Bendhel
unread,May 26, 2014, 4:26:12 PM5/26/14You do not have permission to delete messages in this group
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to
SEPOTONG MIMPI ANAK PELARIAN
DI bawah pohon besar, dua bocah itu berhadapan dengan tangan terbungkus
sarung tinju. Yang satu 13 tahun, tinggi ramping menjulang. Bocah di
depannya 11 tahun, tegap atletis dengan mata setajam elang.
�Saya menantang dia untuk bertinju tiga ronde,� tutur Eko Muhatma
Kartodirdjo, bocah yang lebih tua. Yang dihadapinya adalah Prabowo
Subianto, anak ketiga Sumitro, kini purnawirawan jenderal bintang tiga
dan calon wakil presiden koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
dan Partai Gerakan Indonesia Raya. Perlombaan itu terjadi di halaman
rumah keluarga Sumitro Djojohadikusumo di kawasan Petaling Jaya, Kuala
Lumpur, Malaysia, pada 1962.
Eko putra Mayor Penerbang Petit Muharto Kartodirdjo, salah satu pilot
pertama TNI Angkatan Udara, yang pada 1957 memilih bergabung dengan
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta
(PRRI/Permesta). Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, adalah salah satu
pentolan pemberontak untuk urusan logistik dan keuangan.
Sejak perang melawan Jakarta meletus, keluarga semua pemimpin pemberontak
terserak di Singapura, Hong Kong, dan Malaysia. Di tengah ketakpastian
nasib ayah mereka yang bergerilya di hutan-hutan Sulawesi dan Sumatera,
Eko dan Prabowo bertanding tinju.
Buk, buk�, dua pukulan beruntun Eko masuk ke dagu Prabowo. Yang dipukul
hanya menyeringai. Prabowo, yang saat itu belum menamatkan sekolah dasar,
cepat balik menyerang dan memasukkan satu dua pukulan ke wajah Eko. �Saya
mengernyit, sakit sekali,� kata Eko mengenang.
Dalam tiga ronde, Eko kalah. Sampai puluhan tahun kemudian, pertandingan
itu terekam jelas di benaknya. Bayangan Prabowo, bocah 11 tahun yang liat
berkelahi dengan wajah kukuh enggan mengalah, tak mudah dia lupakan. �You
are a good fighter,� kata Eko memuji lawannya.
l l l
DES Alwi, diplomat senior Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,
berperan besar membantu keluarga Sumitro Djojohadikusumo ketika harus
lari ke luar negeri, pada akhir 1950-an. �Saya bertemu Ibu Dora Sigar dan
anak-anaknya di Palembang,� katanya awal Juni lalu. Dora Sigar adalah
istri Sumitro. Pada Mei 1957, Sumitro duluan menghilang di pedalaman
Sumatera, mempersiapkan deklarasi PRRI/Permesta.
Des segera membantu keluarga Sumitro menyeberang ke Singapura. Selain
karena sama-sama aktivis Partai Sosialis Indonesia, dia senasib karena
juga dicari-cari aparat keamanan.
Ada sekitar 10 keluarga pemberontak PRRI/Permesta yang berlindung di
Singapura. Di antaranya keluarga Tan Goan Po alias Paul Mawira, ekonom
karib Sumitro, yang juga orang PSI. Pada awal 1950-an, Tan dan Sumitro
bersama-sama membangun Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Di
Singapura, mereka tinggal berdekatan di kawasan Bukit Timah. Keluarga
Kartodirdjo di Margoliouth Road, sedangkan keluarga Djojohadikusumo di
Dalkeith Road.
Kun Mawira, putra Tan Goan Po, dan Prabowo sering bermain bersama. �Kami
masih 6-7 tahun waktu itu, tidak tahu bagaimana kesusahan orang tua lari
dari kejaran pemerintah,� tutur Kun, kini komisaris di Panin Sekuritas.
Mereka hanya tahu agar tidak bergaul rapat dengan putra-putri diplomat di
Kedutaan Besar Indonesia. �Kami kan anak-anak pemberontak.�
Kun ingat betul bagaimana Prabowo sering memimpin gerombolan bocah
pelarian ini. �Dia sering punya ide duluan dan tegas menyampaikan apa
yang dia mau,� katanya. Eko punya kenangan serupa, �Anaknya keras dan
tidak mau mengalah,� katanya. Meski lebih tua dua tahun, dia sering tak
kuasa menentang keinginan Prabowo.
Setelah dua tahun, pada 1959, keluarga-keluarga ini berpencar lagi.
Keluarga Kartodirdjo mengungsi ke Penang, Malaysia. Adapun keluarga
Mawira, Alwi, dan Djojohadikusumo pindah ke Hong Kong. Di sana mereka
bergabung dengan keluarga Kolonel Jacob Frederick Warouw, atase militer
Kedutaan Besar Indonesia di Beijing, Cina. Jacob, yang lebih akrab disapa
Joop Warouw, juga Wakil Perdana Menteri PRRI/Permesta.
�Sejak pertama bertemu, saya perhatikan anak itu,� kata Ronny Warouw,
putra sulung Joop Warouw. Usia yang terpaut jauh membuat Ronny kerap
berperan sebagai abang pelindung. �Dia cerdas dan selalu ingin tahu,�
katanya.
Sebagai anak serdadu, Ronny punya seperangkat mainan militer lengkap.
Misalnya tank, panser, truk, pesawat, dan kapal selam. Juga ada aneka
pistol dan senjata mainan. Prabowo betah bermain dengan semua tiruan alat
militer itu. Ketika setahun kemudian keluarga Djojohadikusumo pindah ke
Kuala Lumpur, Ronny menghibahkan semua mainan itu pada Prabowo.
Di Hong Kong, keluarga pemberontak ini tinggal di kawasan Hong Kong Side,
di flat-flat kecil dekat Macdonald Road. Satu flat terdiri dari 3-5
kamar, tergantung besar-kecilnya keluarga yang tinggal. Flat keluarga
Djojohadikusumo berkamar tiga. �Untuk orang tua, untuk anak perempuan dan
laki-laki,� kata Pinky Warouw, putri keluarga Warouw yang seusia dengan
Prabowo.
Pinky, Prabowo, dan Kun sering bermain bersama sepulang sekolah.
Kebetulan, di belakang flat mereka ketika itu, ada kawasan perbukitan
yang masih berhutan lebat. �Kami suka hiking ke sana, bikin kemah, dan
meluncur turun lewat sungai dari atas bukit,� tutur Kun.
Pinky ingat bagaimana mereka bertiga doyan betul bermain koboi dan
Indian. Prabowo selalu memilih menjadi koboi, �Karena dia suka bermain
pistol mainan,� katanya. Prabowo juga sangat serius jika bermain menjadi
tentara. Dia mengoreksi cara berbaris kawan-kawannya, memperbaiki posisi
mereka saat memegang senjata, dan selalu memberikan contoh di depan. �Dia
sangat tertarik pada dunia militer,� kata Pinky.
Di sekolah, Prabowo pendiam dan tidak jail. Suatu ketika, Prabowo dan
Pinky bermain bersama Pasti, anjing boxer milik Pinky. �Kami memberinya
pisang,� kata Pinky. Tak disangka, Prabowo terpeleset menimpa pisang
Pinky hingga penyet. �Spontan, saya tonjok mukanya. Eh, dia nangis,� kata
Pinky geli. �Dia rupanya dididik untuk tidak memukul perempuan.�
Sifat Prabowo juga kerap kurang sabar dan temperamental. �Tapi, kalau
marah, cepat hilang lagi,� kata Ronny Warouw. Kesaksian serupa muncul
dari Des Alwi. �Prabowo cenderung ingin lekas, agak tergesa-gesa,�
katanya.
l l l
PRABOWO lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1951. Meski Sumitro muslim, ibu
Prabowo memilih tetap beragama Kristen ketika mereka menikah empat tahun
sebelumnya. Dalam bukunya Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro
mengakui peran besar istrinya dalam membesarkan putra-putri mereka. �Saya
jarang di rumah. Dalam hal memberikan pendidikan formal kepada anak-anak,
istri sayalah yang banyak berperan,� katanya.
Sebagai perempuan yang dididik di dalam keluarga berpendidikan Belanda,
Dora Sigar menerapkan disiplin ketat kepada putra-putrinya. Di meja
makan, misalnya, semua tata krama dan etiket Belanda berlaku. �Tangan
tidak boleh ke sana-kemari, serbet harus dilipat di pangkuan,� kata Pinky
Warouw.
Disiplin dan sikap keras Prabowo diturunkan dari ibu, gaya berpikirnya
yang kritis dan bebas muncul dari ayah. Dalam bukunya, Sumitro mengaku
menerapkan dua prinsip dalam mendidik anak. Pertama, kalau anak meminta
waktu, orang tua harus meluangkan. Kedua, jangan sekali-kali meremehkan
anak. Sumitro berusaha konsisten dengan prinsip itu.
Sepuluh tahun menjadi eksil di luar negeri, Sumitro tak bisa berperan
sebagaimana kepala keluarga normal lain. Dia bertanggung jawab mencari
dana untuk menjamin kelanjutan perjuangan PRRI/Permesta dan mengongkosi
keluarga para pemberontak di pengasingan.
Dia harus sering meninggalkan keluarga berbulan-bulan, tanpa
memberitahukan ke mana tujuannya. Selain menjalin hubungan dengan
jaringan intelijen di Amerika Serikat, Eropa, Taiwan, dan negara Asia
Tenggara, Sumitro membuka bisnis konsultan: Economic Consultants for
Southeast Asia and The Far East. Semuanya untuk menjamin asap dapur
keluarganya dan pendukung pemberontak lain.
Dari penuturan kawan-kawan dekat Prabowo, tampak bahwa putra ketiga
Sumitro ini anak kesayangan ibunya. �Bu Dora selalu bicara tentang
Prabowo,� kata Des. Pinky dan Ronny Warouw punya cerita ibunda Prabowo
tak mempersoalkan anaknya yang setiap bulan minta kiriman celana dalam
saat mulai masuk Akademi Militer. �Setelah kami periksa, ternyata Prabowo
tak pernah mencuci pakaian dalamnya,� kata Ronny terbahak. Setiap habis
mandi, Prabowo membuang pakaian dalam bekasnya.
Pada 1960, keluarga Djojohadikusumo pindah ke Malaysia. Sumitro membuka
pabrik perakitan alat elektronik merek Premiere dari Prancis. Di Kuala
Lumpur, Prabowo, yang menginjak usia 9 tahun, lolos ujian masuk Victoria
Institution, sekolah bergengsi di sana. �Prestasinya bagus di sekolah,�
kata Des Alwi. Dua tahun di Malaysia, keluarga Djojohadikusumo hijrah
lagi. Kali ini tujuannya ke Eropa.
l l l
Lulus sekolah menengah atas, American School in London, pada 1967,
Prabowo Subianto menggebu-gebu ingin memperbaiki negerinya. Pulang ke
Tanah Air, Sumitro meminta putranya berkeliling Jawa, untuk mengenal
lebih dekat negeri yang ditinggalkannya satu dekade.
Prabowo tancap gas. Remaja 16 tahun itu aktif membangun jaringan dengan
aktivis dan membentuk Korps Lembaga Pembangunan, meniru Korps Perdamaian,
Peace Corps, kumpulan relawan sosial asal Amerika Serikat yang digagas
Senator John F. Kennedy pada 1961.
Prabowo mengumpulkan rekannya, putra-putri para eksil Partai Sosialis
Indonesia yang tumbuh bersamanya di luar negeri, untuk berdiskusi dengan
para ekonom dan turun ke desa-desa. Emil Salim, yang ketika itu dosen
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pernah mereka datangi malam-
malam. �Kami berdiskusi berjam-jam di rumah Pak Emil,� kata Ronny.
Hidupnya sebagai aktivis berhenti ketika dia memutuskan masuk Akademi
Militer Nasional di Magelang, Jawa Tengah, pada 1970. (Sumber Majalah
TEMPO No. 19/XXXVIII, 29 Juni 2009)