Parintang-rintang patang dari file-file lamo, paingek-ingek bagi nan lupo, panambah pangatahuan bagi nan baru tibo.
==========================================================================
Oleh eriandi http://eriandi.wordpress.com/2007/11/26/menyingkap-tabir-mande-rubiah/
Seperti
itulah kata orang-orang yang pernah datang ke Lunang. Mereka terkesan dengan
suasana daerah di Pesisir Pulau Sumatra itu dan tentu akan berpesan kepada
siapapun yang akan pergi ke Lunang, agar tidak lupa datang ke Rumah Gadang atau
istana Mande Rubiah. Di Rumah Gadang yang terdapat di pinggir Batang Lunang
itulah dibangun sejarah yang sampai kini masih belum dapat dikuak oleh para
ahli sejarah. Apa sebenarnya yang terjadi ratusan tahun lalu di daerah itu.
Maklum, daerah ini baru dikenal luas oleh masyarakat setelah dibukanya menjadi
daerah transmigrasi.
Kaburnya
sejarah Rumah Gadang Mande Rubiah, berkaitan erat dengan kaburnya sejarah
Minangkabau sendiri. Banyak orang mengenal kerajaan di Minangkabau hanyalah
Kerajaan Pagarruyung, padahal Kerajaan Pagarruyung hanya salah satu dari sekian
banyak kerajaan yang pernah ada di tanah Minangkabau. Sebut saja Kerajaan Indopuro,
Kerajaan Damasraya, Kerajaan Padang Laweh, Kerajaan Jambu Limpo dan Kerajaan
Mande Rubiah. Kerajaan yang terakhir ini disebut-sebut sebagai pewaris tahta
Bundo Kanduang yang dikenal sebagai Raja Perempuan Pagarruyung yang paling
termasyhur dan melegenda di tengah-tengah masyarakat Minangkabau.
Sejarah
tidak menemukan secara pasti bagaimana hubungan Kerajaan Pagarruyung dengan
Kerajaan Mande Rubiah yang terletak di Nagari Lunang, Kecamatan Lunang Silaut,
Kabupaten Pesisir Selatan dengan Kerajaan Pagarruyung yang terletak di Tanah
Datar. Hubungan antara dua kerajaan besar ini diungkapkan dalam Kaba Cindua
Mato yang sama melegendanya dengan Bundo Kanduang. Menurut cerita rakyat
Minangkabau itu, disaat terjadi pertempuran hebat antara Pagarruyung dengan Kerajaan
Singiang-Ngiang (selama lebih kurang 23 tahun), Bundo Kanduang dengan beberapa
pengikutnya mengirab (terbang) ke langit. Bahasa itu tentu hanyalah sebagai
kiasan dari kenyataan yang sebenarnya bahwa Bundo Kanduang melarikan diri ke
Nagari Lunang dan mendirikan sebuah kerajaan kecil di daerah itu. Pelarian
merupakan hal yang lumrah bagi orang-orang yang kalah, tidak hanya di masa itu,
akan tetapi juga di saat sekarang ini. Untuk menyembunyikan identitasnya, Bundo
Kanduang menukar namanya dengan Mande Rubiah, yang kata awal bahasa itu dalam
bahasa Minangkabau memiliki makna yang sama.
Bundo Kanduang bagi banyak ahli sejarah tetap saja sebagai tokoh yang misterius keberadaannya. Hal ini bisa jadi karena Minangkabau sebelum Islam masuk ke daerah ini tidak mengenal tradisi menulis, sehingga sejarah hanya diwariskan secara lisan dari mulut kemulut. Tidak hanya sebatas itu akan tetapi sejarah pun dibungkus dalam bentuk cerita yang disebut di Ranah Minang sebagai Kaba. Maka tersebutlah berbagai kisah semisal asal keturunan Minangkabau dari Iskandar Zulkarnain (Alexander Agung). Dalam Tambo Minangkabau disebutkan bahwa Iskandar Zulkarnain memiliki tiga orang anak laki-laki. Ketiga orang anak ini adalah Maharaja Alif, Maharaja Dipang dan Maharaja Diraja. Anak Iskandar Zulkarnain yang terakhir ini datang ke daratan Minangkabau sewaktu Gunung Marapi masih sebesar telur itik. Maharaja Diraja inilah yang kemudian dipercayai sebagai nenek moyang orang Minangkabau.
Di Lunang juga terdapat komplek makam Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Puti Bungsu,
Cindua Mato dan beberapa pengikutnya. Kuburan Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Puti
Bungsu dan beberapa orang pengikutnya terletak dalam satu komplek. Sementara
itu kuburan Cindua Mato terpisah hampir satu kilometer dari komplek makam Bundo
Kanduang. Entah mengapa makam Cindua Mato terpisah dari komplek makam yang
Bundo Kanduang, yang penting semua makam manusia-manusia yang sering dijumpai
dalam mitos Minangkabau itu sama-sama dikeramatkan.
Dari semua makam itu yang juga sangat menarik bagi pengunjung adalah nisan-nisan di setiap kuburan itu yang unik. Nisan yang tidak biasanya dijumpai di Minangkabau itu khabarnya didatangkan dari Aceh, makanya orang-orang setempat juga menyebutnya sebagai Nisan Aceh. Bentuk nisan itu seperti penggada Bima yang sering dijumpai di film-film. Mempunyai ukiran yang tidak terpikirkan oleh manusia sekarang bagaimana cara orang-orang dimasa ratusan tahun lalu itu membuatnya.
Bundo Kanduang, yang kemudian berganti nama menjadi Mande Rubiah, sampai
sekarang tahta kebesarannya masih berlanjut hingga Mande Rubiah VII. Keberadaan
Mande Rubiah sebagai penerus kebesaran Bundo Kanduang diakui di tengah-tengah
masyarakat tidak hanya di Nagari Lunang, akan tetapi sampai ke daerah-daerah
yang pernah dipengaruhi oleh kekuasaan Minangkabau seperti Indopuro, Muko-Muko
(Bengkulu), Jambi, dan Palembang.
Bahkan sampai sekarang masih ada masyarakat dari Air Bangis, yang mencari nenek
moyang mereka ke Nagari Lunang.
Mande Rubiah VII, sebagai pewaris tahta Bundo Kanduang menjadi pemimpin bagi
masyarakat, tidak hanya secara simbolik tapi berlaku dalam berbagai kegiatan
adat, agama, bahkan pemerintahan. Dalam tataran adat, Mande Rubiah VII yang
melantik atau mensyahkan penghulu nan salapan (pimpinan adat). Selain itu Mande
Rubiah VII juga memberikan keputusan akhir tentang apa yang dimusyawarahkan
oleh pimpinan adat. Bila Mande Rubiah VII setuju maka keputusan berlaku, bila
keputusan itu kurang berkenan di hati Mande Rubiah VII, maka keputusan harus
ditinjau ulang kembali.
Dalam tataran agama, berbagai kegiatan keagamaan seperti Maulid Nabi dan
peringatan Lebaran, dipusatkan di Istana Mande Rubiah. Prosesi kegiatan
keagamaan ini jangan dibayangkan berlaku seperti kegiatan Maulid dan Lebaran
sebagaimana halnya yang dilakukan masyarakat biasa, akan tetapi peringatan
Maulid dan Lebaran ini dilakukan dengan upacara adat yang menghabiskan waktu
berhari-hari. Untuk Maulid Nabi, masyarakat akan memusatkan kegiatan di Istana
selama 3 hari. Acara dimulai dari Istana Mande Rubiah, kemudian dilanjutkan ke
Masjid Nagari dan hari terakhir peringatan kembali diakhiri di Istana Mande
Rubiah.
Sementara itu dalam tataran pemerintahan, kepala pemerintahan setempat selalu
minta berbagai pertimbangan kepada Mande Rubiah VII sebelum mengambil keputusan
yang menyangkut hajat hidup rakyat. Upacara pelantikan dan upacara resmi
lainnya, tentu saja di pusatkan di Istana Mande Rubiah.
Tentang jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan Bundo Kanduang di Kerajaan Mande
Rubiah, selain peninggalan-peninggalan kuno yang ada di istana seperti;
manuskrip, senjata-senjata, dan alat-alat rumah tangga kerajaan yang telah
berusia ratusan tahun, di sekitar komplek Istana Mande Rubiah juga dapat
ditemukan kuburan para tokoh yang melegenda di Minangkabau (Bundo Kanduang,
Dang Tuanku, Rajo Mudo, Puti Bungsu, dan Cindua Mato). Namun yang terpenting
jejak yang ditinggalkan Bundo Kanduang di Nagari Lunang adalah pengaruh Mande
Rubiah di tengah-tengah masyarakat yang semakin mengukuhkan bahwa beliau
benar-benar sebagai penerus kebesaran tahta Ratu Minangkabau.
Azwar (Staf Audiovisual Fakultas Sastra Unand, Padang)
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.4/1277 - Release Date: 13/02/2008 20:00
Sumber ko mambukakkan mato; rancak untuak mamuloi kaji baliak ka
daerah Lunang khususnyo, ka Minangkabau umumnyo.
Kok ado nan tahu atau alah pai ka Lunang tu, rancak ditunjuakkan
bana dalam peta dima latak pastinyo Nagari Lunang tu. Kok ado nan
lah pai ka sinan atau nan kapai ka sinan rancak diambiak foto-foto
nan rancak untuak tambahan sumber sejarah nanti.
Sasudah Bundo Kanduang jo Dang Tuanku "mangirap" ka Langik, takana
di ambo caritonyo Cindua Mato barangkek ka Indopuro. Lamo ambo ingin
tahu rimbo (jalan-jalan, paths) nan maa nan ditampuah Si Binuang
dari Pagaruyuang Batusangka manuju ka Indopuro di Pasisia tu.
Mambayangkan Kubua Bundo Kanduang jo Dang Tuangku cuma 1km jaraknyo
dari Kubua Cindua Mato di Lunang ko, kito barangkali paralu
manyalangkan mato baliak ka Tambo-tambo manganai misteri Karajaan-
karajaan Minangkabau ko.
Baitu juo dalam Carito Cindua Mato indak jaleh bana dima latak
Karajaan Si Imbang Jayo tu. Tampaknyo panulih kaba Cindua Mato
kurang jaleh jo pametaan daerah. Sasudah Saruaso, Padang Gantiang,
Talawi, "Bukik Tambun Tulang" pametaannyo kabua, antah jalan maa nan
di tampuahnyo, antah dima Karajaan Imbang Jayo tu....
PS. Sadangkan "Bukik Tambun Tulang" ko adolah istilah generik untuak
mambayangkan Sarang Panyamun di Dalam Rimbo. Ruponyo ado
babarapo "Bukik Tambun Tulang". Salah satunyo alah ambo tampuah pulo
di rimbo gadang antaro Sungai Patai jo Barulak, rimbo bateh Luhak
Tanah Data jo Limo Puluah.
Salam,
--MakNgah
Sjamsir Sjarif
--- In Rant...@yahoogroups.com, "Nofend St. Mudo" <nofend@...>
wrote:
>
> Parintang-rintang patang dari file-file lamo, paingek-ingek bagi
nan lupo,
> panambah pangatahuan bagi nan baru tibo.
>
>
=====================================================================
=====
>
> Oleh
HYPERLINK "http://eriandi.wordpress.com/author/eriandi/"eriandi
> http://eriandi.wordpress.com/2007/11/26/menyingkap-tabir-mande-
rubiah/
>
> Seperti itulah kata orang-orang yang pernah datang ke Lunang.
Mereka
> terkesan dengan suasana daerah di Pesisir Pulau Sumatra itu dan
tentu akan
> berpesan kepada siapapun yang akan pergi ke Lunang, agar tidak
lupa datang
> ke Rumah Gadang atau istana Mande Rubiah. Di Rumah Gadang yang
terdapat di
> pinggir Batang Lunang itulah dibangun sejarah yang sampai kini
masih belum
> dapat dikuak oleh para ahli sejarah. Apa sebenarnya yang terjadi
ratusan
> tahun lalu di daerah itu. Maklum, daerah ini baru dikenal luas oleh
> masyarakat setelah dibukanya menjadi daerah transmigrasi.
>
> Kaburnya sejarah Rumah Gadang Mande Rubiah, berkaitan erat dengan
kaburnya
> sejarah Minangkabau sendiri.
.....................
Request number: TA 5951
Note: This is an article. Please request journal!
1. Cindur mata
Majoindo , Aman Dt. / Cet. 8 / Balai Pustaka / 1997
2. Cindur mata
Madjoindo, A.Dt. / Cet. 6 / Balai Pustaka / 1987
3. Cindur Mata : cerita rakyat dari Sumatera Barat
Erlangga / 1985
1. Cindua mato
Radjo Endah, Sjamsudin St. / Cet. 1 / Kristal
Multimedia / 2005
2. Empat sandiwara orang Melayu : Senandung
semenanjung, Dara jingga, Gading cempaka, Cindua mato
Hadi, Wisran / Cet. 1 / Angkasa / 2000
3. Mitos dan mitos pengukuhan dalam Kaba Cindua Mato
Hasanuddin W.S. / Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan / 1999
4. Tradisi dan modernitas dalam sandiwara : teks
sandiwara "Cindua Mato" karya Wisran Hadi dalam
hubungan dengan mitos Minangkabau "Cindua Mato"
Esten, Mursal / Intermasa / 1992
5. Tradisi dan modernitas dalam sandiwara : teks
sandiwara "Cindua Mato" karya Wisran Hadi dalam
hubungan dengan mitos Minangkabau "Cindua Mato"
Esten, Mursal / Fakultas Pascasarjana, Universitas
Indonesia / 1990
6. Cindua Mato : cerita klasik Minangkabau
Rajo Endah, Syamsuddin St. / Cet. ke 4 / Pustaka
Indonesia / 1987
7. Cindua mato
Rajo Endah, Sy.St. / Balai Buku Indonesia / 1982
8. Cindua mato
Radjo Penghulu, M. Rasjid Manggis Dt. / Proyek
Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah
, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan / 1980
________________________________________________________
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
http://id.yahoo.com/
Request number: M l 34611987 mf
Request info: Not lendable, photocopy only
Available Request
--------
Title: Monografi kenagarian Lunang, kecamatan Pancung
Soal, kabupaten Pesisir Selatan, propinsi daerah
tingkat 1 Sumatera Barat
Year: 1977
Organization: Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera
Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA);
Seri BAPPEDA, no; 29/1977
Publisher: Padang : Pemerintah Daerah Propinsi
Sumatera Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA)
Note: Gestencilde tekst
Extent: 41 p
Size: 30 cm
Subject heading: general study; Pesisir Selatan;
Sumatera Barat; 1977; monograph; Indonesia
Request number: M c 25131978 mf
Request info: Lendable
Available Request
===========
Title: The joint systems in the vicinity of the
Salida Mine (West Coast of Sumatra) / by H. Terpstra ;
communicated by H.A. Brouwer
Author: H. Terpstra; H.A. Brouwer
In: Proceedings of the Section of Sciences,
Koninklijke Akademie van Wetenschappen te Amsterdam,
ISSN 0370-0348
vol. 35 (1932), issue 6-10, page 891-897
Publisher: Amsterdam : Noord-Hollandsche
uitgeversmaatschappij
Note: Bevat lit. opg
Illustration: krt., pl. gr
Size: 21 cm
Subject heading: geology; mines; Sumatera Barat;
Indonesia; geological survey
Request number: M 2007 A 2558
Note: Fotokopie
Request info: Lendable
Available Request
---=========-
Title: Reisverslag van den directeur der
mijnbouw-maatschappij "Salida" / A. Hulshoff Pol
Author: A. Hulshoff Pol
Year: [1911]
Publisher: [S.l. : s.n.]
Printer: Den Haag : Viskoper
Extent: 13 p
Illustration: ill
Size: 21 cm
Annex: Met krt
Subject heading: mining; industrial enterprises;
Indonesia; travel accounts
Request number: M x 328
Request info: Lendable
Available Request
----------
Title: De erts-afzettingen bij Salida : afdeeling
Painan, Gouvernement Sumatra's Westkust / door M.B.
Spaulding
Author: M.B. Spaulding
Year: [1899]
Publisher: [S.l. : s.n.]
Printer: 's-Gravenhage : Viskoper
Note: Vert. van het origineele Eng. rapport
Extent: 20 p
Size: 22 cm
Subject heading: mineralogy; Sumatera Barat
Request number: M x 326
Request info: Available for inspection only
Available Request
--------
Title: Das Gold- und Silbererz-Vorkommen von
Tambang-Salida auf Sumatra's Westküste / Adolf Ernst
Author: Adolf Ernst (1832-1899)
Year: 1890
Publisher: Hannover : Schrader
Extent: 15 p
Illustration: krt
Size: 23 cm
Subject heading: gold; silver; geology; Sumatera
Barat
Request number: M x 7
Request info: Available for inspection only
Available Request
--------
Title: Nota over de verrichtingen der Oost-Indische
Compagnie bij de ontginning der goud- en zilveraders
te Salida op Sumatra's Westkust / Reinier D. Verbeek
Author: Reinier D. Verbeek
Year: [1886]
Publisher: [Amsterdam : s.n.]
Extent: 9 p
Size: 22 cm
Subject heading: mining; Sumatera Barat; VOC;
precious metals; economic history
Request number: M x 158
Request info: Available for inspection only
Available Request
Request number: M x 327
Year: 1910
Part/Page/Type: 46 p
Note: 2e exempl
Request info: Lendable
Available Request
=======
Title: De zilver- en goudmijnen van Salida op
Sumatra's Westkust / door Reinier D. Verbeek
Author: Reinier Dirk Verbeek
Year: 1880
Publisher: Batavia : Ernst
Note: Overdr. uit: Algemeen Dagblad van Ned. Indië ;
16, 19 en 20 maart 1880
Extent: 20 p
Size: 21 cm
Subject heading: silver; gold; mines; mineral
resources; Indonesia
Request number: M x 25
Request info: Available for inspection only
Available Request
--------
Title: Penelitian pengembangan koperasi listrik di
Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat : KUD Salido,
Kecamatan 4 Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera
Barat / [ketua team penelitian: Munarfie Nur]
KUD Salido, Kecamatan 4 Jurai
Author: Munarfie Nur
Year: 1981
Organization: Sumatera Barat. Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda)
Publisher: Padang : Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Tingkat I Sumatera Barat
Note: KUD = Koperasi Unit Desa
Extent: 47 p
Illustration: tab
Size: 29 cm
Subject heading: cooperatives; electricity; Pesisir
Selatan; Sumatera Barat; 1981; research report;
Indonesia
Request number: M x 33421981 mf
Note: Microfiches
Request info: Not lendable, photocopy only
Available Request
-----------
Title: Salido 1000 tahun yang silam : cerita rakyat
Sumatera Barat / Indra Putra
Author: Indra Putra
Year: 1981
Publisher: Jakarta : Yudhistira
Extent: 64 p
Illustration: ill
Size: 21 cm
Subject heading: folk tales; Putra, I.; Sumatera
Barat; Indonesia
Request number: M hh 3839 N
Request info: Lendable
Available Request
--------
________________________________________________________
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
Disaat off line, ambo pernah mandanga carito mengenai hal iko dari katua
rang mudo (daMiko) mungkin katua ko bisa mangirim baliak, kalau masih ado
tambahan mengenai carito Mande Rubiah ko.
Atau mamak-mamak ambo nan dari Pasisia, sarupo Om Man, bisa manambahkan??
Ambo sangek sanang jo topik2 sarupo iko, dari pado nan ndak bahubungan jo
ranah minang.
-----Original Message-----
From: Rant...@googlegroups.com [mailto:Rant...@googlegroups.com] On
Behalf Of hambociek
Maa Angku Nofend St Mudo sarato Rang Lapau nan Basamo,
Sumber ko mambukakkan mato; rancak untuak mamuloi kaji baliak ka
daerah Lunang khususnyo, ka Minangkabau umumnyo.
Kok ado nan tahu atau alah pai ka Lunang tu, rancak ditunjuakkan
bana dalam peta dima latak pastinyo Nagari Lunang tu. Kok ado nan
lah pai ka sinan atau nan kapai ka sinan rancak diambiak foto-foto
nan rancak untuak tambahan sumber sejarah nanti.
Sasudah Bundo Kanduang jo Dang Tuanku "mangirap" ka Langik, takana
di ambo caritonyo Cindua Mato barangkek ka Indopuro. Lamo ambo ingin
tahu rimbo (jalan-jalan, paths) nan maa nan ditampuah Si Binuang
dari Pagaruyuang Batusangka manuju ka Indopuro di Pasisia tu.
Mambayangkan Kubua Bundo Kanduang jo Dang Tuangku cuma 1km jaraknyo
dari Kubua Cindua Mato di Lunang ko, kito barangkali paralu
manyalangkan mato baliak ka Tambo-tambo manganai misteri Karajaan-
karajaan Minangkabau ko.
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.5/1279 - Release Date: 14/02/2008
18:35
Assalamualaikum w.w. Nanda Hanifah dan para sanak sa palanta, Masalah ini baik sekali kita manfaatkan untuk memulai tersusunnya Daftar Inventarisasi Masalah untuk Kompilasi Hukum ABS SBK. Dengan ini saya beri nomor registrasi DIM-1. Rumusan jalan keluarnya nanti kita bahas bersama. Wassalam, Saafroedin Bahar (L, 70+6+5, Jakarta) 'Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya' 'Taqdir di tangan Allah swt, Nasib di tangan Manusia' 'Mari berlomba berbuat kebaikan' --- On Fri, 2/15/08, hanifah daman <iff...@yahoo.com> wrote: |
Salam.
=====
Kaba Cindua Mato adalah cerita rakyat, berbentuk kaba, dari Minangkabau.
Kaba ini mengisahkan petualangan tokoh utamanya, Cindua Mato, dalam membela
kebenaran. Kaba Cindua Mato menggambarkan keadaan ideal Kerajaan Pagaruyung
menurut pandangan orang Minangkabau.
Berbagai edisi
Edisi cetak tertua kaba ini adalah yang dicatat oleh van der Toorn, Tjindur
Mato, Minangkabausch-Maleische Legende. Edisi ini hanya memuat sepertiga
saja dari manuskrip asli yang tebalnya 500 halaman. Pada 1904 Datuk Garang
menerbitkan edisi lengkap kaba ini di Semenanjung Malaya, dalam aksara Jawi.
Edisi ini mirip dengan versi van der Toorn.
Edisi Datuk Garang didasarkan pada manuskrip milik keluarga seorang Tuanku
Laras di daerah Minangkabau timur.
Tokoh-tokoh utama
• Bundo Kanduang adalah ratu asli, yang diciptakan bersamaan dengan
alam ini. Ia merupakan ibu dari Raja Alam, Dang Tuanku, yang dilahirkannya
setelah ia meminum air kelapa gading.
• Dang Tuanku adalah Raja Pagaruyung, putra Bundo Kanduang. Dia
ditunangkan dengan Puti Bungsu, sepupunya, anak dari pamannya Rajo Mudo,
yang berkuasa di Sikalawi.
• Cindua Mato seperti Dang Tuanku terlahir setelah ibunya, Kembang
Bendahari, meminum air kelapa gading. Karena itu dia juga dapat dipandang
sebagai saudara Dang Tuanku.
• Imbang Jayo adalah raja Sungai Ngiang, rantau Minangkabau sebelah
Timur. Dia berusaha merebut Puti Bungsu, yang sudah ditunangkan dengan Dang
Tuanku, dengan menyebarkan desas-desus bahwa raja Pagaruyung tersebut
menderita penyakit.
• Tiang Bungkuak adalah ayah Imbang Jayo yang sakti dan kebal. Namun
pada akhirnya Cindua Mato menemukan kelemahannya.
Ringkasan
Perhatian: Bagian di bawah ini mungkin akan membeberkan isi cerita yang
penting atau akhir kisahnya.
Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang ratu bernama Bundo Kanduang, yang
konon diciptakan bersamaan dengan alam semesta ini (samo tajadi jo alamko).
Dia adalah timpalan Raja Rum, Raja Tiongkok dan Raja dari Laut. Suatu hari
Bundo Kanduang menyuruh Kembang Bendahari, seorang dayangnya yang setia,
untuk membangunkan putranya Dang Tuanku, yang sedang tidur di anjungan
istana. Kembang Bendahari menolak, karena Dang Tuanku adalah Raja Alam,
orang yang sakti. Bundo Kanduang lalu membangunkan sendiri Dang Tuanku, dan
berkata bahwa Bendahara sedang mengadakan gelanggang di nagarinya Sungai
Tarab, untuk memilih suami buat putrinya. Karena gelanggang tersebut akan
dikunjungi banyak pangeran, marah dan sutan, dan putra-putra orang-orang
terpandang, Dang Tuanku dan Cindua Mato seharusnya ikut serta di dalamnya.
Bundo Kanduang memerintahkan Dang Tuanku untuk menanyakan apakah Bendahara
akan menerima Cindua Mato sebagai suami dari putrinya, Puti Lenggo Geni.
Setelah menerima pengajaran tentang adat Minangkabau dari Bundo Kanduang,
Dang Tuanku, Cindua Mato dan para pengiringnya berangkat ke Sungai Tarab.
Di Sungai Tarab mereka disambut oleh Bendahara. Dang Tuanku bertanya apakah
Bendahara bersedia menerima Cindua Mato yang “bodoh dan miskin” sebagai
menantunya. Sebenarnya Cindua Mato adalah calon menantu ideal, dan karena
itu lamaran tersebut diterima. Dang Tuanku kemudian berbincang-bincang
dengan Bendahara, yang merupakan ahli adat di dalam Basa Ampek Balai,
membahas adat Minangkabau dan apakah telah terjadi perubahan dari adat nenek
moyang. Menurut Bendahara prinsip-prinsip yang diwariskan dari perumus adat
Datuk Ketemanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang tetap tak berubah.
Sementara itu Cindua Mato mendengar pergunjingan di pasar bahwa Puti Bungsu,
tunangan Dang Tuanku, akan dinikahkan dengan Imbang Jayo, Raja Sungai
Ngiang, sebuah negeri di rantau timur Minangkabau. Menurut kabar itu, di
sana tersebar berita bahwa Dang Tuanku diasingkan karena menderita penyakit.
Puti Bungsu adalah putri Rajo Mudo, saudara Bundo Kanduang, yang memerintah
sebagai wakil Pagaruyung di Ranah Sikalawi, tetangga Sungai Ngiang. Ketika
menemukan bahwa cerita ini disebarkan oleh kaki tangan Imbang Jayo, Cindua
Mato bergegas mendesak Dang Tuanku untuk meminta permisi pada Bendahara dan
kembali ke Pagaruyung. Gunjingan seperti itu adalah hinaan kepada Raja Alam.
Di Pagaruyung Cindua Mato menceritakan Dang Tuanku dan Bundo Kanduang apa
yang didengarnya di pasar. Bundo Kanduang naik pitam, namun sebelum
bertindak dia mesti berunding dulu dengan Basa Ampek Balai. Dalam
rapat-rapat berikutnya para menteri tersebut berusaha menengahi Bundo
Kanduang pada satu pihak, yang tak dapat menerima hinaan dari saudaranya,
dan Dang Tuanku beserta Cindua Mato pada pihak lain, yang menganjurkan
kesabaran. Pertemuan tersebut berakhir dengan kesepakatan bahwa Cindua Mato
akan berangkat sebagai utusan Bundo Kanduang dan Dang Tuanku ke Sikalawi,
dengan membawa Sibinuang, seekor kerbau sakti, sebagai mas kawin untuk Puti
Bungsu.
Dengan menunggang kuda sakti, Si Gumarang, dan ditemani kerbau sakti, Si
Binuang, Cindua Mato berjalan menuju Ranah Sikalawi. Di perbatasan sebelah
timur, di dekat Bukit Tambun Tulang, dia menemukan tengkorak-tengkorak
berserakan. Setelah membacakan jampi-jampi, dan berkat tuah Dang Tuanku,
tengkorak-tengkorak tersebut mampu menceritakan kisah mereka. Mereka
sebelumnya adalah para pedagang yang bepergian melalui bukit Tambun Tulang
dan dibunuh para penyamun. Mereka mendesak Cindua Mato untuk berbalik dan
kembali, namun Cindua Mato menolak. Tak lama sesudahnya para penyamun
menyerang, namun dengan bantuan Si Binuang, ia berhasil mengalahkan mereka.
Para penyamun tersebut mengaku bahwa Imbang Jayo, raja Sungai Ngiang,
mempekerjakan mereka tak hanya buat memperkaya dirinya, tetapi juga untuk
memutus hubungan antara Pagaruyung dan Rantau Timur, dan dengan demikian
melempangkan rencananya untuk mengawini Puti Bungsu.
Kedatangan Cindua Mato menggembirakan keluarga Rajo Mudo, yang berduka
mendengar kabar penyakit Dang Tuanku. Kehadiran Cindua Mato dianggap sebagai
pertanda restu Bundo Kanduang atas perkawinan yang hendak dilangsungkan.
Dengan berpura-pura kesurupan Cindua Mato berhasil bertemu empat mata dengan
Puti Bungsu tanpa memancing kecurigaan keluarga Rajo Mudo. Mereka percaya
hanya Puti Bungsu saja yang mampu menenangkannya. Cindua Mato bertutur pada
Puti Bungsu bahwa Dang Tuanku mengirimnya untuk membawanya ke Pagaruyung,
karena ia sudah ditakdirkan untuk menikah dengan Dang Tuanku. Dalam pesta
perkawinan yang berlangsung, saat Imbang Jayo tengah berperan sebagai
pengantin pria, Cindua Mato melakukan hal-hal ajaib yang menarik perhatian
lain dan menculik Puti Bungsu. Cindua Mato membawanya ke Padang Ganting,
tempat Tuan Kadi, anggota Basa Ampek Balai yang mengurus soal-soal keagamaan
bersemayam.
Dengan menculik Puti Bungsu Cindua Mato telah melanggar hukum dan melampaui
wewenangnya sebagai utusan Pagaruyung. Tuan Kadi lalu memanggil anggota Basa
Ampek Balai lainnya untuk membahas pelanggaran yang dilakukan Cindua Mato.
Namun pada pertemuan yang diadakan Cindua Mato menolak menjelaskan
perbuatannya.
Basa Ampek Balai lalu menceritakan kejadian ini pada Bundo Kanduang, yang
murka pada kelakuan Cindua Mato. Namun ia masih tetap menolak menjawab.
Keempat menteri ini lalu memutuskan berunding dengan Raja Nan Duo Selo, Raja
Adat dan Raja Ibadat. Keduanya, mengetahui latar belakang kejadian tersebut,
sambil tersenyum menyuruh keempat menteri tersebut menyerahkan keputusan
kepada Dang Tuanku, Raja Alam.
Pada pertemuan berikutnya perdebatan terjadi antara Bundo Kanduang, yang
berteguh mempertahankan adat raja-raja, dan Dang Tuanku, yang menganjurkan
memeriksa alasan di balik tindakan Cindua Mato. Imbang Jayo telah menghina
Dang Tuanku dengan berusaha mengawini tunangannya, dan menceritakan fitnah.
Sekarang giliran Imbang Jayo buat dihina. Imbang Jayo juga mempekerjakan
penyamun untuk memperkaya dirinya dan memutus hubungan antara Minangkabau
dan rantau timurnya. Cindua Mato tak layak dihukum karena dia hanya alat
untuk utang malu dibayar malu.
Cindua Mato dilepaskan dari hukuman, dan rapat itu kemudian membahas
perkawinan antara Cindua Mato dan Puti Lenggo Geni, dan juga antara Dang
Tuanku dan Puti Bungsu. Setelah masa persiapan, perkawinan kerajaan tersebut
dilangsungkan di Pagaruyung, dilanjutkan dengan pesta yang dihadiri oleh
banyak pangeran dan raja dari segenap penjuru Pulau Perca.
Sementara itu, Imbang Jayo yang merasa dipermalukan oleh Cindua Mato
bersiap-siap menyerang Pagaruyung. Dengan senjata pusakanya, Cermin Terus
(camin taruih), dia menghancurkan sebagian negeri Pagaruyung. Cermin itu
akhirnya dipecahkan oleh panah sakti Cindua Mato. Ketika Imbang Jayo sibuk
memperkuat pasukannya Bundo Kanduang dan Dang Tuanku meminta Cindua Mato
mengungsi ke Inderapura, negeri di rantau Barat, dan dengan demikian tidak
ada alasan lagi buat Imbang Jayo memerangi Pagaruyung.
Geram karena gagal membalas dendam, Imbang Jayo lalu protes pada Rajo Nan
Duo Selo. Pada pertemuan yang dipimpin oleh kedua raja tersebut, dan
dihadiri oleh keempat menteri, Imbang Jayo mendakwa bahwa seorang anggota
keluarga kerajaan telah mempermalukan dirinya, sebuah pelanggaran yang tak
termaafkan. Namun raja-raja tersebut bertanya: siapa yang memulai penghinaan
tersebut, apa bukti dakwaan Imbang Jayo? Tuduhan terhadap anggota kerajaan
tanpa bukti cukup bukan soal main-main. Kedua raja akhirnya memutuskan
Imbang Jayo dihukum mati.
Begitu mengetahui anaknya disuruh bunuh oleh Rajo Duo Selo, ayah Imbang
Jayo, Tiang Bungkuak, bersiap-siap membalas dendam. Cindua Mato kembali dari
Inderapura, dan Dang Tuanku memerintahkannya melawan Tiang Bungkuak. Namun
bila Cindua Mato gagal membunuhnya, dia harus bersedia menjadi hamba Tiang
Bungkuak, agar Istana Pagaruyung terlepas dari ancaman.
Pada suatu malam, saat menunggu serangan Tiang Bungkuak, Dang Tuanku
bermimpi bertemu seorang malaikat dari langit yang berkata dia, Bundo
Kanduang dan Puti Bungsu sudah waktunya meninggalkan dunia yang penuh dosa
ini. Pagi harinya Dang Tuanku mengisahkan mimpinya pada Bundo Kanduang dan
Basa Ampek Balai. Mengetahui waktu mereka sudah dekat, mereka mengangkat
Cindua Mato sebagai Raja Muda.
Cindua Mato menunggu Tiang Bungkuak di luar Pagaruyung, namun dalam duel
yang berlangsung dia tak mampu membunuh Tiang Bungkuak. Cindua Mato lalu
menyerah pada kesatria tua itu, dan mengikutinya ke Sungai Ngiang sebagai
budak. Pada saat yang sama sebuah kapal terlihat melayang di udara membawa
Dang Tuanku dan anggota keluarga kerajaan lainnya ke langit.
Suatu hari, ketika Tiang Bungkuak sedang tidur siang, Cindua Mato membaca
jampi-jampi dan berhasil mengungkap rahasia kekebalan Tiang Bungkuak dari
mulutnya sendiri. Ternyata Tiang Bungkuak hanya dapat dibunuh menggunakan
keris bungkuk (karih bungkuak) yang disembunyikan di bawah tiang utama
rumahnya. Cindua Mato mencuri keris itu lalu memancing Tiang Bungkuak agar
berkelahi dengannya. Dalam duel tersebut Cindua Mato berhasil membunuh Tiang
Bungkuak dengan keris curiannya.
Setelah kematian Tiang Bungkuak para bangsawan Sungai Ngiang mengangkat
Cindua Mato menjadi raja. Kemudian dia juga diangkat sebagai raja Sikalawi,
setelah Rajo Mudo turun tahta. Cindua Mato menikahi adik Puti Bungsu, Puti
Reno Bulan. Dari hasil pernikahannya ini Cindua Mato memperoleh anak
perempuan dan laki-laki yang diberi nama Sutan Lembang Alam.
Setelah beberapa lama menghabiskan waktu di Rantau Timur, Cindua Mato
kembali ke Pagaruyung, untuk memerintah sebagai Raja Minangkabau. Dari
perkawinannya dengan Puti Lenggo Geni ia mendapatkan anak bernama Sutan
Lenggang Alam.
Rujukan Abdullah, Taufik Some Notes on the Kaba Tjindua Mato: An Example of
Minangkabau Traditional Literature. (PDF) URL diakses pada 12 Juni 2007
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kaba_Cindua_Mato
-----Original Message-----
From: Rant...@googlegroups.com [mailto:Rant...@googlegroups.com] On
Behalf Of Lies Suryadi
Title: Some notes on the Kaba Tjindua Mato : an
example of Minangkabau traditional literature / Taufik
Abdullah
Author: Taufik Abdullah
In: Indonesia : Modern Indonesia Project Cornell
University, ISSN 0019-7289
No virus found in this outgoing message.
hanifah daman <iff...@yahoo.com>
Sent by: Rant...@googlegroups.com 15/02/2008 12:00
|
|
Waalaikumsalam w.w. Nanda Hanifah dan para sanak sa palanta, Batua sakali nan Nada tulih tu. Ambo agiah nomer register 1 sabagai awal dari masalah nan akan kito tampuang nanti dalam Kompilasi Hukum ABS SBK, supayo ado pegangan nan samo dek kito urang Minang. Untuak samantaro alun kito bahas lai. Nan ambo tulih di bawah namo ambo hanyo sakadar manyampaikan apo nan ambo pacik sebagai pedoman dalam iduik salamo ko. Kabatulan ambo sadang mancubo 'Options' dari 'Mail'. Nampaknyo rancak juo. Sifatnyo sakadar kutipan ('quotations), bukan saran ('advice'). |
Wassalam, Saafroedin Bahar (L, 70+6+5, Jakarta) |
'Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia
lainnya' 'Taqdir di tangan Allah swt, Nasib di tangan Manusia' 'Mari berlomba berbuat kebaikan' |
'Setiap manusia adalah baik, sampai terbukti sebaliknya' 'Jangan pernah berhutang dan jangan mudah berpiutang' |