Sumpah Tiga Abad Silam Dicabut

239 views
Skip to first unread message

Nofend St. Mudo

unread,
May 31, 2013, 2:02:59 AM5/31/13
to RantauNet2 Milis

Padang Ekspres • Jumat, 31/05/2013 11:33 WIB • Redaksi • 69 klik


Dharmasraya, Padek—Bu­pati dan Wakil Bupati Dhar­mas­raya Adi Gunawan dan Syaf­rud­din R menghadiri upa­cara pen­ca­butan sumpah nenek mo­yang Puti Lungguak, di Nagari Sungai Rumbai dan Nagari Koto Besar, Dharmasraya, Sabtu (25/5) lalu. Upacara bertajuk ’maungkai sum­pah mambukak kabek’ itu ber­langsung antara Daulat Yang Di­pertuan Raja Alam Paga­ruyuang dengan Tuan Rajo Puti Ke­rajaan Kuto Basa Puti Ma­war­ni, bertujuan untuk men­cabut sumpah nenek moyang berlang­sung 327 tahun silam.

 

Prosesi adat diawali dengan tari gelombang dan pencak silat menyambut rombongan Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Paga­ruyuang ketika sampai di rumah kediaman keluarga besar Sultan Sri Maharaja Diraja Tuanku Ke­rajaan Koto Basa, Sutan Riska bin H Sutan Rasul Hamidi, di Su­ngai Rumbai. Selanjutnya la­poran Ketua Pelaksana Aprisal Tuan­ku Rajo Dipati men­ye­but­kan bahwa pihaknya senang dan bang­ga dapat menggelar upa­ca­ra adat telah lama dicita-cita­kan. ”Tak terkira kebagiaan di hati masyarakat Koto Besar, karena upacara ini akhirnya dicabut,” ujarnya.

 

Upacara pencabutan sum­pah dilanjutkan dengan mende­ngar petuah dan titah dari raja kedua kerajaan yakni, dari Sultan Sri Maharaja Diraja Tuan­ku Ke­rajaan Koto Basa, Sutan Riska bin H Sutan Rasul Hamidi, dan Dau­lat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyuang.

 

Bupati Dharmasraya Adi Gu­nawan dalam sambutannya, juga tak dapat menyembunyikan ke­bahagiaannya. ”Bagaimana pun juga, secara otomatis upa­cara ini ikut memperbaiki dan mempererat hubungan  baik kedua daerah,” tuturnya.

 

Usai prosesi adat di Sungai Rum­bai, upacara dilanjutkan de­ngan menanam kepala kerbau di Rumah Gadang Koto Basa. Po­sisi ini menyimbolkan bahwa te­l­ah dikuburnya kenangan ma­sa lalu menyebabkan putusnya silaturahim kedua kerajaan. Se­telah itu, dilanjutkan dengan meng­hanyutkan tubo ke Batang Siat sebagai bukti dihanyut­kannya sumpah yang terucap oleh nenek moyang tiga abad silam itu. Selepas itu, kedua kerajaan berziarah ke makam raja-raja Koto Basa.

 

Selain bupati dan wabup Dharmasraya, upacara itu juga di­hadiri Bupati Tanahdatar Sha­diq Pasadigoe beserta Ny. Betty Pa­sadigoe, Wali Kota Sa­wah­lun­to Amran Nur, ang­gota DPRD Sumbar Ird­inansyah Tarmizi, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya.

 

Upacara ’maungkai sumpah mambukak kabek’ dilanjutkan de­ngan kunjungan balasan rom­bo­ngan Kerajaan Kuto Basa ke Ke­rajaan Pagaruyung, di Silin­duang Bulan, Tanahdatar. Keda­ta­ngan rombongan Kota Basa di­sambut bupati Tanahdatar dan sejumlah pejabat lainnya. 

 

Prosesi diawali dengan pe­ma­­sangan tangkuluak kepada Ra­­jo Puti Kerajaan Kuto Basa Pu­ti Mawarni oleh Yang Diper­tuan Gadih Pagaruyuang Hj. Pu­ti Reno Raudah Taib. Ini per­tanda diterimanya lagi dunsa­n­ak yang hilang 327 tahun lalu.

 

Setelah itu, proses dilan­jut­kan dengan titah ucapan te­rima kasih dari Sultan Sri Maha­raja Tuanku Kerajaan Kuto Ba­sa anak dari Rajo Puti Ke­rajaan Kuto Basa Puti Ma­warni, dilan­jutkan dengan sambutan tokoh mas­yarakat di kampung hala­man, serta sambutan salah se­orang anggota DPRD Sumbar.

 

Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyuang menyam­pai­k­an prosesi pencabutan sum­pah ini merupakan sebuah momentum cukup besar, karena akan mem­persatukan hubu­ngan si­lah­­turahim telah putus kurang le­bih 327 tahun. Dalam kesem­pa­tan itu, Daulat Yang Dipertuan Ra­ja Alam Paga­ruyuang men­ce­ritakan secara gamblang pro­ses terciptanya sumpah tiga abad silam itu. (ita)


http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=44228


--

Wassalam

Nofend St. Mudo
36Th/Cikarang | Asa Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
Tweet: @nofend | YM: rankmarola 

Syafrinal Syarien

unread,
May 31, 2013, 2:29:47 AM5/31/13
to rant...@googlegroups.com
Indak jaleh di berita tu doh apo bunyi sumpah nan asli-e nan dibuek 327 tahun lalu?
Baa kok dicabuik sumpah tu?
Apo bunyi sumpah tu diawali dgn kalimat: "Demi Allah...."?


Wassalaam;
Sy Syarien/43/Karawaci


From: Nofend St. Mudo <nof...@rantaunet.org>
To: RantauNet2 Milis <Rant...@googlegroups.com>
Sent: Friday, May 31, 2013 1:02 PM
Subject: [R@ntau-Net] Sumpah Tiga Abad Silam Dicabut

--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
---
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlan...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
 
 


Dr. Saafroedin Bahar

unread,
May 31, 2013, 3:25:52 AM5/31/13
to rant...@googlegroups.com, RantauNet2 Milis
Bung Nofend dan para sanak sapalanta,

Upacara iko jaleh menarik paratian, dan takaik jo sejarah maso lampau Minangkabau kuno, bahkan sabalun Gerakan dan Parang Paderi, 1803 - 1838.

Sayangnyo, sampai kini rasonyo alun ado sejarah langkok Kerajaan Pagaruyuang iko. Nan ado adolah carito sakuduang- sakuduang sajo. Juo paralu diduduakkan dima bana latak status Kerajaan Pagaruyuang iko dalam masyarakat Minangkabau maso kini.

Wassalam , 
SB. 

Sent from my iPad
--

Nofend St. Mudo

unread,
May 31, 2013, 3:38:12 AM5/31/13
to RantauNet2 Milis
Kalau kito baco dari kaba nan dilewakan RanahBerita dibawah, iko bunyi sunpah no :

 "Kok ka basawah ndak manjadi, ka baayam manjadi kuau, ka bakambiang manjadi kijang, ka batabu menjadi manau, ko ka pai kau ka Pagaruyuang sakik paruik dan mati kau."

tantu babeda jo sumpah pejabat nan diambiak sumpah kini...

Untuak keterangan labiah jaleh di acara alek, mungkin rancak awak tanyo ka Buya Masoed Abidin, dek liau lai nampak hadir di acara tesebut mode di album nan baliau lewakan di FB baliau ko.

Acara Adat Mengungkai umpah di Kuto Basa Sungai Rumbai,



==========

Kisah Sumpah 3 Abad Dua Kerajaan di Minangkabau

RANAHBERITA--Sumpah terlarang berumur sekitar 3 abad itu akhirnya dicabut, Sabtu (25/5/2013. Bersamaan dengan itu pula, dua kerajaan bersaudara, Pagaruyung dan Koto Besar bisa saling mengunjungi, menyambung kehangatan dua kerajaan yang bertali darah.

Sumpah terlarang tersebut bermula, ketika adik dari Raja Pagaruyung kala itu, Sutan Sari Alam Yang Dipertuan Jati, Puti Reno Langguak, mengalami penyakit kusta.

Tak ingin menular ke anggota kerajaan lain, sebut pewaris Pagaruyung, Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib Yang Dipertuan Gadih Pagaruyung kepada ranahberita.com, maka Puti Reno Langguak diasingkan ke tepian sungai Lubuak Tajunjuang, tak jauh dari istana Kerajaan Pagaruyung.

Awal pengasingan, katanya, dia diperhatikan pihak kerajaan dengan membesuk setiap saat. Namun, lambat laun, intensitas kunjungan semakin menurun.

Lama kelamaan, Puti semakin merasakan kurangnya simpati dari anggota keluarga. Pada akhirnya, jelas guru besar Fakultas Pertanian Unand yang biasa dipanggil Buk Upik, Puti Reno Langguak merajuk.

Merasa tersisih, sambung Buk Upik, Puti Reno Langguak meninggalkan tempat pengasingan dan berjalan kaki menelusuri nagari-nagari, dengan tujuan yang belum jelas.

“Kepergian Puti Reno Langguak didampingi langsung oleh empat penghulu internal Kerajaan Pagaruyung, yakni Datuak Rajo Lelo, Datuak Rajo Sailan, Datuak Sampono, dan Datuak Rajo Mangkuto Alam,” sambung Dalpewan Datuak Rajo Lelo, keturunan salah seorang Datuak pengiring.

Buk Upik menambahkan, dalam perjalanannya, Puti banyak singgah di nagari-nagari yang dilewati. Setiap persinggahan, dia selalu ditanya dari mana asalnya oleh penduduk setempat.

“Puti bilang dari keluarga Kerajaan Pagaruyung. Mendengar hal itu, banyak yang berempati, lalu mengikuti dia ke mana pun melangkah,” cerita pewaris Kerajaan Pagaruyung tersebut.

Setelah cukup banyak pengikut, akhirnya rombongan Puti berhenti di sekitar Nagari Koto Besar sekarang. Di sana mereka manaruko (membuka kampung) untuk menjadikan permukiman tetap.

“Lambat laun mereka berkembang biak, dan seiring itu pula penyakit kusta Puti berangsur pulih. Lalu didirikanlah kerajaan di Koto Besar,” ungkap Buk Upik.

Setelah mendirikan kerajaan, Puti pun langsung memegang takhta. Tak hanya itu, kerajaan tersebut mendapat pengakuan dari kerajaan-kerajaan sekitar. Keberadaan kerajaan ini, jelas Buk Upik, tercium sama Pagaruyung. “Bagi Kerajaan Pagaruyung, Puti dianggap Rajo Batino,” kata Buk Upik.

Menurut dia, nama Koto Besar sebetulnya punya ejaaan 'kuto besa', yang berarti kusta besar, merujuk penyakit yang diderita oleh Puti Reno Langguak.

Mengetahui Puti telah sehat dan juga sudah mendirikan kerajaan, jelas Dalpewan, kakaknya dari Pagaruyung, Tuanku Sari Alam, mendatangi Koto Besar untuk mengajak Puti untuk pulang ke Pagaruyung.

Namun, ujar Dalpewan, Puti tidak mau pulang. Meski terus dibujuk, Puti tetap tak mau pulang. Lantaran habis kesabaran, tukas Dalpewan, Tuanku Sari Alam mengeluarkan sumpah dengan bunyi, "Kok ka basawah ndak manjadi, ka baayam manjadi kuau, ka bakambiang manjadi kijang, ka batabu menjadi manau, ko ka pai kau ka Pagaruyuang sakik paruik dan mati kau."

Artinya lebih kurang, tandas Dalpewan, jika pihak Puti hingga keturunannya yang perempuan mengunjungi Pagaruyung, maka akan mengalami sakit perut yang berujung kematian.

Mendapat sumpah itu, sambung Dalpewan, Puti membalas dengan isi sumpah yang nyaris sama. Dia membaca panji sumpah, kalau pihak Raja hingga keturunannya yang laki-laki mengunjungi Koto Besar juga akan mati dengan diawali sakit perut.

“Intinya kita kalau saling mengunjungi akan mati. Sumpah itu disaksikan oleh 4 datuak,” ujar generasi ke-15 Datuak Rajo Lelo tersebut.

Persumpahan tersebut, seperti yang dikatakan Afrizal Tuanku Rajo Dipati, urang tuo datuak 16 dari Kerajaan Koto Besar, nyata terbukti berlakunya.

Saat masa kolonial, cerita Afrizal, neneknya yang merupakan anggota keluarga Kerajaan Koto Besar, bertolak dari Koto Besar, Dharmasraya, hendak mengunjungi Pagaruyung yang terletak di dekat Saruaso, Kabupaten Tanah Datar.

Dia terlebih dahulu ke Padang, dan menuju Pagaruyung melewati jalur Padang – Lembah Anai - Padang Panjang - Kubu Karambia - Pagaruyung. “Sesampainya di Kubu Karambia, tiba-tiba nenek saya tersebut sakit perut. Akhirnya, dia mengurungkan niat untuk bertandang ke Pagaruyung,” jelas Afrizal menirukan kembali cerita neneknya itu.

Menurut Afrizal, pascasumpah itu terucap tidak lantas menutup habis jalinan silaturahmi antara Kerajaan Pagaruyung dengan Koto Besar. Silaturahmi tetap ada, hanya saja tak seimbang karena hanya pihak 
laki-laki Koto Besar yang berkunjung ke Pagaruyung. Dan sebaliknya, hanya pihak perempuan Pagaruyung yang mengunjungi Koto Besar.

Saat ini Kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh Raja Alam Sutan Muhammad Taufik Thaib. Sedangkan takhta Koto Besar dipegang oleh Sutan Riska Daulat Yang Dipertuan Sri Sultan Maharaja Diraja, yang masih berumur 24 tahun.

Sutan Riska baru diangkat enam bulan lalu menggantikan raja sebelumnya yang mangkat. Di luar Raja, Koto Besar ada 16 datuak. Masing-masing 4 datuak di Koto Besar, 4 datuak di Bonjol, dan 8 datuak di Abai Siat.

“Kerajaan Koto Besar mencakup 3 kecamatan, yakni Sungai Rumbai, Koto Besar, dan Asam Jujuhan, serta sebagian wilayah Koto Baru,” ujar Afrizal. Dia memperkirakan rakyat Kerajaan Koto Besar saat ini berkisar 
60.000 jiwa.

Pencabutan sumpah tadi dihadiri perwakilan beberapa kerajaan di wilayah Minangkabau. Antara lain, dari Kerajaan Padang Laweh, Pulau Punjung, Sungai Pagu, Siguntur, dan lainnya. Selain itu juga dihadiri oleh Raja Adat dan Raja Ibadat. (Yose H Chende/Suro) 

Sumber: Ranah Berita Sabtu, 25 Mei 2013 ( http://ranahberita.com/news.php?id_news=320%2FBerita%2Fview%2FKisah-Sumpah-3-Abad-Dua-Kerajaan-di-Minangkabau#.UaHLe9KDtUo )


Pada 31 Mei 2013 13.29, Syafrinal Syarien <ssya...@yahoo.com> menulis:
Indak jaleh di berita tu doh apo bunyi sumpah nan asli-e nan dibuek 327 tahun lalu?
Baa kok dicabuik sumpah tu?
Apo bunyi sumpah tu diawali dgn kalimat: "Demi Allah...."?


Wassalaam;
Sy Syarien/43/Karawaci


Syafrinal Syarien

unread,
May 31, 2013, 4:00:48 AM5/31/13
to rant...@googlegroups.com
Oh co itu bunyi sumpah-e. 
Indak seluruh-e buruak isi-e doh. "ka bakambiang, manjadi kijang" kan rancak tu. Jauah labiah maha harago kijang daripado kambiang. Jadi mungkin sarancaknyo, indak sadoalah-e isi sumpah tu dicabuik doh.

Wassalaam;
Sy Syarien


From: Nofend St. Mudo <nof...@rantaunet.org>
To: RantauNet2 Milis <rant...@googlegroups.com>
Sent: Friday, May 31, 2013 2:38 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Sumpah Tiga Abad Silam Dicabut
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages