Vickynisasi merupakan salah satu fenomena ( peristiwa yang saat ini kita lihat, kita alami dan kita rasakan ) dalam masyarakat , namun apakah kita
sebagai alumni IT Del juga pernah melakukan "vickynisasi" sebelumnya ?
Dari pengalaman saya sendiri ternyata kita telah melakukan vickynisasi terhadap adat dan budaya kita sendiri.
Salah satunya dalam menggunakan Tarombo, penggunaan Tarombo di lingkungan kampus PIDEL sekarang IT Del memang sangat kuat hal itu dapat kita lihat dengan terbentuknya beberapa ikatan marga - marga yang tentunya didasarkan pada Tarombo yang dianut orang Batak salah satu contoh Silalahi Sabungan yang tediri dari (Silalahi, Tambunan etc), ada juga Raja Sonang
yang terdiri (Gultom, Sitinjak, Pakpahan, Samosir dan Pandiangan).
Dengan adanya Tarombo ini berkembang pula beberapa sebutan yang kita dengar sering kali digunakan dalam kehidupan sehari - hari misalnya
- Ito ( antara pria dan wanita dalam satu rumpun marga (Gultom - Pakpahan))
- Ampara ( antara pria dan pria dalam satu rumpun marga (Gultom - Pakpahan))
Selain sebutan diatas ada juga sebutan yang baru pertama kali kita dengar dan mungkin satu - satunya yang terdapat di Indonesia yaitu "piri" dan "dae" atau sering dikatakan piri berasal dari ampiri dan dae berasal dari eda. Piri sering dikatakan hampir mirip dengan ampara cuman piri itu antara wanita dengan wanita sedangkan dae saya kurang tahu apa artinya.
Menurut pendapat saya "ampiri" dan "dae" merupakan penciptaan dari mahasiswa/siswi PIDEL sendiri dan saya tidak mendapatkan referensi siapakah pencipta sebutan tersebut. Pendapat saya diperkuat oleh salah satu tulisan yang berjudul "Toba Batak relationship terminology" (Bovill, 1985) dalam tulisan tersebut kita tidak dapat menemukan kata ampiri atau dae.
Hal inilah yang membuat saya mengangkat masalah ini karena penggunaan sapaan "ampiri" dan "dae" menurut saya telah cukup mengkuatirkan :).
Karena "ampiri" dan "dae" telah dianggap menjadi sesuatu hal yang biasa tanpa perlu melakukan koreksi apakah memang sebutan itu ada atau tidak dalam Tarombo yang dianut orang Batak.
Dan yang paling parah lagi setiap tahunnya kita sebagai warga Del merekrut para adek - adek kelas kita dalam "pungguan" marga dan mengajarkan mereka memakai sebutan tersebut. Salah satu hal yang cukup mengelikan adanya status orang tua dari SMA Unggul Del rupanya turut terkejut juga dengan adanya sebutan tersebut terlebih lagi SMA Del ternyata sudah menggunakan sebutan "ampiri" dan "dae" yang mungkin saja sering di dengar di lingkungan Civitas Del.
Untuk itu mungkin sudah saatnya bagi kita warga Del (alumni dan mahasiswa) mulai mengurangi atau menghilangkan sapaan tersebut dari percakapaan
sehari - hari karena memang tidak sesuai dengan adat istiadat Batak dalam hal ini Tarombo. Jikalaupun memang ingin menggunakan mungkin lebih baik
sudah saatnya pihak yang ingin menggunakan mulai mencari dukungan untuk memasukkan hal tersebut dalam tatanan adat istiadat Batak dengan
tentunya mengumpulkan marga - marga seluruh Indonesia atau melakukan pesta Adat. Agar nantinya tidak membingungkan para generasi yang akan datang
yang akan menggunakan sapaan tersebut.
Ref :
--