Lenggeng, Negeri Berbahasa Minang di Malaysia, "Dikhawatirkan Dua Generasi Lagi akan Hilang" |
Rabu, 09 Juli 2008 |
Di luar dugaan, sebuah negeri atau kawasan kecil dan terpencil tapi sudah tersentuh modernisasi di salah satu sudut Negeri Sembilan Malaysia, ternyata 60 persen penduduknya menggunakan bahasa Minangkabau dalam percakapan sehari-hari. Bahkan di negeri kecil yang hanya berjarak sekitar 30 kilometer dari Seremban tersebut, pada waktu-waktu tertentu masih digelar dan dipertunjukkan kesenian-kesenian adat seperti randai, saluang atau rabab, terutama pada pesta maupun acara adat yang dilaksanakan warganya. Sehingga suasana di Lenggeng betul-betul seperti pada korong-korong dan jorong di Minangkabau. Nasri Mohd Azril, salah seorang Datuak Adat (setingkat wali jorong) di Lenggeng kepada Padang Ekspres menyebutkan, negeri tersebut diperkirakan telah ada sejak 200 tahun lalu, ketika terjadinya eksodus orang Minangkabau ke semenanjung Malaysia. Sejak saat itu, langsung terbentuk struktur masyarakat dan struktur budaya seperti ketika mereka hidup di tanah Sumatera. Namun pada beberapa sisi, struktur budaya tadi tetap terpengaruh atau terasimilasi oleh budaya masyarakat melayu di sekitarnya. ”Kami (masyarakat Lenggeng) memiliki struktur adat yang lengkap, di antaranya datuak adat yang disebut Datuan Nan Ampek. Datuak Nan Ampek tadi memiliki kekuasaan terhadap suku dan anak kemenakannya, seperti Datuak di Minangkabau. Bahkan Datuak Nan Ampek ini beraja ke Dato' Undang (dato yang berhak memilih wakil untuk diajukan sebagai Menteri Besar Negeri Sembilan) di Rembau. Karena memakai adat dan struktur adat Minang, maka bahasa yang kami gunakan juga bahasa Minangkabau yang sangat kental,” kata Nasri Mohd Azril. Dijelaskan pula, sebagian besar warga Lenggeng ini merupakan anak keturunan dari Payakumbuh, Solok dan Pariaman. Saat ini warga Lenggeng berjumlah sekitar 7 ribu kepala keluarga, atau sekitar 30 ribu jiwa. Namun dengan adanya perkembangan zaman, saat ini di Lenggeng juga telah berdiam warga keturunan Cina, India dan Melayu sendiri. Tapi percampuran budaya tersebut tidak berpengaruh terhadap adat Minangkabau yang dipakai oleh keturunan asal Sumatera. ”Salah satu yang kita khawatirkan saat ini adalah dalam beberapa tahun ke depan bahasa Minang yang digunakan masyarakat hanya akan tinggal sejarah. Sebab, bahasa Minang sekarang lebih banyak dipakai pada tingkat lingkungan keluarga serta pergaulan sesama masyarakat keturunan Minangkabau saja. Sedangkan pada tingkat hubungan sosial sehari-hari, seperti sekolah atau bahasa komunikasi antaretnis dan budaya, rata-rata dipergunakan bahasa melayu,” ujarnya. Tokoh adat telah menyadari hal tersebut, sambung Nasri, sehingga diperkirakan bahasa Minang ini hanya akan bertahan paling lama dalam dua generasi ke depan. (eka r alka) |
© 2008 PADANG EKSPRES - Koran Nasional Dari Sumbar
The above message is for the intended recipient only and may contain confidential information and/or may be subject to legal privilege. If you are not the intended recipient, you are hereby notified that any dissemination, distribution, or copying of this message, or any attachment, is strictly prohibited. If it has reached you in error please inform us immediately by reply e-mail or telephone, reversing the charge if necessary. Please delete the message and the reply (if it contains the original message) thereafter. Thank you.