Bacaan Ringan : Kisah Leila Ch. Budiman

28 views
Skip to first unread message

Nofend St. Mudo Marola

unread,
May 27, 2008, 9:03:50 AM5/27/08
to Rant...@googlegroups.com

Kisah Leila Ch. Budiman


Saya datang ke Australia bukan karena keinginan sendiri, tetapi karena suami saya Arief Budiman, mendapat pekerjaan di University of Melbourne, sebagai Professor yang memimpin program Indonesia . Jadi sebagai isteri, saya ikut di boyong ke sini.

Nama saya Sitti Leila Chairani, psikolog lulusan Universitas Indonesia. Sebelum ke Australia, banyak kegiatan saya di Indonesia. Selain praktek sebagai psikolog, juga mengajar di beberapa Universitas dan menjadi kolumnis di Harian Kompas, edisi Minggu. Pekerjaan menulis kolom ini masih saya tekuni sampai sekarang.

Orang tua saya bilang saya anak Minang, sebab ibu saya Siti Fatimatul Zahra, orang Minang dan ayah saya Sutan Pangeran Baharsyah, juga orang Minang. Ayah hampir tidak pernah menggunakan gelarnya dengan lengkap, hanya menulis "St" saja didepan namanya. Beliau seorang yang pendiam dan sangat sederhana, meski ayah dari kakeknya adalah Sultan Bagagar Alamsyah, orang bilang raja alam Minangkabau. Soal ini bagi saya seperti mendengar dongeng saja, meski kami pernah di undang ketika pemugaran istana itu di Batu Sangkar, Sumatera Barat. Anehnya saya merasa agak risih jika berada di tengah-tengah orang Minang. Sebab saya tidak pandai bercakap Minang. Meski dapat menangkap isi percakapan mereka. Sebab orang tua saya jarang menggunakan bahasa Minang dirumah. Mereka berbahasa Belanda diantara mereka, dan berbahasa campuran dengan anak anak. Kebanyakan bahasa Indonesia, sedikit Minang dan kalau lagi membujuk atau ngomel pakai bahasa Belanda.

Saya merasa lebih dekat dengan alam Pasundan. Senang sekali jika mendengar degung dan suling Sunda, dan agak asing dengan saluang, musik tradisional Minang. Saya lebih dekat dengan bahasa dan adat istiadat Pasundan, mungkin karena masa kecil saya sekeluarga tinggal di Majalengka, di daerah Pasundan. Hingga yang saya bayangkan sebagai Indonesia kalau lagi rindu adalah sawah yang luas yang menghijau, dikelilingi gunung-gunung yang biru, di mana petani sedang membajak sawah dengan kerbau.

Namun soal makanan, paling enak makanan Padang, gulai paluit, gulai Paku, pangek dan rendang. Saya pun senang makanan Sunda, lalapan, karedok dan pais kancra. Anak-anak saya, Adrian and Santi, sukar mengerti. Mereka rindu hal berbeda, pizza, bagel dan cream cheese, Brigham ice cream dengan 32 rasa.

Itu karena mereka menghabiskan masa kecil di USA, yaitu ketika suami saya belajar di Harvard.

Saya anak bungsu dan perempuan satu satunya dengan tiga kakak laki laki. Ada yang bilang nah, itu dia orang yang dimanja. Mungkin juga. Tetapi sungguh tidak enak sebab saya jadi dijaga serba ketat. Menurut cerita almarhum ibu saya, beliau ingin sekali mempuyai anak perempuan. Ketika kakak tertua lahir, dinamai Zahar Indra, namun si buyung ini dipanggil Neneng (panggilan buat perempaun) Meskipun tumbuh normal juga, ia kelak jadi Chartered Accountant di London dan Belgia. Yang kedua lahir laki laki lagi, Syarifudin , dia harus belajar tari -tarian perempuan dan kadang dipakaikan pakaian perempuan. Sebab ibu bilang dia cantik sekali. Siapa yang sangka si mungil ini kelak dua kali jadi menteri Pertanian Indonesia dan dua kali pula diangkat jadi Ketua Independen Food and Agriculture Organisation FAO) di Roma. Ketika lahir yang ketiga cowok lagi, kabarnya ibu saya jadi kurang memperhatikan. Meskipun tentu ia tidak ditelantarkan. Sebab kami mempunyai enam pembantu. Empat untuk masing masing anak. Kakak bungsu ini kelak jadi dokter bedah.

Ketika saya lahir, tepat hari Natal, tengah malam tanggal 25 Desember, saya diberi nama Siti Leila Chairani, yang artinya 'Malam yang indah bagiku'. Nasib anak perempuan di jaman masa kecil saya, serba sulit, karena meski disayang, namun banyak larangannya. Orangtua yang terlalu melindungi saya, mencarikan sekolah khusus puteri yang terbaik, dari Taman Kanak-kanak hingga SMA. Saya tidak boleh ikut berenang, tidak boleh main ke tetangga, tidak boleh ikut acara piknik sekolah ke luar kota.

Jadi dapat dibayangkan betapa sukarnya saya menikah dengan Arief Budiman, teman kuliah yang berasal dari keluarga Thioghoa, yang jelas berasal dari latar keluarga yang sangat berbeda. Ketika itu Arief masih bernama Soe Hok Djin, ia teman kuliah di Fakultas Psikolog UI.

Saya tidak berani melanggar ketetapan orang tua yang melarang hubungan saya dengan Arief . Namun Arief nampaknya bertahan terus, sambil terus mengkuliahi saya perlunya orang orang yang berani berontak. Akhirnya orang tua saya memberikan dua syarat, kalau tetap akan menikah: keduanya harus lulus dan Arief masuk Islam. Keduanya kami penuhi.

Hok Djin pun minta pada saya untuk mengganti nama Cinanya menjadi nama Indonesia. Mula-mula saya ingin dia setia terus, jadi saya berikan nama Satya Mitra. Ini sudah digunakan olehnya , untuk menulis artikel di koran Indonesia Raya. Kemudian saya pikir belum tentu ia setia terus. Saya pun bertanya nama Hok Djin itu artinya apa? Dia bilang bijaksana. Jadi saya pilihkan nama Arief Budiman, yang dipakainya sampai sekarang.

Saya telah mengalami kehidupan dengan keragaman sosial budaya di berbagai tempat, termasuk saat menemani suami saya menyelesaikan sekolahnya di Amerika, dan sekarang ini menemaninya di Melbourne sejak 1997. Dengan berbagai pengalaman, termasuk pengalaman hidup dengan Arief yang berasal dari etnis dan budaya yang berbeda, sekarang saya merasa lebih mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan multibudaya.

Melbourne adalah kota multibudaya yang membuat saya tidak menjadi begitu terasing. Suatu hari, dalam kesibukan bekerja sebagai penerjemah di Royal Children Hospital, saya menyadari bahwa dalam waktu dua setengah jam saya telah bekerja dengan sembilan orang yang berasal dari delapan negara dan budaya berbeda. Ini adalah peristiwa sehari hari di Melbourne. Multibudaya membuat kehidupan di sini menjadi lebih menarik karena banyak variasi dan kaya perbedaan. Bukankah perbedaan pada akhirnya yang bisa membuat kita saling menghargai dan menyadari bahwa manusia pada dasarnya sama.

Saya dan Arief tetap memiliki keinginan untu kembali ke Indonesia. Apa sih yang menarik saya pulang ke Indonesia lagi ? Arief bilang dia capek ngomong Inggris. Saya juga. Saya pikir orang-orang Indonesia yang telah lama di luar negeri selalu mendambakan pulang ke tanah air, suatu saat. Sepengetahuan saya tidak banyak warga Indonesia yang ingin menggant kewarganegaraannya.

Seorang teman saya yang keturunan Tionghoa yang sekarang tinggal di Melbourne berkata, di Indonesia itu seperti surga rasanya. Segalanya serba mudah didapat dan usaha pun mudah, sayangnya sekarang ini kondisi menjadi relatif tidak aman.

Selama lebih dari empat tahun tinggal di Melbourne, banyak sekali kejadian penting yang terjadi di Indonesia. Sayangnya, jarang sekali ada berita yang menggembirakan. Yang ada hanya berita korupsi, kekerasan, kemiskinan, kemerosotan ekonomi dan moral, hukum yang bisa dibeli, penggusuran, sedih rasanya membaca berita semacam ini.

http://www.abc.net.au/ra/federasi/tema2/leila_indo.htm

spacer.gif
leila_pic.jpg
magnifydoc_ico_large.gif
leila_pullquote_indo.jpg
leila_pullquote2_indo.jpg

HIFNI HFD

unread,
May 27, 2008, 11:33:49 PM5/27/08
to Rant...@googlegroups.com
Assalamualaikum, sanak saparantauan,

Memang tidak mudah bagi pasangan keluarga Minangkabau untuk tetap mengelola keturunan menjadi tetap minangness, karena pengaruh budaya nasional sedemikian kuat, sehingga banyak generasi berikutnya mereka tidak menyatakan diri lagi sebagai "anak minangkau", walaupun kedua orang tuanya asli minangkabau. Kiprah beliau sebagai penulis kolom psikologi patut kita acungkan jempol, namun kemudian menghilang. Sayang juga ya...
Seandainya beliau dapat sharing untuk memberikan pemikiran pada keberlangsungan adat dan budaya Minang kabau, khususnya " padusi Minang", betapa akan semakin majunya " padusi Minang".
Mohon maaf .. demikian saya menanggapinya...

Wassalam


"Nofend St. Mudo Marola" <nof...@rantaunet.org> wrote:
Kisah Leila Ch. Budiman
.......................dstnya..





 


hambociek

unread,
May 28, 2008, 12:44:21 AM5/28/08
to Rant...@googlegroups.com
Walaupun dalam Subjectnya tertulis "Bacaan Ringan" namun sebetulnya
isinya berat. Pandainya Rangkayo Siti Leila Chairani membungkus dan
mengetengahkan sedikit latar belakang pribadi dan keluarganya, untuk
audiens di Australia, sehingga sejuk dibaca sebagai "bacaan ringan"
namun kita disini berhadapan dengan Tokoh Berat, Bundo Kanduang
Sejadi Minangkabau dengan penampilan pribadinya yang tinggi murni.

Lihatlah gambar beliau dalam artikel ini, anda akan dapat mengagumi,
menghayati, dan membayangkan kebesaran dan kecemerlangan Hati
Nurani, Siti Leila Chairani.

Walaupun beliau bukanlah anggota Mailing List Rantaunet, namun saya
kan menyampaikan posting ini kepada beliau bahwa tuisan beliau
diketengahkan Rantaunet.

Salam dari Santa Cruz, California
Di Tapi Riak nan Badabua
Salah satu tempat indah yang sering dirindu Leila sekeluarga.

MakNgah
--Sjamsir Sjarif

--- In Rant...@yahoogroups.com, "Nofend St. Mudo Marola"

<nofend@...> wrote:
>
>
> Kisah Leila Ch. Budiman
>

> <http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/common/spacer.gif>
> <http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/common/spacer.gif>
>
>
>
<http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/case_studies/leila_pic.jpg>
>
<http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/case_studies/magnifydoc_ico_la
rge.gif

<http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/case_studies/leila_pullquote_i
ndo.jpg

<http://www.abc.net.au/ra/federasi/img/case_studies/leila_pullquote2_
indo.jp
> g>

Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages