Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dahulu aku telah
melarang kalian berziarah ke makam, maka (sekarang) berziarahlah kalian. Karena
ziarah itu dapat berzuhud terhadap dunia serta dapat mengingatkan kamu akan
akhirat.”
(H.R. Abu Hurairah).
PADANG--- Sesuai
sabda Rasullullah tersebut, ziarah kubur kini tidak saja dilakukan orang ke
makam keluarga, tapi juga ke makam para ulama atau wali penyebar agama Islam di
masa lampau. Di Sumatera Barat, orang banyak mengunjungi makam Syekh Burhanudin
Ulakan di Pariaman, Syekh Ismail Minangkabawi Simabur, Syekh Sa’ad bin Tinta
Mungka di Payakumbuh, Syekh Gantiang, Syekh Kalawi, dan Maulana Syekh Khatib
Muhamad Ali di Parak Gadang Kota Padang . Beliau-beliau
tersebut merupakan ulama yang patuh pada Allah SWT, dan kekasih-Nya Nabi
Muhammad SAW.
Di Kota Padang,
tepatnya di Kelurahan Gantiang Parak Gadang Kecamatan Padang Timur, di samping
Masjid Istigfar, Senin (26/4) masyarakat tumpah ruah dan larut dalam doa dan
zikir dimakam Maulana Syekh Khatib Muhamad Ali yang telah berpulang
kerahmatullah 30 Juli 1936 M atau 10 Jumadil Awal 1355 H. Beliau seorang ulama besar yang terlupakan banyak
orang, tidak saja warga Parak Gadang, tetapi juga oleh masyarakat dan
Pemerintahan Kota Padang.
“Syekh Maulana Khatib Muhammad Ali Bin abdul Muthalib
orang yang selalu menyapa Rasullullah. Dan kita pun harus focus untuk mengingat
Rasullullah kekasih Allah, seperti beliau,” kata Prof. DR. Syekh. H. Mustafa Mas’ud Haqqani sebagai
pembimbing haul.
Seperti diakui H.
Muslim Harun, Ketua Masjid Istigfar dan Mush. Baitul Huda Parak Gadang, puluhan
tahun makam itu dilihat warga. Namun mereka tak tahu detil sejarah perjuangan
Syekh Khatib Muhamad Ali. Dan alhamdulillah, Allah membuka tabir kelam tersebut
melalui salah seorang anggota Majelis dzikir Haqqani yang datang ke masjid,
mengajak untuk mengadakan Haul beliau. “Materi Haul berupa Maulid Al
Barjanzi, Dzikir, Tausiah dan Doa yang akan dibimbing Syekh. H. Mustafa Mas’ud
Haqqani dari Jakarta ,”
kata Ketua Pelaksana Ir. M. Ichwan, yang didampingi
Ditambahkan Erison A.W.
koordinator Humas dan Publikasi, “Syekh. H. Mustafa Mas’ud Haqqani ulama sufi
yang tidak asing lagi di Sumatera Barat. Nama beliau sangat akrab ditelinga
urang Minang, karena sering menggelar Dzikir dan tausiah di lapangan terbuka
dan masjid,” katanya dan mengharapkan sesudah acara Haul ini bisa ditindaklanjuti
oleh warga kota Padang , khususnya warga Parak Gadang
Padang.
Mutiara Yang
Terlupakan
Dari hasil Tim Peneliti
FIBA IAIN Padang, Syekh Khatib Muhammad Ali lahir 1863 M. (1279 H) di Koto Baru
Muara Labuh, Kecamatan Sungai Pagu Solok. Beliau wafat 30 Juli 1936 M. (10
Jumadil Awal 1355 H), dan dimakamkan di komplek masjid Istighfar Parak Gadang,
tempat beliau mendidik murid-muridnya.
Pada tahun 1301 H. dalam usia 21 tahun,
Syekh Khatib berangkat ke Mekkah dengan istri pertamanya. Tujuan menuntut ilmu
dan menunaikan ibadah haji. Selama lebih kurang enam tahun, Syekh Khatib
menuntut ilmu kepada ulama-ulama di Mekkah. Dan tahun 1307 H. ia kembali ke
kampung halamannya, Muara Labuh.
Tahun 1310 H. untuk kedua kalinya beliau
berangkat ke Mekkah. Keberangkatannya yang kedua ini, ditemani istri kedua. Di
Mekkah, kembali Syekh Khatib belajar tentang pengetahuan Islam kepada guru-guru
besar di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi Medinah. Beliau belajar pada
ulama-ulama memiliki pengaruh dan nama besar pada masa itu, diantaranya Syekh
Utsman Fauzi al-Khalidi Jabal Qais, Syekh Sa'udasy Mekkah, Syekh Ahmad Ridwan
Madinah dan Syekh Akhmad Khatib al-Minangkabawi.
Melihat guru-guru tempat Syekh Khatib
mendalami ilmu agama serta ijazah yang diperolehnya, maka Syekh Khatib
mendalami berbagai disiplin ilmu agama Islam secara intens dalam bidang ilmu
tasauf, tauhid dan qira’at al-Qur’an. Pada tahun 1905, Syekh Khatib memutuskan
untuk menetap di Padang ,
tepatnya di daerah Parak Gadang. Di Padang ini, Syekh Khatib bertemu dengan
teman-teman seperjuangannya ketika sama-sama menuntut ilmu di Mekkah,
diantaranya Syekh Thaib Seberang Padang dan Syekh Haji Muhammad Yatim Kampung
Jawa Padang.
Di daerah Parak Gadang ini, Syekh Khatib
mendirikan surau sebagai tempat berdakwah dan beribadah. Tahun 1923, ia
mendirikan sekolah Madrasah Irsyadiyah. Sekolah ini didirikannya setelah
melakukan kunjungan ke Madrasah al-irsyadiyah asy-Syurkati Jakarta . Dari hasil kunjungan
”komparatif-edukatif”, beliau kemudian terinspirasi untuk mendirikan sekolah
sejenis.
Selain mendirikan sarana
pendidikan formal dan sarana ibadah, maka timbul ide untuk membentuk organisasi
yang kemudian dikenal dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). PERTI
didirikan 5 Mei 1928 di Candung Bukittinggi. Syekh Khatib Muhammad Ali
salah seorang ulama yang mempelopori berdirinya PERTI bersama-sama dengan
kawan-kawan seperjuangannya (dikenal dengan Kaum Tua) pada tahun 1928. Diantara
ulama-ulama yang mempelopori berdirinya PERTI, selain dia adalah
Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Syekh Muhammad Jamil Jaho, Syekh Abdul Wahid Tabek
Gadang (Suliki) dan lain-lain.
Syekh Khatib juga dikenal sebagai penulis. Diantara
bukunya, Risalah Naqsyabandiah Fi Asas Ishfhitah al-Naqsyabandiah min al-Dhikr
il-Khafi wal Rabithah wa / Muraqabah wa Dafil t'tirab bi Dhalik. Juga buku
Burhanul Haq, tentang jawaban-jawaban seputar konflik antara kaum tua dan kaum
muda mengenai masalah-masalah khilafiyah. Buku ini sangat komplit dan
merefleksikan sosok serta pemikiran Syekh Khatib Muhammad Ali sehingga menjadi
bacaan yang sangat diminati sampai sekarang.