Pedang Agama

0 views
Skip to first unread message

Garland Flugum

unread,
Aug 5, 2024, 11:30:17 AM8/5/24
to schichevjupas
Sejumlahorientalis mengatakan bahwa Islam disebarkan lewat pedang. Gagasan ini menegaskan bahwa pasukan Muslim beralih dari satu tanah ke tanah lain dengan memaksa masyarakat yang ditundukkan menjadi Muslim. Itulah kenapa, hemat mereka, Islam menyebar begitu cepat. Bermula dari kota kecil Makkah, Islam mencapai sebagian besar dunia dengan kecepatan luar biasa. Kita menyaksikan kaum Muslimin membentang di seluruh dunia dengan kecepatan yang dahsyat. Sekali lagi, banyak pihak menuduh bahwa masyarakat yang ditaklukkan dipaksa mengubah keyakinannya kepada Islam. Benarkan hal demikian?

Kita harus membedakan antara dua hal di sini. Satu adalah penyebaran kekhalifahan Islam dan kedua adalah penyebaran Islam sebagai agama atau keyakinan. Sampai batas tertentu, orang-orang mengatakan bahwa kekaisaran Islam berkembang dengan cara-cara yang diperbuat oleh banyak kekaisaran di muka bumi, yang di masa lalu dengan menggunakan kekuatan. Aliansi negara-negara akhirnya lahir setelah pertempuran demi pertempuran berujung dengan kebuntuan.


Lewat aliansi ini, kita tahu bahwa daerah ini milik pasukan tertentu dan daerah itu milik pasukan lainnya. Akhirnya terbentuklah negara yang ditandai dengan cara-cara khas seperti ini. Memang sebuah kerajaan berkembang dengan cara-cara tersebut. Pada saat itu Islam bermula dari sekelompok orang yang sangat kecil. Muslim masih sangat sedikit. Mereka harus berjuang untuk membela keberadaan mereka sendiri melawan kelompok lain yang juga hendak menghabisi kaum Muslimin. Lambat laun kaum Muslimin akhirnya menjadi kelompok tangguh yang mampu berkembang. Dalam konteks ini, sah-sah saja bila ada yang menyebut bahwa kekhalifahan Islam meluas layaknya kerajaan-kerajaan konvensional tumbuh dan berkembang.


Hal yang sama juga berlaku dengan Islam dengan daya tarik keimanannya tersendiri. Ini mendorong orang-orang memeluknya. Lazimnya ketika penguasa menganut agama tertentu, dia akan menjadikan agama yang dianutnya sebagai agama resmi negara. Ini menciptakan kenyamanan bagi masyarakat untuk memeluknya. Setidaknya warga bakal bebas dari rasa takut ketika beribadah. Artinya, masyarakat menjadi nyaman ketika berkeyakinan sesuai dengan agama resmi negara.


Ketika Islam menjadi agama negara, yang merasa nyaman bukan cuma Muslim tapi semua warganya. Penguasa Muslim membiarkan masyarakatnya berpegang pada tradisi mereka, terlepas dari apa yang terjadi di tingkat negara atau pemerintahan. Saat Islam memerintah India selama 800 tahun, mayoritas masyarakatnya tetap beragama Hindu. Maka Hindu adalah agama mayoritas tetapi Muslim adalah pemimpin negara. Penguasa Muslim di India menjaga bahwa masyarakatnya tetap pada agama leluhur mereka meskipun Islam menjadi kekuatan yang berkuasa. Islam tidak dipaksakan pada masyarakatnya.


Memang kita tidak dapat mengatakan bahwa semua situasi itu ideal, terutama ketika kita berbicara tentang orang-orang di masa lalu dengan sikap tidak Islami di kalangan sementara Muslim. Tetapi secara umum apa yang diajarkan Islam bahwa jika Islam masuk ke suatu wilayah, maka tidak paksaan bagi masyarakat menjadi Muslim. Non-Muslim harus diperlakukan dengan segala rasa hormat dan penuh martabat.


Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin di Arab setelah bertahun-tahun berjuang dan melawan pasukan musuh, akhirnya beliau memberikan ampunan kepada orang-orang yang menentangnya atau musuh-musuhnya. Nabi SAW memberikan perlindungan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani yang tinggal di daerah itu. Dalam Konstitusi Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad, ada jaminan bahwa orang Yahudi dan Kristen juga akan memiliki akses ke kantor-kantor para pejabat tinggi umat Islam.


Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, juga tidak dibentuk lewat kedatangan bala tentara Muslim ke Nusantara. Para pedagang Muslim pergi ke Nusantara dan masyarakat terkesan dengan akhlak dan prilaku mereka. Itu mendorong masyarakat memutuskan bahwa Islam adalah agama yang tepat bagi mereka. Mereka memeluk Islam.


Beberapa pengamat mengatakan tidak ekonomis menjadi non-Muslim sehingga mereka pindah menjadi Muslim. Kenapa? Karena ada pajak berbeda yang dikenakan pada mereka saat dulu bukan Muslim. Jadi ada kekuatan negara melalui perangkat ekonomi untuk mencoba merubah keyakinan massa non-Muslim menjadi Muslim. Sebetulnya, ada sikap berbeda terhadap jizyah atau pajak ini. Tetapi secara keseluruhan, pajak merupakan alternatif dari zakat di kalangan Muslim. Zakat ini tak ubahnya semacam pajak di mana Muslim diharuskan mengeluarannya sebagai bagian dari keimanannya untuk amal. Uang zakat ini akan masuk ke perbendaharaan negara. Para pejabat Muslim mengumpulkan zakat dari warga negaranya yang Muslim.


Pajak dikumpulkan seperti halnya zakat dipungut. Non-Muslim tidak dipaksa untuk menjadi bagian dari sistem zakat ini karena zakat merupakan bagian dari kewajiban umat Islam. Non-Muslim tidak membayar zakat, tetapi pajak atau jizyah. Sebagai imbalannya mereka mendapatkan banyak manfaat. Misalnya, sistem militer melindungi semua warga negara. Seorang Muslim akan direkrut ke menjadi tentara untuk pergi berperang guna melindungi seluruh negara Muslim, termasuk Muslim dan warga negara non-Muslim. Dengan membayar pajak, non-Muslim bebas dari kewajiban untuk masuk tentara. Banyak non Muslim menganggap ini sebagai anugerah. Mereka tidak harus mengambil risiko dengan berada di garis depan pertempuran untuk melindungi seluruh warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim.


Sebagai kesimpulan, kita dapat mengatakan dengan tegas bahwa mayoritas kekhalifahan Islam tidak menyebarkan Islam melalui pedang. Tidak ada yang dipaksa menjadi Muslim. Menjadi non-Muslim tidak lantas beresiko hanya karena mereka tidak menjadi Muslim. Orang-orang memeluk Islam karena mereka menganggap Islam menarik sebagai sebuah keyakinan. Ini bahkan masih terjadi hari ini di Kanada, Amerika Serikat atau Eropa. Padahal menjadi Muslim mengundang bahaya di sana. Lihatlah bagaimana Muslim di Barat dipandang rendah, dituduh dan dicurigai. Namun orang-orang tetap saja memilih Islam karena mereka menemukan hal-hal logis dan rasional dalam agama ini.


Sering kali kita mendengar tuduhan-tuduhan yang menyudutkan ajaran Islam. Baik klaim tersebut datang dari kalangan orientalis ataupun dari sebagian cendekiawan yang tidak bertanggung jawab. Di antaranya sebagian dari mereka membuat analisa kesimpulan bahwa penyebaran Islam ke penjuru dunia ini melalui perantara peperangan. Islam diklaim sebagai agama pedang atau dengan kata lain ajaran Islam sarat akan unsur-unsur kekerasan. Pernyataan seperti ini akan banyak kita temukan dari sebagian oknum peneliti ataupun anasir terpelajar yang tidak mampu membaca warisan intelektual Islam secara komprehensif. Sejatinya mereka harus bersikap adil dan jujur di dalam meneliti objek khazanah keislaman.


Tentunya penulis berkeyakinan penuh bahwa Islam adalah agama terbaik di muka bumi ini. Namun, keyakinan mendasar dari penulis tidak akan memaksa hingga melegalkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap orang lain yang berbeda keyakinan. Demikian yang terjadi dalam rentetan fakta-fakta sejarah penyebaran ajaran Islam berikut praktik yang diteladankan oleh para ulama terdahulu. Agama ini secara gamblang mengajarkan tentang hakikat perdamaian. Agama Islam pun sebenarnya bisa dengan mudah diterima dan dicerna oleh akal serta hati nurani manusia. Alquran sebagai kitab suci dan pedoman utama kaum muslim melarang secara jelas untuk memaksa kehendak orang lain agar memeluk agama Islam. Allah Swt. memberikan kebebasan bagi umat manusia apakah mereka akan memilih untuk beriman ataupun tidak.


Ia melanjutkan, bentuk perluasan wilayah Islam atau futuhat ke berbagai daerah dan kota bukan bertujuan untuk memindahkan agama seseorang agar memeluk Islam secara paksa. Akan tetapi bertujuan semata-mata untuk memperluas titik-titik hikmah kekuasaan Allah Swt. lewat perluasan makna beserta aspek keadilan dan ketenteraman di muka bumi.


Kita katakan kepada mereka yang meyudutkan agama ini bahwa ajaran Islam sangat mengakomodir aspek-aspek kemaslahatan manusia. Salah satu buktinya adalah bahwa agama ini menyamakan posisi lelaki dan perempuan (asas egaliter). Selain itu, ajaran Islam pun tidak membeda-bedakan atau mengunggulkan suatu suku, bangsa, atau etnis tertentu. Ketika mereka menerima dan masuk Islam, kita tentu menerimanya dengan baik sekaligus mengakuinya sebagai saudara seiman (al-Ukhuwwah al-Islamiyyah) tanpa memandang jenis kelamin ataupun asal suku dan bangsanya. Sebaliknya, ketika mereka menolak ajakan untuk memeluk ajaran Islam dan tetap memilih agama sebelumnya, maka ia tetap mendapatkan perlakuan seperti sediakala, lantas ia juga berstatus sebagai saudara dalam ikatan kemanusiaan (al-Ukhuwwah al-Basyariyyah/al-Insaniyyah). Sebagai bentuk jaminan penjagaan terhadap hak-hak kewarganegaraan mereka diharuskan untuk taat kepada pemerintahan yang menguasainya dengan membayar jizyah (pajak). Demikian literatur-literatur fikih klasik menyebutkan tentang aturan-aturan muamalah umat Islam dengan non-muslim dalam naungan pemerintahan Islam.


Yang patut digarisbawahi juga bahwa Islam memperluas wilayah dengan masuk ke daerah-daerah tersebut tanpa memaksa penduduk negara itu agar memeluk agama Islam. Tawaran yang diajukan kepada penduduk wilayah tersebut berupa jaminan keselamatan apabila mereka tidak menghendaki peperangan. Pun apabila harus terjadi peperangan ada beberapa perkara yang wajib dihindari oleh pasukan muslim, misalnya, larangan membunuh anak-anak, perempuan, orang tua renta, dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam peperangan tetap ada etika berikut batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh pasukan muslim.


Agama merupakan pedoman untuk memahami hakikat hidup manusia. Terlepas dari perbedaan bentuk keyakinan dalam menjalankan syariat-syariatnya, mayoritas misi agama ialah menebarkan risalah kasih perdamaian serta kemanusiaan. Beberapa kali konfrensi antar-pemuka agama digelar untuk menerjemahkan misi agama melalui langkah-langkah konstruktif. Dengan tujuan, agar tercipta ruang perdamaian yang menjunjung nilai-nilai toleransi antar-sesama manusia di mana pun dan kapan pun. Tersebab pada dasarnya manusia adalah satu, di bawah naungan nilai-nilai kemanusiaan, yakni perdamaiaan dan persaudaraan antarsesama.

3a8082e126
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages