluruh kecamatan telah menjadi puing, banyak rumah penduduk dibakar
secara keji.
5 April 1999 : Serangan demi serangan masih berkelanjutan. Sekitar
pukul 20.00 WIT, Kantor Bupati Tual dibakar. Demikian pula sejumlah
rumah milik Muslim dibakar oleh para perusuh Kristen. Setelah merusak
rumah-rumah itu, mereka melakukan penjarahan besar-besaran, mengangkut
segala harta benda yang ada. Setelah itu baru rumah-rumah tersebut
dibakar. 2)
Posko Ummat Al-Huriyah 45, Tual, melaporkan pada Palima KODAM TRIKORA,
bahwa beberapa desa Katholik di Kecamatan Key Besar : Desa Watsin dan
Desa Bombai, telah ikut aktif melakukan penyerangan, pembakaran dan
pembunuhan terhadap umat Islam di pesisir Utara Barat, Kecamatan Key
Besar. Perbuatan keji ini bertentangan dengan pernyataan sikap Gereja
Katholik yang ditandatangani Wakil Uskup Paroki Key Aru di Tual.
Laporan tersebut juga memuat keterlibatan aparat kepolisian Maluku
Tenggara dalam memerangi ummat Islam. Para anggota polisi yang beragama
Kristen menyebar ke pinggiran kota Tual dengan menyamar sebagai preman
dan dipersenjatai untuk melakukan penembakan terhadap Muslim.
Laporan itu juga memuat nama-nama aparat keamanan yang terlibat, yakni
: Serda Buce Buluroy (Provost Polres Maluku Tenggara, Serma (Pol) Buce
Yambornias, Peltu (Polwan), Ati Titaley, Sema (Pol) Natur Sarkol, Serka
(Brimob) Frans Naraha, Serda Miru (anggota Kodim 1503 Maluku Tenggara),
dan Serda (Pol) Febby Helyanan. Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual,
Kabupaten Maluku Tenggara
Ada pun desa-desa Islam yang dibakar, di Maluku Tenggara, menurut
laporan tersebut adalah sbb :
No Nama Desa Kecamatan
1 Desa Fas Key
Besar
2 Desa Wer Frawav Key Besar
3 Desa Wer Ker Key Besar
4 Desa Wer Ohoinam Key Besar
5 Desa Wearmaf (Kampung Baru) Key Besar
6 Desa Nerong Lama Key Besar
7 Desa Nerong Baru Key Besar
8 Desa Larat Key
Besar
9 Desa Elralang Key
Besar
10 Desa Sungai Key Besar
11 Desa Ngafan Key Besar
12 Desa Wafol Key Besar
13 Desa Langgiar Baru Key Besar
14 Desa Fer Raja Key Besar
15 Desa Uwat Key Besar
16 Desa Ngan Key Besar
17 Desa Ohiwait Key Besar
18 Desa Mataholat Key Besar
19 Desa Ohibadar Key Kecil
20 Desa Madwat Key Kecil
21 Desa Warbal Key Kecil
22 Desa Ohoirenan Key Kecil
23 Desa Ohoiren Key Kecil
24 Desa Ohoira Key Kecil
25 Desa Letvuan Key Kecil
26 Desa Debut Islaml Key Kecil
27 Desa Tarwa pulau Key Kecil
Sumber : Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual, Kabupaten Maluku Tenggara

6 April 1999 : Kerusuhan berlanjut terus di kepulauan Key Besar dan Key
Kecil, sedikitnya enam orang terbunuh, akibat serangan senjata tajam
dan peluru.
Laporan dari Tim Medis Universitas Indonesia yang berada di Tual,
menyebutkan bahwa keadaan hari itu masih dalam status quo. Keadaan
sangat mencekam, aparat keamanan sangat kurang jumlahnya.
Dilaporkan pula bahwa para korban dari pihak Muslim yang jatuh tidak
bisa dirawat di Rumah Sakit, sebab Rumah Sakit berada dalam penguasaan
pihak Kristen. Akhirnya, para korban Muslim di rawat di Masjid
bersama-sama dengan para pengungsi yang ditampung di situ.
Catatan kaki :

1.Majalah Sabili, no. 20/VI/21 April 1999.
2.Majalah Sabili, no. 20/VI/21 April 1999.

BAGIAN 1-4 : AMBON JILID DUA, DAN TRAGEDI POKA
Tragedi Ambon berdarah 'jilid dua' adalah nama yang diberikan oleh
kalangan Muslim untuk membedakan, bahwa setelah tragedi berdarah
pertama pada tanggal 19 Januari 1999 di kota Ambon, dan kebiadaban
massa Kristen di Tual Maluku Tenggara, terjadi 'masa tenang' menjelang
Pemilihan Umum 7 Juni 1999.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerusuhan Ambon 'jilid dua' adalah
kerusuhan yang terjadi di Poka, 200 km Timur Laut kota, tanggal 23 Juli
1999. Akan tetapi, Brigjen (Purn) Rustam Kastor, mencatat beberapa
peristiwa yang terjadi pada 'masa tenang' Pemilu, medio Mei-Juli 1999,
di Kodya Ambon dan sekitarnya. Menurut pendapat kami, rentetan
peristiwa-peristiwa yang dicatat oleh Rustam Kastor ini, lebih tepat
disebut sebagai kerusuhan Ambon 'jilid dua'. Ada pun kronologisnya kami
rangkum sebagai berikut.
11 Mei 1999 : Terjadi pembantaian terhadap dua orang warga Muslim di
desa Passo ketika mereka tengah berkendaraan menuju ke Ambon.
12 Mei 1999 : Terjadi penyerangan terhadap rumah-rumah penduduk warga
Muslim di dusun Tawiri oleh massa Kristen.
13 Mei 1999 : Empat orang penumpang bus (warga Muslim) tewas dibantai
di desa Waai oleh massa Kristen yang sengaja menghadang bus tersebut.
Bus tersebut tidak dibakar, tetapi para penumpangnya dikejar massa
Kristen, beberapa di antaranya berhasil lolos dari amukan massa.
15 Mei 1999 : Terjadi pembakaran 8 rumah warga Muslim di Batu Merah
oleh masa Kristen mardika. Pembakaran ini terjadi akibat pemuda Kristen
kampung Mardika merebut obor Pattimura yang dibawa pemuda Islam dari
Desa Batu Merah menuju lapangan Merdeka. Di perbatasan Desa Batu Merah,
sehingga menimbulkan konflik yang nyaris menimbulkan kerusuhan. Upacara
obor Pattimura itu bertepatan dengan peresmian KODAMXVI/PTM oleh Kasad
Jendral Subagyo HS.
14 Juli 1999 : Pembakaran sekitar 300 pohon cengkih milik desa
Siri-Sori Islam (Pulau Saparua) oleh massa Kristen desa Ulath yang
berkelanjutan dengan perkelahian massal yang menimbulkan korban jiwa di
pihak Muslim termasuk aparat Kepolisian.
17 Juli 1999 : Masjid Al-Ikhlas kota Saparua, dan beberapa rumah
penduduk Muslim dibakar perusuh Kristen.
Kerusuhan di Poka, Juli-Agustus 1999
Sumber dari Posko Umat Islam Masjid Al-Muhajirin Tihu dan PKPU
menyebutkan bahwa kerusuhan di Poka berkobar pada tanggal 23 Juli 1999,
menyusul pemukulan dan pendudukan rumah-rumah warga Muslim di sana.
Tiga buah Masjid, yakni An-Nashr, Al-Ikhlash dan, Al-Muhajirin, jadi
sasaran kelompok Kristen. Aparat keamanan dari Brimob, memihak kelompok
ikat kepala merah (Kristen), dengan aktif menembakkan senjatanya.
Bantuan dari tempat-tempat lain berdatangan, terutama dari
tempat-tempat konsentrasi warga Kristen. Berikut kronologisnya.
21 Juli 1999 : Pukul 17.15 WIT terjadi pemukulan terhadap tiga
mahasiswa Islam di depan perumahan Departemen Poka. Masalah ini tidak
terselesaikan, karena korban tidak berani melapor.
22 Juli 1999 : Terjadi lagi pemukulan terhadap dua mahasiswa Islam di
depan Gereja Perumnas Poka. Hal ini dilaporkan pada aparat keamanan,
namun penyelesaian laporan tersebut tidak digubris.
23 Juli 1999 : Secara terang-terangan diadakan mobilisasi massa dari
Wailela, Poka, Rumah Tiga oleh pihak merah (Kristen) untuk menempati
rumah-rumah penduduk di Perumnas Poka, blok I-V.
24 Juli 1999 : Ketika awal Maghrib, mulai terjadi pelemparan terhadap
rumah Muslim di Perumahan Poka blok I-V tersebut, kemudian disambut
oleh pemuda-pemuda Muslim di sana. Terjadlilah baku lempar.
25 Juli 1999 : Terjadi mobilisasi bantuan pihak merah dari berbagai
tempat dan menyerang Perumnas dan BTN Poka. Terjadi pembakaran dan
penghangcuran rumah-rumah Muslim. Tiga lokasi yang menjadi sasaran
adalah Masjid An-Nashar Poka, Masjid Al-Ikhlash Poka, dan Masjid
Al-Muhajirin Perumnas Poka. Lima orang terbunuh, empat di antaranya
ditembak aparat, tepat di depan Puskesmas Rumah Tiga.
Drama Perkosaan Warga Muslim Wailiha
Di Dusun Wailiha, arah utara kota Ambon, desa Batu Gong kecamatan Teluk
Ambon Baguala Kodya Ambon yang berdampingan dengan kampung Hutumuri
(kampung Kristen) terjadi pembantaian dan pemerkosaan yang sungguh tak
mengenal rasa perikemanusiaan. Massa Kristen menyerang perkampungan
Muslim yang terdiri dari dusun Kisar, Kampung Pisang dan dusun Wailiha
yang terletak di Desa Batu Gong. Warga masyarakat khususnya dusun
Wailiha awalnya sudah mendengar khabar tentang peristiwa yang terjadi
di desa Poka (Perumnas, Wailela, Rumahtiga dan sekitarnya) bahkan pula
yang terjadi di kota Ambon. Walhasil kejadian inipun merembek pada
kampung Kisar (tetangga Dusun Wailiha) .
Pukul 05.30 WIT, Kampung Kisar habis terbakar oleh kekejian kaum
Kristen. Melihat kejadian ini, warga Wailiha bersebelahan dengan
kampung Kisar terutama laki-laki sudah siap untuk menghadang pasukan
Kristen dan sebagian lagi mengungsi. Jalan-jalan diblokade dan mobil
yang dipakai untuk mengambil warga Wailiha dilempari sehingga mobil
tersebut tidak berani lagi mengevakuasi warga. Bunyi tembakan dari
pihak Kristen makin mendekat sehingga membuat benteng pertahanan Warga
Wailiha menjadi Lumpuh dan mundur menyelamatkan diri ke Pabrik
Pengalengan Ikan, Batu Gong. Melihat tidak ada lagi Pertahanan dari
warga Wailiha membuat pihak Kristen Hutumuri dan beberapa kampung
Kristen di sekitarnya leluasa dan membabi buta membakar habis
rumah-rumah warga. Dua buah masjid yakni Masjid Nurul Ilmi dan Masjid
Babussalam pun ikut dibakar.
Melihat warga Wailiha menyelamatkan diri ke pabrik Pengalengan Ikan dan
yang lain nekad untuk berenang ke pantai kampung Tial (perkampugan
Islam), 200 massa Kristen pun mengikutinya kearah pabrik, diikuti
dengan pembakaran, pemboman, penembakan dan pelemparan mess (asrama)
pabrik, sehingga mess pabrik pun terbakar. Setelah mess terbakar mereka
pun diperintahkan keluar, namun warga Wailiha ini tidak berani keluar
karena melihat pihak Kristen melengkapi dirinya dengan senjata modern,
pistol, parang, tombak, basoka, bom dan lain-lain.
Berulang-ulang kali para perusuh Kristen mengatakan
'Perempuan-perempaun keluar dan angkat tangan'. Demi kesalamatan
jiwanya merekapun menurutinya. Kemudian mereka disuruh berbaris untuk
menuju Desa Hutumuri. Di tengah perjalanan, sebagian dari mereka
mengatakan 'pilih perempuan-perempuan cantik', kemudian yang
cantik-cantik dipisahkan dan diperintahkan segera mengeluarkan
uang-uang yang dimilikinya. Sementara laki-laki yang masih bersembunyi
di mess yang lain disuruh keluar. Dengan terpaksa mereka pun ikut
keluar. Dihadapan keluarga, istri dan anaknya mereka dibantai.
Masing-masing Pak Risman (satpam perusahaan) korban dibacok dan
dicincang, Pak La Ata ditembak, dicincang hingga isi perutnya keluar,
Pak La Uta, dipotong dan cincang oleh teman kerjanya sendiri di
perusahaan, seorang anak kecil, anak dari Ibu Wa Emi kepalanya di belah
dengan Kapak, anak-anak kecil yang lain diinjak-injak, Pak La Nahiyah
dipanah dari kiri tembus kekanan mayatnya dibuang dan di temukan
dipantai Passo.
Seorang anak gadis yang bernama Suryani, 25 tahun, disuruh telanjang
dengan membuka baju dan celananya, namun karena tidak diturutinya
membuat mereka marah dan menyiksa serta memotong rambut dan lehernya
sehingga gadis ini penuh dengan luka-luka.
Seorang Ibu yang bernama Wa Rahima (42 tahun) ditelanjangi di depan
suaminya. Suaminya diancam akan dibunuh apabila berteriak atau
berbicara. Seorang gadis lagi yang bernama Nurdia (17 tahun, siswa SMP
Kelas III) sudah dibuka celananya dengan cara paksa dan - maaf - buah
dadanya sudah dipegang siap untuk dipotong. Menurut pengakuan salah
satu korban, ada sepasang suami istri diculik dan di bawa ke Hutumari,
dan tidak diketahui nasibnya.
Sementara seorang Ibu bernama Dewi (bukan nama sebenarnya) yang sudah
punya tiga anak, pegawai Pertanian diperkosa beramai-ramai sekitar 20
orang, setelah itu mereka dengan kejamnya melukai alat kemaluannya
dengan alat tajam. Korban sementara di RS AL Halong dalam keadaan yang
sangat menyedihkan. Dari informasi saksi, sebenarnya Ibu tersebut mau
bergabung dengan warga Wailiha lainnya di mess Pabrik, namun ditengah
perjalanan beliau sudah dianiaya.
Sekitar pukul 07.00 WIT, pertolongan Allah pun datang lewat bunyi
tembakan aparat, membuat para perusuh Kristen lari tunggang langgang,
menyelamatkan diri. Akhirnya warga Muslim segera diungsikan ke Asrama
Halong dengan penuh penderitaan lahir batin, tanpa baju, uang dan
materi lain yang mendukung hidup mereka lagi. 1)
26 Juli 1999 : Terjadi perlawan sengit, para mahasiswa Islam terjun
membantu menghalau serangan-serangan pihak Kristen, namun pihak
keamanan Brimob bertindak makin tidak adil. Sertu Erald Pattiwael
dengan entengnya menembak sdr. Jamarah, hingga tewas, sementara Ade
Buton luka berat akibat peluru menembus lututnya.
Ambon, 26 Juli 1999
Sebelumnya Dusun Wailiha di Batu Gong diserang pihak Kristen pada
dinihari. Empat orang Muslim terbunuh dan sedikitnya dua puluh orang
luka berat dan lima puluh luka ringan. Korban yang meninggal dan
luka-luka di evakuasi ke RS Angkatan Laut Halong. Dilaporkan pula bahwa
seorang wanita diculik dan tidak diketahui nasibnya.
Di Desa Lateri dan Latta, dinihari, ummat Islam diserang massa Kristen,
Dua orang terbunuh ditembak Brimob, yakni sdr. La Ali dan La Ane serta
yang satu lagi tertembak di bagian paha. Saat itu wanita dan anak-anak
melarikan diri, bersembunyi di Halong Atas yang kemudian berhasi
dievakuasi ke Dusun Kebun Cengkeh.
27 Juli 1999 : Desa Waihitu dan Tanah Lapang Kecil diserang pihak
Kristen dari berbagai penjuru, akibatnya kedua desa tersebut luluh
lantak. Para penghuni kedua desa itu melarikan diri berenang ke laut.
Mereka kemudian mendapatkan pertolongan dan dievakuasi ke dermaga Yos
Sudarso, Ambon.
Di Dusun Telaga Pange dan Keranjang terjadi penembakan oleh aparat
Brimob, menewaskan dua orang yang teridentifiaksi sebagai Lampone dan
Wa Haya (wanita).
Kebiadaban di Desa Latta, Kodya Ambon
28 Juli 1999 : Kondisi pertikaian Ambon yang melebar diberbagai tempat,
juga merembet ke dusun Latta, sekitar 12 km dari pusat kota Ambon.
Massa Kristen warga desa Lateri (bersebelahan dengan dusun Latta)
menyerang Latta pada hari Rabu jam 04.00 dini hari. Dalam peristiwa
Latta itu, sebagaimana dilaporkan oleh salah satu sumber, bahwa 1 orang
terluka. Keberingasan kaum kristen ini tidak berhenti disini. Sumber
yang keluarganya juga bertempat tinggal di Latta ini juga menceritakan
bahwa setelah pihak Kristen menghancurkan beberapa rumah warga muslim
Latta, dengan biadabnya mereka memperkosa dua orang wanita muslimah
Latta. Jumlah warga yang memperkosa ini setelah dilaporkan dan
dikonfirmasi balik oleh sumber tadi, banyaknya pelaku belum
teridentifikasi. Setelah muslimah Latta ini diperkosa, 2 Muslimah
lainnya dibantai dengan dipotong-potong hingga tewas.
Pada hari Rabu, jam 10.00 warga Kristen gabungan desa Hutumuri dan desa
Passo menyerang dusun Wailiha (mayoritas berasal dari Buton). Anak-anak
dan perempuan dusun ini sebelumnya telah diungsikan, sementara yang
bertahan adalah hanya para pemuda yang bertahan. Dilaporkan bahwa 15
orang dibantai oleh pihak Kristen. 2)
Situasi Semakin Mencekam di Poka dan Kodya Ambon
29 Juli 1999 : Terjadi lagi penembakan oleh aparat Brimob, saat terjadi
pertikaian antara pasukan putih dan merah (Kristen), di Perumnas Poka.
Empat dilaporkan orang terbunuh. Mereka adalah Majid Amed, Hussein
Ollong, Ali Ulat dan Kadir Rehalat. Sementara di Kota Ambon, seorang
bernama Syamsul B. Rahayaan terbunuh ditempak aparat dari kesatuan
Brimob.
30 Juli 1999 : Pihak Kristen kembali menyerang, kali ini ke desa Iha.
Akibat serangan dari segala penjuru itu, dua orang dilaporkan terbunuh.
Kondisi sementara terkendali dengan adanya bantuan pasukan yang datang
dari Jakarta.
1 Agustus 1999 : Pukul 15.00 WIT, massa Kristen kembali membakar
rumah-rumah Muslim di perbatasan antara perumahan penduduk Hative Kecil
dengan rumah penduduk Kristen di Aster, yang telah ditinggalkan
penghuninya..
3 Agustus 1999 : Pukul 09:20 WIT di Waihaong, beberapa warga Muslim
berhasil menangkap seorang penyusup, di sekitar tempat pengungsian THR
Waihaong Penyusup Kristen ini dihakimi hingga babak belur. Nasib serupa
juga dialami seorang warga beragama Kristen yang ditangkap di depan
kantor DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Maluku, di Asoabali.
Sekitar pukul 11.00 WIT, seorang warga Kristen ditemukan tewas di
lantai Gedung Ambon Plaza, salah satu pertokoan termegah di Ambon.
Diduga warga Kristen itu tewas akibat kemarahan warga Muslim akibat
Rubiyanto, warga Muslim nelayan, yang sebelumnya dibantai dengan keji
di depan toko Citra. 3)
Menurut laporan KONTRAS, sejak pecahnya pertikaian di Poka, tanggal 15
Juli hingga 5 Agustus 1999, tercatat 1.349 orang korban meninggal,
ratusan lainnya luka-luka, dan 4 orang hilang. Sekitar 800 rumah
dibakar habis, juga kira-kira 200 ruko habis dibakar. Kurang lebih
100.000 warga mengungsi. 4).
Catatan kaki :

1.Laporan Tim Investigasi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).
2.Laporan Tim Investigasi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).
3.Laporan Posko Umat Islam Masjid Muhajirin Tihu, Laporan Pos Keadilan
Peduli Umat Ambon.
4.Majalah Sabili, no. 4/VII/25 Agustus 1999, dan Sinansari ecip,
Menyulut Ambon, 208, Mizan.

0 new messages