Gula import terus .....Kenapa tidak melakukan penganekaragaman gula. Mau coba ?

48 views
Skip to first unread message

djumali mangunwidjaja

unread,
Sep 1, 2012, 11:46:08 PM9/1/12
to agri...@yahoogroups.com, alumni ftp74 UGM, Alumni PRANCIS, alumni prancis Bogor, kadang TEMANGGUNGAN, Gagas Komite-2 TEMANGGUNG, TIN Fateta IPB, Yang Yut SOEGINI, pikatan TEMANGGUNG, Prof Eriyatno UNIV BAKRIE, djumali mangunwidjaja
Bapak, ibu, kolega dan sahabat yang budiman.....
 
Ketika kita berbicara kebutuhan pangan utama, selalu yang muncul dalam benak adalah beras dan nasi. Sehingga segala upaya dan berbagai kebijakan, termasuk penelitian .... untuk memcukupi kebutuhan pangan, ya penyediaan beras. Ketika peningkatan kebutuhan pangan ini (baca : beras) tak dapat dipenuhi .... ujung-ujungnya : Import beras......
Ada usaha untuk mengenalkan dan mensosialisasikan penganekaragaman pangan .... Dan Indonesia sangat kaya akan sumber pangan non beras..... Tetapi agaknya Pemerintah dan kita .... setengah hati dan tidak serius..... Walhasil, pangan non beras  sejauh ini belum banyak berhasil...
 
Idem dito. Kebutuhan sumber kalori berupa Gula, juga dipateri bahwa sumber pemanis/ gula adalah gula pasir yang diproses dari Tebu. Dari tahun ke tahun, masalah yang sama selalu berulang dan belum teraatasi. Solusi : Import gula.....
Padahal..... pemanis bukan hanya gula pasir atau gula tebu. Sumber pemanis bukan tebu, Indonesia kaya sekali : enau (aren), kelapa, nipah, dengan pengolahan : pati (singkong, sagu, umbi-umbi lain). Penganekaragaman gula tebu dengan gula non tebu ini...... seperti halnya pangan beras...... juga setengah hati....
Berikut sekedar berbagi info untuk  upaya Penganekaragaman Gula.....
 
Salam,
Djumali

 

 

http://www.prioritasnews.com/2012/08/28/manis-cantik-pengganti-jagung/

Edisi 32 - Tahun 1 | 27 Agustus - 2 September 2012

iptek

Manis Cantik Pengganti Jagung

Lewat serangkaian proses, bunga Dahlia bisa diramu menjadi bahan pemanis. Bunga cantik ini menghasilkan gula yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi.

Peneliti Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja, penemu biokonversi inulin umbi dahlia, fruktosa dan frukto-oligoskarida (FOS), Rabu (08/08).

 

Siapa sih yang tak suka dengan manisnya gula? Sayangnya, tidak semua orang dapat menikmati manisnya gula. Bagi para penderita Diabetes Mellitus, seperti Tammy sudah tentu mereka harus menjaga jarak dengan gula bahkan menjauhinya. Sebagai bahan pemanis, Tammy dan para penderita diabetes lainnya, biasanya kerap mengganti gula yang mengandung sukrosa dengan fruktosa. Selama ini, fruktosa tersebut banyak berasal dari jagung.

Salah seorang peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan inovasi baru yang tahun ini baru bisa diwujudkan: gula dari bunga Dahlia. Djumali Mangunwidjaja, peneliti senior yang juga guru besar di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, bekerjasama dengan dua rekannya, Mulyorini Rahayuningsih dan Purwoko, mengembangkan teknologi biokonversi umbi dahlia menjadi gula fruktosa dan frukto-oligosakarida (FOS). Semacam pemanis yang berbahan dasar jagung, hanya saja kali ini berbahan dasar umbi Dahlia.

Perjalanan untuk menemukan pemanis alami, yang aman bagi penderita diabetes ini tidak sederhana. Awalnya, Djumali merasa penasaran terhadap sejumlah bahan makanan yang terasa manis di lidah. Tanaman yang memiliki rasa manis seperti tanaman pandan, pisang, bawang merah, bawang putih, dan asparagus, ditimbulkan oleh suatu zat bernama inulin. Namun, kandungan inulin pada tanaman-tanaman tersebut masih rendah.

Djumali mulai membuka kembali buku-bukunya. Dari sejumlah peneliti terdahulunya, ia menemukan bahwa salah satu bunga cantik asal Indonesia, yakni Dahlia, memiliki kadar inulin yang terbilang tinggi.

“Dahlia itu punya nilai inulin yang mencapai 80 persen,” ujar Djumali kepada Prioritas. Inulin merupakan zat dasar yang pada akhirnya dapat menjadi gula setelah melewati beberapa tahapan proses kimia. Djumali bersama timnya mulai bergerak memproses umbi bunga Dahlia sebagai bahan dasar fruktosa dan FOS. Setelah melalui beberapa proses tahapan, ia berhasil menemukan fruktosa dan FOS. Sebagai informasi, kedua komponen ini merupakan dua bahan kimia yang dibutuhkan oleh industri pangan, farmasi, dan kimia.

Biokonversi inulin umbi dahlia, fruktosa dan frukto-oligoskarida (FOS) hasil temuan Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja.

FOS banyak digunakan dalam susu. Ia memiliki manfaat yang banyak terutama bagi pencernaan. Sementara oligosakarida adalah sejenis karbohidrat yang secara selektif mampu membantu metabolisme di usus besar sehingga mampu meningkatkan jumlah bakteri baik secara alami di dalam saluran cerna.

Semakin meningkatnya pertumbuhan bakteri baik, maka fungsi saluran cerna pun semakin sehat. Sedangkan fruktosa, memang digunakan sebagai pemanis alami dalam bahan pangan maupun farmasi. Fruktosa memiliki derajat kemanisan lebih rendah bila dibandingkan dengan sukrosa. Fruktosa dijadikan alternatif pengganti gula dan aman bila dikonsumsi para penderita diabetes.

“Selama ini, penderita penyakit diabetes memang menggunakan fruktosa yang berasal dari jagung saja,” ujar pria lulusan Universite de Nancy I, Prancis ini. Meski demikian, menurut Djumali, menemukan FOS dan fruktosa bukanlah perkara mudah. Bersama Timnya ia harus melalui beberapa tahapan.

Pertama kali mereka membuat irisan dari umbi Dahlia yang kemudian dikeringkan. Dari sana, irisan umbi Dahlia tersebut dijadikan tepung. Tepung yang ada kemudian dilarutkan ke dalam air hangat dan dicampur dengan alkohol dengan kadar 50 persen. Dari situlah akan didapatkan inulin kasar. Nah, inulin kasar inilah yang akan melalui proses pemecahan dengan enzim inulase sehingga mendapatkan hasil akhir yakni FOS dan Fruktosa.

Sayangnya, untuk mendapatkan enzim inulase di Indonesia bukanlah perkara mudah. Sampai saat ini, menurut Djumali, enzim inulase masih harus di Impor. Maka, demi penelitiannya, ia membuat enzim baru untuk memecah inulin, yakni dengan menggunakan mikroba Aspergillus Niger dan Kloyveromyces Marxianus.Yang hebat, alur dan waktu yang digunakan untuk mendapatkan fruktosa dari umbi bunga Dahlia ini terbilang cukup pendek.

Apalagi bila dibandingkan dengan pembuatan fruktosa yang bersumber pada pati seperti singkong, ubi kayu, dan sagu. Djumali menegaskan bahwa dengan umbi Dahlia, fruktosa bisa didapatkan hanya dengan tiga jam dan tanpa waktu yang panjang. Sedangkan kalau menggunakan pati maka alur proses dan waktu bisa mencapai satu hari. “Prosesnya lebih ramah lingkungan, hemat energi dan berkinerja tinggi,” ujarnya.

Berbicara mengenai jumlah, Djumali menjelaskan dari satu ton pati maka hanya akan didapatkan 550 kilogram fruktosa. Sementara dengan satu ton umbi Dahlia hasil yang didapatkan bisa mencapai 990 kilogram fruktosa. Hanya saja, untuk saat ini si manis cantik ini belum dapat diproduksi secara massal lantaran belum adanya perkebunan bunga Dahlia yang besar. Masyarakat kita, baru mengenal Dahlia hanya sebagai bunga. Padahal, dengan merujuk hasil penelitiannya, bunga ini bisa dijadikan alternatif pemanis selain gula jagung yang selama ini populer dikonsumsi.

Rizkita Sari

 

 
http_manis cantik pengganti jagung.docx
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages