Senin, 21 Maret 2016 06:01 WIB
                        WISATA ALTERNATIF
                        
                        
                        
                             Aliran Batang Antokan memiliki kisah legenda
Kinciakincia.com
 - Kabupaten Agam bukan saja banyak memiliki objek wisata alam dan 
sejarah, tetapi juga kaya dengan objek wisata legenda. Salah satu 
legenda yang hidup di tengah masyarakat, terutama di Agam belahan barat,
 adalah Sigadih Ranti.
Di Kecamatan Ampek Nagari, warga 
berkeyakinan Sigadih Ranti itu memang ada. Bahkan ia dianggap sebagai 
seorang puti, anak raja yang bertakhta di Bawan Tuo.  Sampai kini 
ditemukan di sana istana, kandang kuda, dan tali kuda yang sudah menjadi
 batu.
Sang puti diyakini memiliki kesaktian. Tempat mandinya 
terdapat di Lubuk Ungun, sebuah lubuk di Batang Bawan, dalam wilayah 
Nagari Batu Kambing sekarang. 
Di sana terdapat masjid yang sudah
 menjadi batu, lesung dan alu (lumpang), juga sudah membatu. Bahkan ada 
mirip kuda, yang diyakini kuda tunggangan sang puti.
Tempat 
pemandian sang puti bukan hanya di Lubuk Ungun, tetapi juga di Sarasah 
Batingkok. Kini terletak dalam Jorong Kampuang Melayu, Nagari Sitalang.
Sang
 puti memiliki banyak ternak peliharaan, di antaranya kerbau. Hewan 
ternak tersebut diyakini selalu menempuh jalan untuk berkubang dari Tiku
 ke Muko-Muko, Kecamatan Tanjung Raya sekarang. 
Setiap hari 
jalan tersebut dilalui sang kerbau, sehingga membentuk alur dalam, 
kemudian diikuti air dari Danau Maninjau. Maka terciptalah Batang 
Antokan seperti yang terlihat saat ini.
Batu istana, kandang 
kuda, tali kudo (ternak) Lubuk Ungun, dan Sarasah Batingkok, merupakan 
objek wisata legenda yang belum terjamah tangan terampil pihak Dinas 
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Agam.
Salah seorang pemerhati
 pariwisata lokal, D. St. Palimo dan Dj. St. Marajo, dan Astari, Minggu 
(20/3/2016),  dalam bincang-bincangnya di Padang Baru Lubuk Basung, 
sepakat perlu promosi wisata legenda ini.
“Bila dikemas dengan baik, kami yakin akan sangat menarik bagi wisatawan, termasuk wisatawan mancanegara,” ujar mereka.
Namun,
 mampukah Pemkab Agam, melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisasta Agam 
mengelola objek tersebut sampai menjadi laik jual? Banyak yang 
meragukannya. Karena Pemkab Agam tidak memiliki dana untuk itu.
“Untuk
 mengelola objek yang sudah menjadi milik sendiri, Pemkab Agam tidak 
punya uang, apalagi untuk mengelola objek yang kini berada dalam kebun 
sawit warga,” ujar mereka pula, senada. (MIA)