Dari nSinggalang online
Sabtu, 27 February 2010
47 Datuak Dilewakan di Guguak Tabek Sarojo
H. CHUN MASINDO
Bukittinggi - Nagari Guguak Tabek Sarojo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, baralek gadang. Tidak kurang dari 47 putra-putra terbaik nagari itu, Sabtu (27/2) dilewakan gelarnya sebagai datuak, pemimpin dari masing-masing kaumnya. Para datuak tersebut berasal dari sepuluh suku yang ada di nagari itu.
Alek kali ini memang alek besar. Satu menteri, satu Ketua DPD RI dan seorang mantan anggota DPRD Sumbar yang kini calon Bupati Agam 2010/2015, ikut dilewakan karena menyandang gelar datuak dari kaumnya. Dalam sejarah alek batagak pangulu di Guguak Tabek Sarojo, inilah alek terbesar yang pernah dilangsungkan.
Ke-47 datuak yang dilewakan gelarnya itu, berasal dari kaum suku Sikumbang, Caniago, Jambak, Koto, Pisang, Malayu, Guci, Pili, Tanjung dan Payobada. Menurut Walinagari Guguak Tabek Sarojo, Asroel Diaz St. Pangeran, dari seharusnya 56 pangulu di Nagari Guguak Tabek Sarojo, dengan dilewakannya 47 datuak tersebut, berarti sudah ada 54 pangulu, karena saat ini terdapat tujuh pangulu yang masih aktif.
Asroel Diaz didampingi Ketua KAN Guguak Tabek Sarojo, H. Muzer Dt. Rajo Api, prosesi malewakan gala datuak ini, sebenarnya sudah diancar sejak 2003 lalu.
Tapi, semuanya tentunya membutuhkan proses, mulai dari kesepakatan kaum, sampai pada penetapan harinya.
Munculnya kembali keinginan untuk batagak pangulu ini, karena kembalinya sistem pemerintahan ke nagari, dari desa. Ketika pemerintahan dengan status desa, banyak warga berpikiran bahwa pangulu tidak diperlukan. Tapi, karena sistem kembali bernagari, maka peranan ninik-mamak dalam kaum kembali eksis.
Dalam segala urusan, memang ninik-mamak memegang peranan penting, begitu juga dalam menyelesaikan permasalahan. Terutama masalah yang timbul dalam kaum, mulai dari permasalahan tanah, keluarga, sampai pada hal yang menyangkut dengan hukum.
Peranan ninik-mamak di sini memang sangat besar. Pepatah, anak dipangku, kemenakan dibimbing, jelas akan kembali menurut jalurnya.
Untuk baralek gadang ini, yang oleh KAN Guguak Tabek Sarojo diberi judul Minangkabau Baralek Gadang, anak nagari benar-benar memperlihatkan rasa suka citanya. Guguak Tabek Sarojo (GTS) yang terdiri dari dua jorong itu, benar-benar berubah fantastis.
Di sepanjang jalan dalam nagari, terdapat umbul-umbul dan marawa. Di rumah-rumah, terdapat spanduk dalam ukuran besar, lengkap dengan foto tokoh yang akan menangku gelar datuak, terpampang dengan jelas.
Dalam spanduk itu selain gambar tokoh datuak bersangkutan, juga disebutkan gelarnya, sukunya dan lainnya. Kata lain, yang paling pas adalah, Guguak Tabek Sarojo kini benar-benar semarak. seluruh pekarangan rumah penduduk dibersihkan, jalan-jalan rapi, pagar dicat, gapura dibuat dan tenda-tenda pesta pun berdiri di banyak tempat.
Asroel Diaz lebih mengungkapkan, Guguak Tabek Sarojo yang terdiri dari dua jorong itu, kini dihuni oleh sekitar 4.500 jiwa. Warga menghuni areal seluas 89 hektare, dari 260 hektar luas nagari keseluruhan. Di atas areal yang 89 hektar itulah, terdapat lahan pemukiman, pertanian, dan berbagai keperluan lainnya. Mata pencarian warga Guguak Tabek Sarojo, hanya sekitar 15 persen yang petani. Selebihnya adalah pedagang, pegawai negeri, swasta, dan berbagai profesi lainnya.
Kondisi tersebut membuat warga nagari ini lebih suka mencari hidup di rantau ketimbang di kampung halaman. Itu pulalah sebabnya sekitar 12.000 warga GTS kini berada di perantauan.
Mereka tidak hanya di berbagai kota di Indonesia tetapi juga di mancanegara, seperti Australia, Malaysia, Jerman, Polandia dan lainnya.
“Di Australia saja warga GTS terdapat sedikit 200 jiwa. Di sana mereka yang berdagang, swasta, dan ada juga yang buka usaha rumah makan. Dalam alek ini, sekitar 40 warga yang dari Australia itu menyempatkan diri untuk pulang kampung menyaksikan prosesi malewakan gala datuak ini,” ujar Asroel Diaz lagi.
Hebatnya, nagari ini pernah jadi tempat persembunyian paling aman bagi tokoh revolusioner, seperti Syafruddin Perwiranegara, Burhanuddin Harahap dan M.Natsir. Mereka merasa aman di sini, karena tidak dapat akses langsung ke Bukittinggi.
Meski jarak GTS dengan Kota Bukittinggi tidak lebih dari 200 meter, namun dipisah oleh ngarai yang cukup terjal, yang merupakan rangkaian dari Ngarai Sianok. Sampai kini, memang jembatan penghunung untuk akses langsung ke Bukittinggi itu masih dalam wacana, apalagi wacana itu kian mengabur menyusul gempa bumi yang terjadi Maret 2007 lalu, yang makin memperbesar jurang pemisah tersebut.
Tapi, kini GTS, nagari yang bergantung pada turunnya hujan tersebut, tidak bisa dipandang sebelah mata. Budaya berdagang anak nagari memang tidak bisa dipungkiri. Apalagi sebagian besar diantaranya adalah pedagang emas.
Diperkirakan saat ini tidak kurang dari tiga ton emas milik warga GTS yang berdagang emas di berbagai pelosok di Sumbar dan berbagai kota di tanah air.
Lalu bagaimana dengan orang yang diangkat jadi pangulu tersebut? Adalah Drs.H. Supardi Gaus, MBA., M.Si., yang memangku gelar Datuak Batuah, yang juga ikut dilewakan hari ini, kepada Singgalang menyebutkan, bahwa tujuan utama dari batagak pangulu ini adalah untuk lebih memberikan arti yang mendalam dalam menjalankan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Dalam kandungannya, terdapat bahwa anak dipangku, kamanakan dibimbiang.
“Hakikat dari pepatah tersebut, bahwa untuk anak sang ayak berkewajiban memangkunya, yang secara harfiahnya bermakna memberikan kehidupan yang layak dan menempatkannya sebagai amanat dari Allah. Kemenakan dibimbing, bermakna bahwa seorang kemenakan di mata mamaknya, adalah yang harus dididik, dibina dan dibeli dengan ilmu pengetahuan. Ini tidak akan bisa lepas, dan diharapkan mamak juga tidak akan merasa panek dalam membimbing kemenakannya, karena sifatnya membimbing. Lain halnya kalau dipangku, jelas beban berat itu tertumpu padanya,” ungkap Guspardi Gaus yang mantan anggota DPRD Sumbar dan kini calon Bupati Agam 2010-2015.
Menurut Guspardi, memang selama ini peranan ninik mamak atau pangulu sepertinya terlupakan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Dampaknya jelas, bahwa anak kemenakan tidak pernah menyatu, mamak bak kato mamak, kemenakan pun dikacak langan lah bak langan, dikacak batih lah bak batih. Terkadang, bahkan sampai menantang mamaknya. Ini akibat, sistem pemerintahan desa yang sepertinya mengabaikan peranan mamak dalam kehidupan di alam Minangkabau ini.
“Syukurlah kita kembali ke nagari. Dengan demikian, peranan ninik-mamak yang selama ini sepertinya diabaikan, kembali difungsikan. Budaya dan adat pun harus dijalankan sesuai dengan aturannya. Diakui, memang bahwa adat di Minangkabau ini tidak tertulis, namun semuanya akan berjalan dengan baik bila mengikuti apa yang sudah dijalankan oleh nenek moyang. Hanya saja, sekarang kini akan mencoba menterjemahkannya sesuai dengan perkembangan alam,” tambah Guspardi lagi.
Sebenarnya ini bukan mambangkik batang tarandam, dalam artian harfiahnya. Tapi menghidupkan kembali kekuatan budaya Minangkabau yang terlanyau oleh budaya asing yang masuk. Kalau mambangkik batang tarandam itu, maknya kita sendiri yang membekukannya. Tapi, ini tidak. Masalah ini tidak lebih dari sistem yang berjalan, dan kita terlena pula olehnya. Kinilah masanya, kita kembali ke sistem adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, dimana syarak mangato, adaik mamakai. “Kita tentu tidak ingin budaya kita terlanyau begitu saja oleh budaya asing yang masuk. Budaya asing itu bukan hanya budaya yang datang dari luar negeri, tetapi budaya dari luar Minangkabau sendiri,” ujar Guspardi Gaus menambahkan.
Kembali ke GTS, nagari yang tengah baralek gadang. Nagari yang berbatasan langsung dengan Birugo Bukittinggi itu, sekilas memang tidak terlihat. tapi bila masuk ke dalamnya, maka tergambarlah bahwa GTS adalah sebuah nagari yang maju. Seluruh ruas jalan dalam nagari sudah diaspal hotmix. Kini juga tengah dipasang perpipaan untuk saluran air ke rumah-rumah penduduk, dengan sumber air dari Balingka. Rumah-rumah mewah yang selama ini mengharapkan air dari tadah hujan, ke depan diharapkan sudah mempunyai pipa leding.
“Insya Allah, tahun 2010 ini, proyek perpipaan itu sudah rampung, dan seluruh rumah penduduk di GTS sudah bisa diairi dengan sistem perpipaan tersebut,” harap Walinagari Asroel Diaz. (202)