Apa yang harus kita lakukan jika “tidak selera makan” saat kita menderita sakit keras?
Sejak 2 tahun yang lalu, kondisi tubuh kakak ipar saya terus menurun. Bahkan pada setengah tahun terakhir ini, berkali-kali dia harus keluar masuk rumah sakit. Pingsan mendadak, koma, sadar kembali, setengah sadar, seperempat sadar, kembali koma, sedikit sadar, dan seterusnya dan seterusnya. Kejadian berulang-ulang seperti itu.
Diabetes tipe-2 yang dideritanya sejak usia tigapuluhan terus menggerogoti kondisi tubuhnya. Ginjalnya mengalami kerusakan dan dalam minggu ini rumah sakit sudah melakukan 3x cuci ginjal.
Pada waktu dia sadar, sekitar sebulan yang lalu, saya sempat berbincang dengannya. Dia bilang bahwa “tidak punya selera makan”. Seperti biasa, saya berkomentar bahwa ‘tidak makan tidak masalah, tubuh lebih pintar dari segala dokter’ dan itu tentu sangat bertentangan dengan pandangan kedokteran. "Kalau tidak makan, bagaimana kuat?”, kata tim dokter. Tapi tim dokter juga menyarankan agar kakak ipar saya melakukan diet ketat, agar tidak makan biji dan daging merah, tapi seafood, telur dan daging ayam boleh. Oh..
Begitu kesadaran meningkat, seluruh tubuh terasa sangat sakit…Dia menangis dan merengek serta mengerang tidak jelas kenapa.
Dan…. ketika tetap tidak bisa makan, dipaksa oleh dokter dengan cara “sonde” (feeding tube) agar bisa makan.
Ketika sempat pulang sebentar, di rumahnya dibelikan ‘tengkleng kambing’, hmm, sungguh mengerikan.
Kembali kambuh ke rumah sakit.
Begitu ginjalnya parah, tim dokter minta persetujuan keluarga untuk melakukan tindakan cuci darah. Cuci darah menyebabkan albumin berkurang hingga beberapa lapisan kulitnya bengkak. Seperti biasa, tim dokter lalu menambah albumin dari putih telur agar tingkat albumin kembali normal.
Tapi, akibatnya tubuhnya menjadi keracunan lagi, limbah racun dalam darahnya meningkat tajam, dan harus kembali cuci darah.
Akankah hal ini terus berulang-ulang?
Apakah jika “tidak makan” makan semuanya akan membaik?
Kalau ginjalnya sudah rusak, ‘tidak makan’ mungkin saja tak akan membuatnya membaik, tetapi sedikitnya ginjal tidak mendapat tekanan lebih lanjut, apalagi jika makanannya tidak cocok untuk ginjal dan tubuhnya.
Lemah? Tentu, badan akan menjadi makin lemah jika kita tidak makan dan belum terbiasa dengan kondisi “tidak makan”.
Barangkali setelah itu kesadaran juga menurun atau bahkan pingsan dan juga berakhir dengan meninggal.
Ketika tubuh lemah, kesadaran juga melemah, rasa sakit juga tidak begitu rasa. Kalau toh fatal akibatnya, kita mungkin akan meninggalkan semua pada kondisi tidur pulas..
Ini merupakan pilihan yang sulit. Penderitaan yang dideritanya hingga sekarang sungguh luar biasa. Perasaan sakit yang mendalam begitu 'sedikit sadar', membuat dia menyeringai, menangis, ketakutan dan terus kesakitan. Kalau itu terjadi sebentar mungkin tidak terlalu masalah, tetapi kejadian ini berulang terus selama dua bulan terakhir ini.
Kalau harapan sembuh itu sangat besar, mungkin semua keperihan dan rasa sakit yang begitu hebat itu akan terbayar dengan kesembuhan yang bakal dialaminya.
Tetapi, jika tidak juga sembuh dan secara terori harapan sembuh kecil, benarkah piihan yang disarankan tim dokter itu perlu dilakukan?
Katakan kita sedang menunggu ‘keajaiban’.., hmmm..
apakah juga tidak mungkin terjadi keajaiban jika kita tidak memaksa diri makan atau memasukkan makanan lewat sonde serta mengikuti terapi cuci darah dst?
Segalanya serba mungkin, tapi sungguh berat perjalanan hidupnya.
"Semoga dia bisa makin mendekatkan diri kepada Tuhan supaya kita semua makin bisa merasakah berkatNya yang begitu melimpah tiap saat dan tiap waktu"
Jadi, apakah kita akan “terus makan” atau “berhenti makan” bila tubuh sudah menolak “tidak ingin makan?”