Madu bahkan Lebih Buruk ketimbang Gula

44 views
Skip to first unread message

light99

unread,
Feb 11, 2015, 12:02:10 AM2/11/15
to Segar Bugar Sepanjang Masa Tanpa Obat & Tanpa Suplemen

Sebuah kutipan dari dari berita online terkenal, Dailymail, 8 Februari 2015 yang lalu.

 

http://www.dailymail.co.uk/femail/article-2808799/Healthy-No-honey-WORSE-sugar.html

 

 


Apakah Madu itu Sehat? Tidak, Madu bahkan Lebih Buruk ketimbang Gula

 

Sejak jaman manusia gua, madu merupakan sebuah zat pemanis, tetapi sekarang madu dimanfaatkan jauh-jauh lebih dari itu. Madu menjadi sesuatu pengganti “gula” yang selalu berkonotasi buruk bagi kesehatan.

Inline image 1

Gula dikenal merusak gigi anak-anak, menambah lingkar perut, merusak kulit kita dan juga mengganggu emosi (mood) serta bahkan juga pola tidur kita.

Karena iklan yang begitu baik dan begitu gencar, madu dapat diterima sebagai sesuatu yang baik. Tapi benarkah itu? Mereka selalu mengatakan “ya, madu sangat baik” karena 55% bagian madu adalah fructose (gula buah).

Tetapi, sesungguhya madu tidak bisa dikatakan lebih baik daripada gula, yaitu karena …

 

- Madu juga tetap Gula

Gula halus (sucrose) diproses dalam tubuh kita oleh insulin yang diproduksi oleh pankreas. 55% bagian dari madu adalah fructose diproses dalam tubuh kita oleh hati (liver). Meskipun susunan kimianya berbeda, tetapi tubuh kita akan memberikan reaksi kepada madu serupa dengan reaksinya kepada gula halus, yang pada akhirnya semuanya juga menaikkan gula darah.

Lebih lanjut, madu mendorong pankreas untuk memproduksi insulin sehingga akan membuat tubuh menyimpan lemak dan pada akhirnya menimbulkan penambahan berat badan.

Seperti juga produk yang mengandung gula granule,  jika kita mengkonsumsi madu atau makanan/minuman yang mengandung fructose dalam jumlah banyak maka cenderung akan memuat obesitas, gangguan jantung dan penyakit liver. Penelitian yang lain bahkan mengatakan bahwa fructose juga menguras mineral-mineral dalam tubuh kita.

Sering kita mendengar pepatah bahwa gula adalah selayak penjahat dan madu selayak pahlawan. Tapi ahli terapi nutrisi Ian Marber mengatakan, “Ini tidak tepat. Menambahkan madu ke dalam semangkuk bubur cereal untuk makan pagi tidaklah lebih baik untuk tubuh ketimbang menaruhkan gula granule ke bubur cereal itu”.

“Madu memang mengandung glycemic index (GI) yang lebih rendah ketimbang gula (sehingga penyerapannya ke dalam tubuh memang sedikit lebih rendah), tetapi ini belum menyelesaikan semua masalah….

kita mengira madu itu adalah alami,

membayangkan lebah mengaung-ngaung terbang mengitari sarangnya, seorang petani menyendok madu dari sarang lebah dan memasukkannya ke dalam guci kemudian meletakannya di sebuah rak di toko kesehatan (healthy shop)

lalu..

membandingkannya dengan gula, yang dibuat di pabrik, proses panjang, diaduk-aduk supaya mendapat granule-granule gula yang berwarna putih.

Tapi sesungguhnya keduanya, baik madu maupun gula granule, adalah sama saja, mereka adalah gula. Sebagian besar madu yang dijual di toko-toko merupakan produk yang diperoleh dengan proses panjang juga seperti juga gula halus. Jadi, bukanlah hal yang tepat  memilih mana yang lebih “baik” dan “buruk”, di antara gula dan madu.

Inline image 2

- Berkalori Tinggi

Madu juga berkalori tinggi, lebih dari gula. Satu sendok makan madu mengandung 22 kalori, sedangkan satu sendok makan gula mengandung 16 kalori.

Banyak orang mengganti gula dengan madu sebagai pemanis teh herbal atau minuman yang lain karena mereka mengira bahwa madu jauh lebih baik ketimbang gula yang lain. “Jika orang menganggap sesuatu itu rendah lemak maka mereka lalu makan banyak-banyak!”, kata Ian Marber.

 

- Kurang Mineral

“Banyak perusahan menggunakan istilah ‘madu’ sebagai pengganti kata ‘manis’ karena sepengetahuan mereka madu itu bermanfaat bagi kesehatan,” kata Ian Marber.

Ketika masih segar, madu yang belum diproses, yang didapat dari petani, memang mengandung sejumlah vitamin dan mineral, seperti : niacin, riboflavin, thiamine dan vitamin B6, tetapi itu semua paling tinggi hanya 2% dari seluruh bagian madu.

Madu-madu dengan berbagai merek terkenal dan juga berbagai pemanis “alami” yang banyak dijual di ‘toko-toko sehat’ (‘healthy shops) merupakan produk yang sudah diproses panjang, dipanaskan dan difilter supaya mereka bisa dipisahkan dari serbuknya dan membunuh berbagai bakteri yang ada. Proses panjang itu tentu menghilangkan semuanya termasuk vitamin dan mineral yang ada padanya (yan 2%) itu sehingga yang tersisa adalah sekedar gula yang sudah diproses belaka.

 

- Tidak Baik untuk Gigi Kita

Dr. Joe Bansal dari London Smile Clinic mengatakan, “Bulan lalu, sebuah penelitian yang dibuat oleh Public Health England mendapatkan bahwa 1 dari 8 balita menderita kerusakan gigi sebelum berusia 3 tahun tahun. Mereka mengingatkan bahwa ‘gula-gula mewah’ seperti yang terdapat pada buah kering, smoothies dan madu tetap mennyebabkan kerusakan dan lubang pada gigi”.

 

- …juga untuk Kulit

Dr. Mica Engel, seorang dokter estetik dari London’s Waterhouse Young Clinic mengatakan bahwa  glucose, fructose dan karbohidrat yang terdapat pada madu akan menyebabkan kerusakan kolagen, seperti yang terjadi pada gula. “Manfaat dari beberapa vitamin yang ditambahkan ke dalam madu tidak akan bisa mengurangi kerusakan yang terjadi pada kolagen Anda”, katanya.

 

- Kita Tidak Memerlukannya

Menambahkan gula (apakah itu dari gula putih atau madu) ke dalam makanan dan minuman tidaklah memiliki manfaat untuk kesehatan. NHS (National Health Service) mengatakan bahwa ambang batas gula yang bisa kita konsumsi adalah 10% dari total kalori yang kita konsumsi dalam sehari ( sekitar 50 g atau 12,5 sendok makan sehari untuk wanita, 70 gram atau 17,5 sendok makan untuk pria).

Tapi pada awal tahun ini, ahli jantung Dr. Aseem Malhotra, yang juga merupakan direktur sains dari Action On Sugar, menganjurkan agar kita mengurangi gula pada makanan dan minuman kita. World Health Organisation juga menyarankan agar kita membatasi gula menjadi paling tinggi 6 sendok makan dalam sehari.

“Berlawanan dengan yang dinginkan oleh industri makanan dan suplemen, tubuh sesungguhnya tidak memerlukan karbohidrat dari gula tambahan”, kata Dr. Aseem Malhorta.

Mengkonsumsi madu juga mendukung perusakan lingkungan tetapi terkadang orang menggunakannya sebagai obat. Menggunakannya sebagai obat bila dalam keadaan sungguh terpaksa, mungkin masih diterima akal sehat, tetapi

mengira madu lebih sehat lalu mengganti gula putih atau gula merah dengan madu sebagai pemanis, apalagi mengkonsumsi madu untuk menjaga kesehatan, mengurangi berat badan dst

adalah

sebuah tindakan yang sangat ‘tidak masuk akal’.

Tubuh jauh lebih memerlukan tindakan kita “mengurangi asupan racun yang masuk” ketimbang mengkonsumsi “suplemen” ! Suplemen hanya memberikan efek plasebo dan terlalu banyak bahaya yang lain yang ditimbulkannya. “Mengkonsumsi suplemen” sesungguhnya jauh lebih buruk ketimbang “tidak mengkonsumsi apa-apa”.

Seperti juga ketika minum obat atau dibedah (dioperasi) atau dijahit, vitamin dan suplemen, apakah itu herbal atau buatan pabrik farmasi (pabrik obat), juga selalu memberikan efek samping. Gunakanlah hanya bila terpaksa dan sudah berada di bawah pengawasan ahli kesehatan yang baik.

Carilah dokter atau herbalis yang mengerti dengan baik atas kebutuhan tubuh kita. Lupakan mereka yang mengatakan bahwa ada obat atau suplemen yang “tidak memberikan efek samping”!

Tinggalkan suplemen dan marilah hidup lebih bijak dan lebih menikmati alam yang begitu segar dan indah ini.

Pada saat Jakarta banjir seperti ini, apa yang akan kita lakukan? Cari suplemen, cari mi instan, cari makanan kering, atau malah berpuasa?

(Sebuah saran kecil : coba cari pisang sebanyak mungkin pada saat banjir, yang sudah matang untuk langsung dimakan, yang masih hijau untuk persediaan. Pisang bisa mengurangi resiko diare dan ‘cukup’ mengenyangkan)

Inline image 3

Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages