Tuanku RAO dan Perang Padri (pelurusan sejarah??)

329 views
Skip to first unread message

Adrial Sjahfrin

unread,
Dec 6, 2007, 5:05:03 PM12/6/07
to rant...@googlegroups.com
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dunsanak kasadonyo nan hadia di tangah2 Palanta Rantau net nangko.
 
Ambo mandapek info terlampir dari surang kawan di salah satu milis.  Ambo bukan ahli sejarah dan ambo pun indak banyak mangarati tantang sejarah Minagkabau dalam kaitannyo jo urang2 Mandailiang zaman dahulu.  Manuruik ambo, iko paralu sagiro diluruihkan, baalah beko anak cucu awak mambaco sagalo posting jo blog nan ado soal versi2 Parang Paderi sarato status Tuanku Imam Bonjol sebagai Pahlawan Nasional.

Walaupun kaba tantang seminar2 nan ambo dapek agak talambek, barangkali dunsanak2 di rantaunet tarutamo nan ahli2 bisa sato di rapek nan direncanakan Arsip Nasional bulan muko (Januari), apo koh itu pak Saaf, pak Suheimi, pak Amir MS atau sia se nan ka bisa sato maluruihkan tuntutan urang2 tu soal Tuanku Imam Bonjol,  ba'a tu garangan. 
 
Wassalam, Adrial Sj. Dt. Perpatih   
 
----- Original Message -----
   
Batara Hutagalung <batar...@yahoo.com> wrote:
 
Rangkaian diskusi buku Tuanku Rao di Sumatera Utara dan di Jakarta
 
Buku yang ditulis oleh Mangaradja Onggang Parlindungan Siregar berjudul “Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao, Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah  Batak”, diterbitkan oleh Penerbit Tanjung Pengharapan, Jakarta tahun 1964, telah memicu reaksi keras dari beberapa kalangan, termasuk dari HAMKA. Buku Tuanku Rao mengisahkan a.l. agresi tentara Padri ke Tanah Batak, terutama ke Tapanuli Selatan dan mengislamkan seluruh Tapanuli Selatan dengan kekerasan.
 
Buku yang ditulis Prof. Slamet Mulyana mengenai runtuhnya Kerajaan Hindu dan Munculnya Kerajaan Islam, yang banyak mengutip buku Tuanku Rao, oleh pemerintah Orde Baru dilarang untuk diedarkan.
 
Setelah 43 tahun, para ahli waris MO Parlindungan memberikan izin kepada Penerbit LkiS untuk menerbitkan kembali buku tersebut –sesuai dengan aslinya- tanpa merubah apapun, temasuk penulisan yang masih menggunakan ejaan lama.
 
Sama seperti pada penerbitan pertama, cetakan ulang yang diluncurkan bulan Juli 2007 juga memicu berbagai reaksi. Dari pihak Batak, ada yang mengusulkan agar gelar ‘Pahlawan Nasional’ yang diberikan kepada Tuanku Imam Bonjol dicabut kembali, karena ternyata dia tidak hanya berperang melawan Belanda, melainkan juga melakukan agresi ke Tanah Batak. Di lain pihak, berbagai sanggahan terhadap buku Tuanku Rao pun muncul.
 
Di alam yang demokratis seperti sekarang, orang bebas mengemukakan pandangan,  pendapat atau sanggahan.
 
Misalnya mengenai Perang Bubat yang terjadi tahun 1357, yang menjadi akar permasalahan antara etnis Sunda dengan etnis Jawa. Dalam perang Bubat, Raja Pasundan tewas di tangan Gajah Mada, Mahapatih Kerajaan Majapahit. Kemudian putri Raja Pasundan, Diah Pitaloka Citrasemi bunuh diri. Banyak kalangan Jawa menyatakan bahwa Perang Bubat itu tidak pernah ada. Namun kenyataannya, di kota-kota di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor atau Sukabumi, tidak ada nama jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk atau Majapahit.
 
Demikian juga dengan beberapa peristiwa lain, seperti ‘Serangan Umum 1 Maret 1949’ dan ‘Tragedi Nasional 1965’, terdapat beberapa versi yang sangat berbeda.
 
Baik buku Tuanku Rao, demikian juga buku-buku yang ditulis untuk membantah buku Tuanku Rao, semuanya tidak memiliki dokumen autentik yang dapat digunakan sebagai referensi akademis, dan hanya berdasarkan kisah yang disampaikan secara lisan, sebagai oral history.
 
Dengan demikian, tidak ada pihak yang berhak mengklaim, bahwa versinyalah yang paling benar.
 
Semua itu hanya dapat menjadi masukan, sebagai bahan pertimbangan, dan kesimpulannya diserahkan kepada pembaca atau publikum, untuk menilai sendiri berdasarkan nalarnya, versi masa yang paling mendekati kebenaran.
 
Sehubungan dengan ini, sebagai kelanjutan dari beberapa diskusi pada bulan Juli di Aula Depdiknas, Senayan, Jakarta dan Agustus di Media Center, Jl. Kebon Sirih, Jakarta, di Sumatera akan diselenggarakan rangkaian diskusi mengenai ‘Hikayat Tuanku Rao dan Kilas Balik Perang Padri.’
 
NARA SUMBER:
 
Dr Robert S Sibarani - Universitas Dharma Agung - Medan
Dr Ichwan Azhari, PUSSIS (Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial),     Universitas Negeri Medan
Indera Nababan – Centre Information for Migran Workers - Jakarta
Batara Hutagalung – Jakarta
Ahmad Fikri - LKiS - Jogjakarta    
Amir Husin Daulay – SA ROHA Foundation Jakarta
Muh Saleh Isre – LkiS – Jakarta
 
MEDAN
Sabtu 24 Nopember 2007
mulai 09.00 wib
di Aula Kampus Universitas Darmaga Agung
Jalan TD Pardede no 21
Contact Person:
Indera Nababan
08111486753
 
SIANTAR
Senin 26 Nopember 2007
mulai 14.00wib
di PLOt (Pusat Latihan Opera)
Jalan Lingga no 1
Pematang Siantar
Contact Person:
Dame Ambarita
0811603570
 
SIDIMPUAN
Rabu 28 Nopember 2007
Mulai 14.00wib
di Kafe REHAN
Padang Sidimpuan
Contact Person:
Ludfan Nasution
081361061419
 
PANYABUNGAN
Kamis 29 Nopember 2007
Mulai 14.00wib
Di Kafe FIRDAUS
Panyabungan
Contact Person:
Ludfan Nasution
081361061419
 
Pada bulan Januari juga akan diselenggarakan diskusi mengenai ‘Sejarah Perang Paderi, 1803 – 1837: Perspektif Sosial Budaya, Sosial Psikologis dan Agama’, yang akan dilaksanakan di Arsip Nasional RI, Jl. Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. (Tanggal akan ditentukan kemudian).
 
Tujuan diskusi ini a.l. untuk merespons tuntutan kalangan yang menghendaki pencabutan gelar ‘Pahlawan nasional’ yang diberikan kepada Imam Bonjol. Selain itu juga untuk memenuhi keinginan dalam masyarakat dewasa ini untuk mengetahui ajaran Islam yang sebenarnya mengenai cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam.
 
 
Batara R. Hutagalung
=============================================
 
Ringkasan:
 
Tuanku Rao. Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah  Batak
 
Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata itu berasal dari Pidari, dan ada yang  berpendapat kata Paderi berasal dari kata Padre, bahasa Portugis, yang artinya pendeta, dalam hal ini adalah  ulama) di Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya Hindu yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip dengan yang terdapat di India hingga sekarang. Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara dan Timur, juga awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina.
 
Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat  meminta bantuan Belanda, yang tentu disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1816 sampai 1833.
 
Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam …
 
 
Judul Buku:
 
Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao. Teror Agama Islam
Mazhab Hambali Di Tanah Batak.
Penulis: Mangaradja Onggang Parlindungan
Editor: Ahmad Fikri A.F.
Penerbit: LKiS, Jogjakarta
Cetakan I, Juni 2007
Isi buku: iv + 691 halaman-Hardcover
Harga: Rp 135.000


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.

Abraham Ilyas

unread,
Dec 6, 2007, 10:27:02 PM12/6/07
to Rant...@googlegroups.com
Saya pernah membaca Buku Tuanku Rao tahun 1965.
Ketika itu saya kagum dengan prestasi urang awak yang berhasil mencapai pangkat kolonel di dalam kesatuan tentara Turki (penguasa Mesir) yang bertempur melawan tentara Napoleon di pyramid.....ingat patung sphink yang hidungnya patah karena menjadi sasaran tembak meriam tentara Napoleon.
Tapi kemudian kekaguman itu berubah karena beberapa waktu kemudian terbit buku karangan Hamka yang berjudul Antara fakta dan khayal
Ketika kedua penulis buku tersebut masih hidup, materi yang diperdebatkan pernah diseminarkan. Saat itu M.O. Parlidungan tak berkutik melawan fakta yang ditampilkan. Kok sekarang buku itu dimunculkan kembali. Kepada lembaga yang pernah menyelenggarakan seminar sebaiknya kini membuka kembali arsip-arsipnya, karena ada agenda tersembunyi untuk mencabut gelar pahlawan Nasional dari Tuanku Imam Bonjol.
Ahirnya saya menyimpulkan buku Tuanku Rao karangan Mangaraja Onggang Parlindungan tersebut tidak lebih dari buku roman bernuansa pornografi yang dibumbui khayalan sejarah.
 
Wassalam
 
 
Adrial Sjahfrin <adri...@yahoo.com> wrote:

Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.

Nofend St. Mudo

unread,
Dec 6, 2007, 10:53:32 PM12/6/07
to Rant...@googlegroups.com
Assalamualaikum Mak Dt. Parapatiah.

Satantang postingan nan mamak Fwd, b abarapo minggu nan lapeh dengan
isi nan samo, sanak kito aulia azza alah mampostingkan juo, dan sudah
banyak pembahasan dan artikel2 nan di sampaikan di Palnta ko, baik
tanggapan nan murni ditulis dek urang awak, opini terhadap hasil
diskusi nan dilaksanakan di Medan di harian wasapada esok harinya, dan
juo masih banyak nan lain.

Tapi tidak apo2, untuak mempersemangat acara nan di gagas oleh Pak
Syaf Januari 2008 nanti.

Kok ingin maliek2 dan mambaco2 mengenai hal iko, bisa caliak di arsip
Rantaunet, ketik sajo kato kuncinyo Tuangku Imam Bonjol.

Wassalam..


Pada tanggal 07/12/07, Adrial Sjahfrin <adri...@yahoo.com> menulis:

Afda Rizki

unread,
Dec 6, 2007, 11:37:54 PM12/6/07
to Rant...@googlegroups.com
Mamanda Ilyas ..

Kalau ambo indak heran bagai doh. Penerbit nyo LKiS adolah lembaga yang berafiliasi jo gerakan Islam Liberal lainnyo di Indonesia. Penerbit yang samo pernah pulo menerbit kan buku yang mengangkat carito Waria Muslim (lupo ambo judulnyo).
Memang lah karjao urang Islam Liberal ko mah....ambo tetap pado pandapek awal, kalau makin ditanggapi makin dapek angin urang-urang ko, istilah Mak Endang, jan sampai panciang di larikan ikan  beko ...

Wassalam,
--
Afda Rizki

*******

Abraham Ilyas wrote:
Saya pernah membaca Buku Tuanku Rao tahun 1965.
Ketika itu saya kagum dengan prestasi urang awak yang berhasil mencapai pangkat kolonel di dalam kesatuan tentara Turki (penguasa Mesir) yang bertempur melawan tentara Napoleon di pyramid.....ingat patung sphink yang hidungnya patah karena menjadi sasaran tembak meriam tentara Napoleon.
Tapi kemudian kekaguman itu berubah karena beberapa waktu kemudian terbit buku karangan Hamka yang berjudul Antara fakta dan khayal
Ketika kedua penulis buku tersebut masih hidup, materi yang diperdebatkan pernah diseminarkan. Saat itu M.O. Parlidungan tak berkutik melawan fakta yang ditampilkan. Kok sekarang buku itu dimunculkan kembali. Kepada lembaga yang pernah menyelenggarakan seminar sebaiknya kini membuka kembali arsip-arsipnya, karena ada agenda tersembunyi untuk mencabut gelar pahlawan Nasional dari Tuanku Imam Bonjol.
Ahirnya saya menyimpulkan buku Tuanku Rao karangan Mangaraja Onggang Parlindungan tersebut tidak lebih dari buku roman bernuansa pornografi yang dibumbui khayalan sejarah.
 
Wassalam
 
Setelah 43 tahun, para ahli waris MO Parlindungan memberikan izin kepada Penerbit LkiS untuk menerbitkan kembali buku tersebut –sesuai dengan aslinya- tanpa merubah apapun, temasuk penulisan yang masih menggunakan ejaan lama.


 
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages