Pendekatan Investigasi Kejahatan Terhadap Peristiwa G30S/PKI.

75 views
Skip to first unread message

Jacky Mardono Tjokrodiredjo

unread,
May 29, 2016, 10:55:35 PM5/29/16
to
Pengamatan saya sebagai pemain,


tiap daerah, dalam menyikapi pengumuman Letkol Untung bervariasi.
Hanya sedikit yang langsung mendukung.
Yang langsung mendukung,
tapi tidak jelas jalurnya adalah kesatuan yang di Kentungan.
Kesatuan di Kentungan inilah yang menculik dan membunuh Danrem Yogyakarta,
yakni Kol. Katamso dan Kasrem Yogyakarta yakni Lekol Sugiono.

Saya tidak tahu apakah Letkol Sugiono ini adalah Kapten Sugiono,
yang ber-sama2 dengan bpk Yasir Hadibroto,
pernah menjabat sebagai Komandan Kompi Banteng Raiders.
Pembunuhan terhadap Kol. Katamso dan Letkol Sugiono,
dilakukan dengan sangat2 keji,
yakni dengan memukul tengkuk kedua beliau dengan kunci mortir.
Itulah yang saya pelajari dari berbagai referensi.

Tidak semua Kodam reaksinya sama terhadap G30S.
Kodam2 di luar Jawa,
nampaknya tidak antusias menyambut pengumuman Letkol Untung.
Ada satu Propinsi yang buru2 menyambut pengumuman Letkol Untung,
beberapa hari kemudian mencabut dukungannya.
Ini yang lepas dari pengamatan para pengamat dari Luar Negeri.

Pangdam Jawa Tengah yang waktu itu dijabat oleh bpk Suryosumpeno,
sempat mau dilucuti anak buahnya,
yang rupanya sudah termasuk dalam jaringan  Letkol Untung.
Namun dengan cerdik beliau bisa melepaskan diri,
dan menuju ke Magelang bergabung dengan AMN (Akademi Militer Nasional).
Beliau kembali lagi ke Semarang untuk merebut Makodam,
dari kaki tangan G30S/PKI,
dengan dukungan penuh dari pasukan yang terdiri dari Taruna AMN.

Pada jaman pendudukan Jepang,
bpk Suryosumpeno adalah atasan pak Yani.
Bpk Suryosumpeno sudah berpangkat Chudanco (Kapten),
sedangkan Pak Yani dan pak Sarwo Eddie masih berpangkat Shodanco (Letnan).
Namun demikian,
pada tahun 1965 pak Suryosumpeno sebagai Pangdam,
loyal terhadap pak Yani.

Sinyalemen Bung Karno,
bahwa terjadinya G30S adalah kerena "keblingeran" pimpinan PKI,
adalah benar sekali.
Tapi rupanya yang keblinger tidak hanya pimpinan PKI,
tetapi juga oknum2 militer yang mendukung G30S/PKI.
Mungkin,
tokoh2 PKI telah memberikan informasi kepada oknum2 militer yang keblinger,
bahwa jaringan G30S telah menguasai jaringan kekuatan bersenjata di seluruh Nusantara.
Sehingga Letkol Untung tinggal melakukan "Push Button",
maka terbakarlah seluruh Nusantara.
Dan ternyata yang terbakar hanya Batalyon yang berada di Kentungan.
Yon inilah yang menculik dan membunuh Kol. Katamso dan Letkol Sugiono.
Hal2 inilah yang tidak dipantau oleh penulis Luar Negeri,
atau mereka yang berguru ilmu ke Luar Negeri.
Mereka selalu mengkaitkan kegiatan PKI di Indonesia,
dengan para "Instrukturnya" yang berada di Luar Negeri.

Demikian untuk menjadikan maklum.

Wassalam,
Jacly Mardono (82).


From: "'H.Dewa' hilda1...@yahoo.co.id [debritto-net]" <debrit...@yahoogroups.com>
To: debrit...@yahoogroups.com
Sent: Monday, 23 May 2016, 11:55
Subject: Re: [debritto] Pendekatan Investigasi Kejahatan Terhadap Peristiwa G30S/PKI.

 
Pak dhe Jacky,
Setelah nengikuti tulisan pak dhe, gmn hub nya dg yg di yogya, Brigjen Katamso
Mhn pencerahannya.

Trims
Heka D' 86


Dikirim dari ASUS saya


-------- Pesan Awal --------
Dari:"Jacky Mardono Tjokrodiredjo jackym...@yahoo.com [debritto-net]"
Terkirim:Mon, 23 May 2016 11:17:36 +0700
Subjek:[debritto] Pendekatan Investigasi Kejahatan Terhadap Peristiwa G30S/PKI.

 



Pada tgl. 1 Oktober 1965, telah terjadi suatu fakta, bahwa beberapa Perwira TNI AD, telah diculik dan dibawa ke Lubang Buaya.
Juga merupakan suatu fakta, jenazah para korban penculikan telah ditemukan di dasar sebuah sumur tua.
 
Tugas seorang investigator kejahatan, adalah mencari siapa pelaku kejahatan, yang menyebabkan para korban peculikan ditemukan didasar sebuah sumur tua.
Melalui olah "TKP", untuk menemukan para pelaku, perlu diselidiki apa yang menjadi motif para pelaku, sehingga melakukan penculikan dan pembunuhan.
Menyelidiki motif perlu, untuk mengkelompokkan siapa2 yang patut dicurigai sebagai tersangka.
Menentukan motif tersangka, dilakukan dengan menyelidiki "Modus Operandi" para pelaku di TKP.
 
TKP apa yang terjadi pada tgl. 1 Oktober 1965, ada 2 (dua) tempat, yakni kediaman para korban, dan Lubang Buaya dimana ditemukan jenazah para korban.
Dari olah TKP kediaman para korban, dapat disimpulkan bahwa motif para pelaku bukanlah "ekonomis", karena tidak ada barang pribadi yang diambil oleh para pelaku.
Dengan demikian, motifnya tinggal "psikis".
Spektrum motif psikis dapat berupa individual, politis dan SARA. 
Dalam kasus penculikan para perwira TNI AD, motif individual dapat dieliminir, karena para pelaku tidak mengenal secara pribadi dengan para korban penculikan. Tinggal sekarang, motifnya politis atau SARA.
 
Pemimpin gerakan yang melakukan penculikan terhadap para Jenderal, dalam hal ini Letkol Untung, menyatakan bahwa motif gerakan yang dipimpinnya, adalah untuk menangkap para Jenderal :
1. Yang telah menjadi antek2 CIA.
2. Yang telah mentelantarkan nasib anak buah.
3. Yang akan melakukan coup terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh bung Karno, dengan kabinet Dwikora-nya.
 
Kalau memang motifnya seperti tersebut diatas, mengapa Letkol Untung mengambil tindakan :
1.    Mendemisionerkan  Kabinet Dwikora ?
2.    Membentuk “Dewan Revolusi” yang dipimpin oleh Letkol Untung, tanpa menyebut peran bung Karno dalam Dewan Revolusi.
    Dewan Revolusi mengambil alih semua kekuasaan kabinet Dwikora, dimana Bung Karno adalah Perdana Menterinya.

Kepada siapakah para Perwira yang diculik akan dihadapkan ?
Hal ini mengingat bahwa Menpangad A Yani, adalah salah satu sasaran penculikan. Sedangkan bung Karno sebagai Panglima Tertinggi ABRI, tidak jelas peran beliau didalam “Dewan Revolusi”.
 
Dari segi investigasi kejahatan, apa yang dilakukan oleh Letkol Untung dengan G30S nya, adalah suatu gerakan "coup" kerena :
        1.    Telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
       2.    Telah membetuk Dewan Revolusi yang menggantikan peran Kabinet Dwikora, tanpa menyebut apa yang menjadi peran Bung Karno, yang dalam Kabinet Dwikora menjabat sebagai Peradana Menteri.
 
Pada tgl. 1 Oktober 1965, belum diketahui siapa dibelakang Letkol Untung, atau dengan siapa Letkol Untung bekarja sama.
Baru pada tgl. 4 Oktober 1965, ada “petunjuk kuat” bahwa G30S ada hubungan dengan PKI/ormasnya, dengan ditemukannya korban penculikan di Lubang Buaya. Lubang Buaya yang letaknya diluar wilayah AURI, adalah tempat untuk melatih ormas PKI sebagai Sukwan/Sukwati dalam rangka Dwikora.
 
Ada tidaknya penganiayaan di Lubang Buaya, tidak mempengaruhi fakta bahwa jenazah para korban penculikan, ditemukan didasar sumur tua di Lubang Buaya.
Yang pasti, para korban penculikan tidak masuk dengan suka rela kedalam sumur tua tersebut !
 
Penculikan terhadap para Jenderal, tidak ada persamaan terhadap “Pengungsian” yang dilakukan oleh para pemuda, terhadap Bung Karno - Bung Hatta, yang dibawa ke Rengas Dengklok.
Pada tgl. 16 Agustus 1945, Bung Karno – Bung Hatta kembali ke Jakarta, dimana pada pagi harinya yakni tgl. 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan “Kemerdekaan Indonesia”.
Sedangkan korban penculikan pada tgl. 1 Oktober 1965, dibawa oleh para penculik ke Lubang Buaya, untuk dimasukkan kedalam sumur tua.
 
Masalah G30S adalah ambisi pribadi DN Aidit, perlu dibuktikan dengan ada tidaknya kesaksian dari anggota Polit Biro PKI, yang menyatakan bahwa mereka tidak sepaham dengan DN Aidit. Siapa gerangan yang melindungi DN Aidit semenjak tgl 1 Oktober 1965, sampai tertangkapnya DN Aidit ?
Apakah gagasan pembentukan “Angkatan Kelima” yang nantinya akan merupakan “Sayap Militer” bagi PKI, hanya gagasan Aidit ?
 
Mohon tulisan saya ini, dikaji dengan artikel dibawah ini. 
 
Wassalam,
Jacky Mardono (82).


___________________________________________________________________

Jumat, 03 Oktober 2014

Salim Said: PKI Tidak Lakukan Pemberontakan 30 September

Penulis: Reporter Satuharapan22:56 WIB | Rabu, 01 Oktober 2014

Salim Said: PKI Tidak Lakukan Pemberontakan 30 September

Bondan Kanumoyoso (kiri) staf pengajar Departemen Sejarah FIB UI dan Salim Said (kanan) penulis buku Dari Gestapu ke Reformasi menjelaskan peristiwa Gerakan 30 September, di Ruang Sinema, Perpustakaan UI, Depok Rabu (1/10). (Foto: Ardy Pradana Putra)
DEPOK, SATUHARAPAN.COM - “PKI secara lembaga tidak melakukan pemberontakan pada 30 September 1965,” kata Salim Said, jurnalis senior dan penulis buku Dari Gestapu ke Reformasi dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Perpustakaan UI dan Penerbit Mizan di Ruang Sinema, Gedung Perpustakaan Pusat UI, Depok Rabu (1/10) sore.
Diskusi dimoderatori oleh Bondan Kanumoyoso, staf pengajar Departemen Sejarah FIB UI.
“Gerakan 30 September merupakan ambisi pribadi DN Adit (Ketua Umum PKI), banyak anggota PKI yang tidak tahu rencana Gerakan 30 September, Aidit melakukan Gerakan 30 September tanpa sepengetahuan Komite Pusat dan Politbiro PKI,” kata Said.
Menurut Said, penyebutan G 30 S/PKI dan kampanye bahaya laten komunis berlebihan.
Said menjelaskan pembunuhan tujuh jenderal merupakan kecelakaan dan salah koordinasi. Seharusnya tujuh jenderal itu diculik dan diserahkan kepada pimpinan Angkatan Darat (AD), mirip Peristiwa Rengasdengklok. Penculikan itu disebabkan oleh konflik internal AD dan Soekarno yang mencurigai Yani dan kelompoknya berkhianat kepada negara, tapi pasukan penculik yang dipimpin oleh Sjam, anak buah Aidit, membunuh ketujuh jenderal itu.
“Saya sudah membaca dokumen percakapan rahasia Aidit dan Mao Zedong (Pemimpin Tiongkok) di Tiongkok perihal gerakan 30 September,” kata Said.
Ketika ditanya kemungkinan konspirasi CIA dalam peristiwa Gerakan 30 September. Said mengatakan sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukan CIA terlibat Gerakan 30 September.
“Memang ada bantuan dana yang besar dari CIA kepada militer AD, namun itu sesudah terjadi peristiwa gestapu, sampai saat ini belum ada bukti CIA terlibat,” ujar Said.
Ia menambahkan menurut hasil otopsi, ketujuh jenderal itu tidak meninggal akibat disiksa seperti yang digambarkan di film Pengkhianatan G 30 S/PKI. Isu penyiksaan digunakan untuk kampanye antikomunis yang dilakukan oleh militer, karena pada saat itu komunisme merupakan ancaman besar.
Selain menceritakan kesaksian seputar Gerakan 30 September, Said juga menjelaskan intrik politik menjelang jatuhnya rezim orde baru (orba). “Saya tahu persis konflik antara LB Moerdani (Panglima ABRI saat itu) dan Soeharto,” kata Said.  ia menambahkan “Jika tidak terjadi reformasi, maka yang menggantikan Soeharto adalah anaknya, Tutut, saya mengikuti dinamika politik di MPR”.
Sekilas Salim Said
Salim Said mengawali kariernya sejak kuliah, ia menjadi jurnalis dan menjadi aktivis KAHMI pada 1960-an. Alumnus Fakultas Psikologi UI itu juga aktif di dunia teater dan perfilman di Indonesia. Said meraih gelar Doktor dari Ohio University pada tahun 1985 dan sempat menjadi redaktur majalah Pelopor Baru dan Angkatan Bersenjata. Selain berkarier di bidang jurnalistik dan dunia seni, ia pernah menjabat duta besar RI untuk Republik Ceko.
Kesaksian Said mengalami pergolakan politik 1965 dan reformasi dijelaskan dalam buku Dari Gestapu ke Reformasi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja








__._,_.___

Posted by: "H.Dewa" <hilda1...@yahoo.co.id>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (2)

Upgrade your account with the latest Yahoo Mail app
Get organized with the fast and easy-to-use Yahoo Mail app. Upgrade today!


----------------------------------------------------------------------------
MAILING LIST ALUMNI DE BRITTO
----------------------------------------------------------------------------
Untuk menghemat bandwidth, edit/hapus pesan asli saat memberi tanggapan
Silahkan membaca netiket di http://debritto.net/keanggotaan/netiket
----------------------------------------------------------------------------
SEKRETARIAT IKATAN ALUMNI DE BRITTO:
d/a. Pundee Associates
Graha Parama lt.2 Jl. K.H. Ahmad Dahlan 69 A-B
Mayestik, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12130
Telpon: (021) 7252139 Fax: (021) 7253038 Ponsel: 0811 939 161
----------------------------------------------------------------------------
REKENING PUNDI TULUS:
- BCA 005 0393 615 a/n Bartholomeus Hari Dwi Nugroho
----------------------------------------------------------------------------
REKENING BEASISWA:
- BCA 001 0448 999 a/n E. Argo Harsoyo
- Bank Mandiri 103 00 043 89751 a/n Argo Harsoyo
- Kiriman Luar Negeri (Swift): BEIIIDJA1030004389751 a/n Argo Harsoyo
----------------------------------------------------------------------------

.

__,_._,___






Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages