BENARKAH GAJAH MADA ORANG SUMATERA???
Majapahit mengalami kejayaan saat jabatan Mahapatih dipegang oleh Gajah Mada, dan Majapahit mengalami kemunduran setelah ditinggal oleh Gajah Mada Apalagi setelah wafatnya Raja Hayam wuruk. Kehebatan Gajah Mada meninggalkan misteri tentang sejarah dirinya, didalam Nagarakretagama dan Pararaton tidak ada yang mengungkapkan tentang sejarah diri Gajah Mada. Misteri itu mulai ungkapkan dikalangan tertentu. Seperti diungkapkan oleh sebagian masyarakat Melayu yang mengatakan bahwa Gajah Mada merupakan anak dari Dara Petak.[1] Cerita tersebut belum terlalu kuat kebenarannya. Menurut kepercayaan masyarakat Bali yang tertulis dalam kitab Usana Djawa, Gajah Mada dilahirkan di pulau Bali Agung dan pada suatu ketika berpindah ke Majapahit. Gajah Mada tidak mempunyai Ibu dan Ayah, melainkan terpancar dari dalam buah kelapa sebagai penjelmaan Sang Hiang Narajana ke atas dunia[2]. Menurut Mohammad Yamin, menduga bahwa Gajah Mada dilahirkan di aliran sungai Brantas yang mengalir keselatan diantara kaki gunung Kawi-Arjuna.[3] Cerita rakyat Lamongan mengisahkan bahwa Gajah Mada adalah anak kelahiran Desa Mada (sekarang Kecamatan Modo, Lamongan). Di wilayah Lamongan bernama Pamotan.[4]
Patung Gajah Mada
Gajah Mada prajurit Melayu pengawal Dara Petak dan Dara Jingga ke tanah Jawa
Siapa sebenarnya Gajah Mada? Pada tahun 1285 raja Kertanegara mengirimkan utusan ke Kerajaan Sriwijaya (maksudnya Darmasraya tp bs jadi Darmasraya berada dlm kekuasaan Sriwijaya) dibawah pimpinan Kebo Anabrang (nama lainnya Mahesa Anabrang) dan Mahapatih Singosari Adityawarman (maksudnya Sri Wiswarupa Kumara atau Adwaya Brahma, karena nama Adityawarman baru muncul sesudah ekspedisi ini) membawa piagam (arca) Amoghapaca dan menawarkan (melamar) pernikahan kepada kepada dua putri kerajaan Sriwijaya yang dikenal dengan sebutan Pamalayu, karena hadiah tersebut Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dan segenap rakyat Sriwijaya (Darmasraya) sangat gembira. Kemudian para utusan dari Kerajaan Singosari kembali ke tanah Jawa dengan membawa dua orang putri Melayu yakni Dara Petak dan Dara Jingga yang merupakan putri-putri dari Maharaja Sriwijaya (Darmasraya) Trailokya Maulibhusanawarmadewa (nama lain dari Tribuanaraja). Perjalanan ke Jawa sangat jauh dan berbahaya apalagi dua putri Maharaja tersebut dibawa oleh orang-orang yang belum dikenal dengan baik oleh mereka. Maharaja memerintahkan beberapa orang prajurit tangguh untuk mengawal kedua putri tersebut, diantaranya adalah Gajah Mada yang masih masih berusia muda.
Gajah Mada bukan nama yang sebenarnya, itu hanya sebuah julukan atau gelar yang diberikan kerajaan. Dahulu Maharaja Melayu selalu memberi julukan atau nama kehormatan untuk para prajurit-parajurit terbaik mereka dan selalu menggunakan nama-nama binatang seperti Harimau Campo, Kucing, Kambing Hutan, Anjing Mualim, Gajah Tongga. Ada juga dengan dengan sebutan si Binuang, Si Gumarang, Si Kinantan, Si Kumbang dan banyak lainnya.[5] Pemberian gelar tersebut masih dilaksanakan sampai saat ini bagi orang-orang yang berjasa untuk Negara. Nama-nama kehormatan itu selalu mempunyai arti dan makna begitu juga dengan sebutan Gajah Mada. Mada dalam bahasa Melayu dialek Minangkabau diartikan sebagai Bandel atau tidak bisa diatur, Jadi Gajah Mada itu maksudnya binatang yang berbadan besar yang tidak bisa diatur atau Gajah Bandel. Ketangguhan dan kesetiaan Gajah Mada dan rekan-rekannya terhadap kerajaan sudah diakui sehingga mereka mendapat kepercayaan untuk mengawal putri-putri kerajaan ke Tanah Jawa.
Gajah Mada menjadi pengawal Majapahit
Sampai di tanah Jawa mereka tidak menemukan lagi Kerajaan Singosari dan Kertanegara pun telah meninggal dunia. Pada saat itu telah berdiri kerajaan baru yang bernama Majapahit yang didirikan oleh Raden (Ra Hadyahan) Wijaya (Kertajasa Jayawardhana). Raden Wijaya memperistrikan Dara Petak yang kemudian melahirkan Raja Majapahit berikutnya yakni Jayanegara dan Dara Petak mendapatkan posisi sebagai Permaisuri kerajaan Majapahit, sedangkan Dara Jingga diperistri oleh Mahapatih Dyah Adwayabhrahma (mgkn nama lain dari Mahesa Anabrang) yang melahirkan Adityawarman yang kelak menjadi Maharaja tanah Melayu. Semasa Dara Petak menjadi Permaisuri dan Jayanegara sebagai putra Mahkota Majapahit, Gajah Mada dipercaya sebagai prajurit istana (Bhayangkara) yang mengawal mereka. Dahulu seorang prajurit istana atau pengawal keluarga kerajaan merupakan orang terdekat dan bisa dipercaya. Dikarenakan Gajah Mada yang sejak awal sudah dipercaya oleh Kerajaan Melayu/Sriwijaya (Darmasraya) untuk mengawal putri Dara Petak hingga pada masa di Majapahit dipercaya untuk memimpin prajurit Bayangkara yang mengawal Dara Petak beserta putranya.
Gajah Mada menjadi Patih
Pada tahun 1309, Raja Kertajasa Jayawardhana meninggal dunia, yang kemudian posisi Raja digantikan oleh Jayanegara. Naiknya Jayanegara dapat pertentangan dari berbagai kalangan di Istana Majapahit termasuk patih Nambi dan Wiraraja dikarenakan Jayanegara adalah keturunan Melayu dan bukan keturunan asli Singosari. Maka terjadilah pemberontakan keduanya, yang akhirnya dapat dipadamkan. Ketidakpuasan didalam istana berlanjut, terjadi pemberontakan Kuti dan Semi. Bermula dari peristiwa inilah, Karir Gajah Mada naik setelah dia berhasil menyelamatkan Raja Jayanegara dari serangan Kuti dan Semi. Kemudian Gajah Mada juga berhasil menumpas pemberontakan tersebut. Atas jasanya itu, Gajah Mada di angkat menjadi Patih Kahuripan dan dua tahun kemudian dipercaya sebagai Patih Kediri.
Terjadi suatu peristiwa pembunuhan Raja Jayanegara oleh tabib Kerajaan yang bernama Tanca. Pada saat Raja sedang mengalami sakit bisul seperti biasa Tanca dipanggil untuk mengobatinya tapi ternyata dibalik itu ada maksud untuk menyingkirkan Raja Jayanegara. Dalam Penjagaan oleh Gajah Mada tanpa curiga akhirnya Tanca berhasil membunuh Raja Jayanegara. Dengan sangat terkejut, Gajah Mada Spontan menarik kerisnya dan menancapkan ketubuh Tanca hingga tewas. Peristiwa Tanca ini merupakan bagian dari pertentangan dan ketidaksenangan dalam istana kepada Raja Jayanegara. Sepeninggal Jayanegara, terjadi kekosongan kekuasaan.
Akhirnya Gajah Mada mengangkat Putri Tribuanatunggadewi sebagai Ratu Majapahit dan bersama saudarinya Rajadewi memerintah Majapahit bersama-sama. Pengangkatan seorang wanita sebagai pemimpin Majapahit tidak masalah bagi Gajah Mada, dikarenakan dikampung halamannya seorang wanita atau ibu sangat dihormati (Bundo Kanduang). Karir Gajah Mada makin meningkat, setelah berhasil menaklukkan pemberontakan Keta dan Sadeng. Akhirnya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Majapahit. Kemudian didepan Ratu Tribuanatunggadewi, Gajah Mada bersumpah untuk menaklukan Nusantara dibawah Kerajaan Majapahit dan sumpah tersebut dikenal dengan Sumpah Palapa.
(Tonggak Gajak Mada). Konon saat mengucapkan Sumpah Palapa, Gajah Mada Menancapkan Tonggak ini
Bersama dengan Adityawarman dan rekan-rekan lainnya, Gajah mada berhasil menaklukan Nusantara seperti Palembang, Tumasik (Singapura), Pulau Bintan, Aru/Barumun, Tanjung Pura, Pahang, dan sebagainya. Pada masa Hayam Wuruk, Gajah Mada memperluas taklukan seperti Pulau Seram, Bima, ambon, Buton, Sumba, Timor, Makasar dan sebaginya. Keberhasilan ini membuat Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih Majapahit. Ada beberapa kerajaan yang belum takluk dalam kekuasaan Majapahit yakni Kesultanan Samudera/Pasai dan Kerajaan Sunda Galuh. Kerajaan terakhir ini, yang membuat karir Gajah Mada jatuh.
Gajah Mada dicopot
Pada tahun 1357, Hayam Wuruk yang telah menggantikan ibunya sebagai penguasa Majapahit, ada keinginan untuk berusaha menundukan kerajaan Sunda Galuh dengan cara perkawinan. Hayam Wuruk melamar putri dari Maharaja kerajaan Sunda Galuh yang bernama Dyah Pitaloka (Dyah Lembu Tal atau Dewi Singhamurti atau Mahisa Campaka). Pada saat acara lamaran berlangsung, Gajah Mada mempunyai keinginan kerajaan Sunda Galuh menggabungkan diri dan menjadi kerajaan bawahan Majapahit. Gajah Mada telah banyak belajar dari sejarah Majapahit, seperti yang dilakukan Kerajaan Melayu/Sriwijaya (Darmasraya) yang telah menerima lamaran raja Kertanegara dari Singosari dan mengizinkan salah satu putrinya menjadi istri raja Kertanegara walaupun akhirnya putri Dara Petak menikah dengan Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja Kertanegara yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit yang mengaku sebagai penerus Kerajaan Singosari.
Keinginan Gajah Mada tidak disambut dengan baik pihak Kerajaan Sunda Galuh, hingga terjadi perang bubat yang mengakibatkan tewasnya rombongan pengantin termasuk Maharaja Sunda Galuh dan akibatnya lagi, putri Dyah Pitaloka yang mengetahui kejadian ini akhirnya bunuh diri. Hayam Wuruk marah dan memecat Gajah Mada sebagai Mahapatih, kejadian itu berlangsung selama dua tahun. Tidak ada yang bisa mengantikan kepiawaian Gajah Mada dalam memimpin kepatihan Majapahit dan akhirnya Gajah diangkat kembali walaupun kekuasaannya sudah dibatasi.
Gajah Mada pulang kampung ke Suwarnabhumi setelah pensiun
Pada tahun 1364, keinginan Gajah Mada pulang ke kampung halaman untuk menghabiskan sisa hidupnya sangat besar, apalagi Adityawarman telah menjadi Maharaja Suwarnabhumi. Seperti pepatah Melayu mengatakan Hujan Emas di negeri orang, Hujan Batu di negeri sendiri yang maksudnya seenek-enaknya hidup dinegeri lain lebih enak lagi menghabiskan hidup dinegeri sendiri. Penemuan kuburan yang diduga makam Mahapatih Gajah Mada di Bengkulu Utara memperkuat asal usulnya sebagai orang Melayu. Penemuan ini merupakan suatu bukti sejarah yang sangat berharga.[6] Sejarah Gajah Mada yang disamar-samarkan menjadi jelas.
Sepeninggal Raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada, terjadi pergolakan untuk memperebutkan tahta Raja. Tahta Raja Majapahit berikutnya dikuasai oleh Wikramawardhana yang merupakan keponakan dari Hayam Wuruk, sedangkan putra Hayam Wuruk yang bernama Wirabumi merasa berhak mendapatkan kedudukannya sebagai raja Majapahit. Pada tahun 1400, Wikramawardhana menyatakan mundur sebagai raja dan memberikan kekuasaan kepada anaknya Ratu Sugita. Hal ini membuat Wirabumi makin tidak senang, terjadilah pemberontakan selama bertahun-tahun. Untuk membantu putrinya memadamkan pemberontakan, Wikramawrdhana kembali dari pertapaannya yang akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipadamkan dan menewaskan Wirabumi. Sejak saat itu, Majapahit kehilangan kewibawaannya dimata kerajaan bawahannya. Sehingga beberapa raja-raja bawahan menyatakan kemerdekaannya dari Majapahit.
Jakarta, Fadly Rahman
Sumber :
[1] Basril Basyar dan Ampera Salim, Prosesi Penobatan SBY Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam, Website Pemerintah Kabupaten Tanah Datar, 22 September 2006, Hal 4
[2] Muhammad Yamin, Gajah Mada Pahlawan Nusantara, Penerbit Balai Pustaka, tahun 1953
[3] www.igardu.com, Wied, Peradaban Nusantara, Gajah Mada, dari mana asalmu?, 17 Nopember 2007
[4] Sujatmiko, Asal-usul Patih Gajah Mada asli Lamongan Diteliti, www.tempointeraktif.com, 22 juni 2009
[5] Ampera Salim, Sejarah yang tercecer, Nagari tertua di Ranah Minang, http://www.sumbarprov.go.id, Hal 1
[6] http://www.sinarharapan.co.id/berita/01017/23nus09.html , Diduga Makam Gaja Mada, Sinar Harapan, Senin 23 Juli 2001
Sumber :
http://fadlyrahman.wordpress.com/2010/02/23/gajah-mada-orang-sumatera/
Beberapa aksioma yang bisa ditarik dari cerita ini :
1. Penokohan Gajah Mada sebenarnya representasi dari Bhayangkara. Bhayangkara adalah pasukan pilihan yang hanya berjumlah belasan orang, terbentuk sejak pemerintahan Raden Wijaya hingga Jayanegara. Tidak terdengar kiprahnya pada era Tribhuwanatunggadewi, dengan kata lain tugasnya sudah selesai.
2. Justru pemberontakan muncul pada era Raden Wijaya dan Jayanegara, karena masalah sentimen kesukuan.
3. Pasukan pengawal raja ini tentu harus memiliki kesetiaan 100%, dan memiliki kesamaan latar belakang dengan rajanya. Dengan kata lain Bhayangkara adalah para pendekar Melayu.
4. Gajah Mada muncul pada era Jayanegara, belum terdengar kisah pada era sebelumnya.
5. Peran Melayu di Majapahit masih dominan hingga Hayam Wuruk, namun mulai menghilang sejak implementasi Sumpah Palapa.
Wassalam,
-datuk endang |
|
|
Pak Datuk Endang & Pak Kozok yth
Sejak awal saya sudah tertarik dengan wacana yg mengatakan bhw Raden Wijaya adalah seorang perwira Melayu atau berdarah Melayu, kemudian ditambah lagi dengan pernyataan bhw Bhayangkara adalah para pendekar Melayu. Ini suatu hal yang baru bagi saya.
Dari beberapa sumber yang saya baca, disebutkan bhw Raden Wijaya yang nama aslinya Sanggrama Wijaya yg kemudian diberi julukan raden (Ra Hadyahan, Ra Hadyan) adalah keturunan dari Sunda (ibu) dan Jawa (ayah).
Bisa dijelaskan bagaimana bisa seorang Raden Wijaya disebut sebagai perwira Melayu atau berdarah Melayu, sebagaimana hal ini juga diasumsikan thd Gajah Mada. Apa sajakah bukti2 yg bisa memperkuat hal ini. Tolong dijelaskan.
Terima kasih atas penjelasannya
Wassalam
Malin Marajo
Pak Kozok yth
Terimakasih atas jawabannya. Sebenarnya saya cukup kaget dengan penjelasan Pak Kozok bhw ia bukan anak Dara Jingga dan tidak pernah diutus ke Tiongkok.
Bisa dibabarkan bagaimana biografi yang sebenarnya dari Adityawarman ini dari berbagai literature dan referensi yang bapak punya?
Mana tahu suatu saat nanti ada sutradara/produser film nasional atau international yang berminat memfilmkan kisah “Adityawarman” ini yg merupakan seorang tokoh besar yg sering disebut2 namanya dlm khazanah Budaya Malayu dan Minangkabau, mgkn termasuk juga di Nusantara.
Kalau tak salah di Tambo ia dijuluki sebagai “Rusa yang tanduknya bercabang tiga” dan “Enggang yang datang dari laut” ditembak dengan bedil oleh Datuk yang berdua (Datuk Parapatiah Nan Sabatang dan Datuk Katumangguangan). Satu “detak”, dua dentumannya.
Makasih
Wassalam
From:
kozo...@gmail.com [mailto:kozo...@gmail.com] On Behalf Of Uli Kozok
Sent: Thursday, April 01, 2010
11:19 AM
To: Syafroni (Engineering)
Cc: rant...@googlegroups.com
Subject: Re: [R@ntau-Net] Gajah
Mada prajurit Melayu pengawal Dara Petak ke Tanah Jawa
Pak Syafroni,
Silakan diposting ke ranatunet:
Ada satu hal yang lupa saya sebutkan:
Di milis ini sudah sekian kali saya baca bahwa Adityawarman lahir di Majapahit sebagai anak Dara Jingga, putri raja Malayu, dan seorang pembesar di keraton Majapahit. Saya selalu heran kenapa, terutama dalam publikasi Indonesia, Adityawarman digambarkan sebagai anak Dara Jingga. Pada hal sama sekali tidak ada bukti untuk asumsi itu. Bahayanya, semakin sering diulang, semakin orang percaya pada asumsi yang tidak dapat dipertahankan itu.
Selain itu ada beberapa mitos lain yang selalu muncul dalam hal Aditaywarman.
Katanya nama Aditaywarman ada dalam beberapa prasasti Jawa dari tahun 1320an. Pada hal tidak ada.
Terus, mitos bahwa Adityawarman pernah diutus Majapahit ke Tiongkok. Juga tidak benar.
Saya sudah meneliti sumber-sumbernya semua sehingga saya berani untuk mengatakan demikian. Ternyata sejarah Minangkabau perlu ditulis ulang. Terlalu banyak yang dikarang-karang oleh Muhammad Yamin dan Selamat Mulyono yang tidak tahan uji.
Sekian dan salam sejahtera,
Uli
Dr. Uli Kozok
Associate Professor
Indonesian-Malay Language Program
2540 Maile Way,
Spalding 255
Honolulu, HI
96822, USA
Tel: +1.808. 956 7574
Fax: +1.808. 956 5978
http://www.hawaii.edu/indolang
http://bahasa.net/online
Pak Kozok yth
Wah menarik sekali penyampaian dari Pak Uli Kozok.
Masuk akal juga apa yg bapak sampaikan, terutama ttg umur Adityawarman.
Kalau tahun2 kejadian itu emang benar begitu adanya tentu rasanya memang kurang masuk akal kl di umur 53 Adityawarman baru naik tahta.
Jadi siapa sebenarnya utusan yg pernah dikirim 2 kali ke Tiongkok itu? Dan tolong bapak tambahkan penjelasan bapak tentang siapa dan bagaimana riwayat hidup Adityawarman itu.
Apakah Adityawarman sezaman dengan Gajah Mada?
Kalau boleh, di-sharing-lah pak Kozok, hasil penelitian bapak itu ke kita/saya.
Makasih
Wassalam
syafroni
From:
kozo...@gmail.com [mailto:kozo...@gmail.com] On Behalf Of Uli Kozok
Sent: Thursday, April 01, 2010
1:48 PM
To: Syafroni (Engineering)
Subject: Re: [R@ntau-Net] Gajah
Mada prajurit Melayu pengawal Dara Petak ke Tanah Jawa
Pak Syafroni dan anggota Rantaunet,
Alasan maka Adityawarman dianggap anak Dara Jingga karena dalam Pararaton disebut bahwa anak Dara Jingga menjadi "ratu ring Malayu". Adiknya Dara Jingga, Dara Petak, melahirkan anak pertamanya pada tahun 1294 - dua tahun setelah perkawinanya dilangsungkan. Masuk akal. Kapan Adityawarman dilahirkan? Kita tidak tahu, tetapi kita tidak salah kalau kita anggap bahwa tahun kelahirannya sekitar 1294 juga.
Tahun 1347 Adityawarman menjadi maharajadhiraja di Dharmasraya. Kalau begitu usianya sudah 53 tahun! Nah, hal ini tidak masuk akal.
Dalam pararaton hanya dikatakan bahwa anak DJ menjadi "ratu ring Mlayu" dengan nama Aji Mantrolot alias Marmadewa. Unsur Marma barangkali "warma" yang dipakai oleh setiap raja Melayu, bukan AdutyaWARMAN saja tetapi juga pendahulunya AkarendraWARMAN yang tahun 1316 sudah menjadi maharajaDHIRAJA di Tanah Datar. Artinya pada tahun 1316 Malayu sudah tidak takluk pada Majapahit. Pada hal selama ini ada anggapan bahwa Adityawarmanlah yang memisahkan diri dari Majapahit. Bagaimana kalau Akarendrawarman anak DJ? Kalau ia lahir 1294 ia berusia 22 tahun ketika menjadi maharaja di Tanah Datar. Masuk akal. Lalu siapakah Adityawarman? Jelas bukan anaknya tetapi kemungkinan kemenakannya - sesuai dengan garis keturunan adat Minangkabau. Dengan demikian Adityawarman lahir sekitar tahun 1320 dan menjadi maharajadhiraha ketika berusia sekitar 25 tahun. Ini baru masuk akal!
Teori ini bertolak belakang dengan "kenyataan" bahwa Adityawarman menjadi duta Majapahit di Tiongkok. Saya sudah periksa sumber aslinya dan apa yang dikatakan Selamat Mulana tidak benar. Memang ada duta Majapahit ke Tiongkok. Nama Tiongkoknya dapat diartikan sebagai Sang Arya (gelar yang sangat umum di Jawa)! Tiada apa pun yang merujuk pada Adityawarman.
Ini yang saya tulis dalam bahasa Inggris:
Slamet Muljana’s source, the Yuan Shi, composed in 1370 by the official Bureau of History of the Ming Dynasty, indeed reports two Majapahit missions to China, one in 1325/26 and a second in 1332/33:
In the second month of the second year of the Tai-ding reign (1325-26), the minister Xi-la Seng jia-li-ye who had been sent by the country of Java brought a memorial and local products and came to offer tribute at the court.
(1332/33) The envoy Seng-jia-la and others, totalling 83 persons, who had been sent by the country of Java brought a memorial inscribed in gold as well as local products and came to offer tribute at the Court.
In the first reference, “Seng jia-li-ye” and in the second reference “Seng-jia-la” both appear to represent the title Sang Arya (Geoff Wade, personal communication) or, according to Ferrand, cited in Krom {%Krom, 1926, #19834@387 Note 1}, as Sang Gala or Sang Kala, but there is absolutely no reference to any Adityawarman.
Lalu kata Selamat Muljana
Adityawarman’s name is mentioned on two inscriptions issued by Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani, namely in the Blitar inscription of 1330 and in the undated OJO LXXXXIV (D 38) inscription. In the Blitar inscription his name is given as Arya Dewaraja Pu Aditya. The OJO LXXXIV inscription mentions clearly Pu Aditya as bearing the title of a wreddha mantri or minister.
Sekali lagi Selamat Muljana meleset. Dalam prasasti Blitar tidak ada nama Adityawarman sama sekali! Kalau tidak percaya baca sendiri prasasti di halaman 82 Damais, Louis-Charles. “Etudes d'epigraphie Indonesienne. IV. Discussions de la date des inscription.” Bulletin de l'Ecole française d'Extrême-Orient 47.1 (1955): 7-290.
Hasil penelitian saya yang lebih lengkap akan saya terbitkan barangkali pada awal tahun depan, mudah-mudahan juga dalam bahasa Indonesia.
Sekian dan salam,
Dr. Uli Kozok
Dear Pak Kozok dan dunsanak di palanta
Saya tertarik utk menelusuri kisah2 ttg Dara Jingga.
Saya pernah baca bhw Dara Jingga itu juga adalah nama dari seorang wanita yang melahirkan Jin Bun alias Raden Patah, yang menjadi sultan pertama kerajaan Demak. Dara Jingga disini dikatakan sebagai putri dari Champa (entah China?), dinikahi oleh raja Majapahit (Brawijaya?).
Kemudian ada seorang wanita lagi bernama Dara Jingga juga, mempunyai beberapa putra, yg tertua adalah Arya Damar.
Yang saya tanyakan, sebenarnya dlm sejarah ada beberapa orang yang bernama “Dara Jingga”?
atau hanya satu orang yang sama?
Makasih atas penjelasannya
From: kozo...@gmail.com [mailto:kozo...@gmail.com] On Behalf Of Uli Kozok
Sent: Thursday, April 01, 2010
1:48 PM
To: Syafroni (Engineering)
Subject: Re: [R@ntau-Net] Gajah Mada prajurit Melayu pengawal Dara Petak ke Tanah Jawa
Pak Syafroni dan anggota Rantaunet,
Alasan maka Adityawarman dianggap anak Dara Jingga karena dalam Pararaton disebut bahwa anak Dara Jingga menjadi "ratu ring Malayu". Adiknya Dara Jingga, Dara Petak, melahirkan anak pertamanya pada tahun 1294 - dua tahun setelah perkawinanya dilangsungkan. Masuk akal. Kapan Adityawarman dilahirkan? Kita tidak tahu, tetapi kita tidak salah kalau kita anggap bahwa tahun kelahirannya sekitar 1294 juga.
Tahun 1347 Adityawarman menjadi maharajadhiraja di Dharmasraya. Kalau begitu usianya sudah 53 tahun! Nah, hal ini tidak masuk akal.
Dalam pararaton hanya dikatakan bahwa anak DJ menjadi "ratu ring Mlayu" dengan nama Aji Mantrolot alias Marmadewa. Unsur Marma barangkali "warma" yang dipakai oleh setiap raja Melayu, bukan AdutyaWARMAN saja tetapi juga pendahulunya AkarendraWARMAN yang tahun 1316 sudah menjadi maharajaDHIRAJA di Tanah Datar. Artinya pada tahun 1316 Malayu sudah tidak takluk pada Majapahit. Pada hal selama ini ada anggapan bahwa Adityawarmanlah yang memisahkan diri dari Majapahit. Bagaimana kalau Akarendrawarman anak DJ? Kalau ia lahir 1294 ia berusia 22 tahun ketika menjadi maharaja di Tanah Datar. Masuk akal. Lalu siapakah Adityawarman? Jelas bukan anaknya tetapi kemungkinan kemenakannya - sesuai dengan garis keturunan adat Minangkabau. Dengan demikian Adityawarman lahir sekitar tahun 1320 dan menjadi maharajadhiraha ketika berusia sekitar 25 tahun. Ini baru masuk akal!
Teori ini bertolak belakang dengan "kenyataan" bahwa Adityawarman menjadi duta Majapahit di Tiongkok. Saya sudah periksa sumber aslinya dan apa yang dikatakan Selamat Mulana tidak benar. Memang ada duta Majapahit ke Tiongkok. Nama Tiongkoknya dapat diartikan sebagai Sang Arya (gelar yang sangat umum di Jawa)! Tiada apa pun yang merujuk pada Adityawarman.
Dr. Uli Kozok