Assalaamu'alaykm wr. wb,
Mengikuti berita menggemparkan perihal gratifikasi di SKK Migas, berikut ini perlu nampaknya (mohon maaf bagi yang sudah membacanya), kita untuk 'membaca ulang' materi ini agar mendapatkan pemahaman tentang apa yang terjadi.
Dua posting,
1. Pokok pikiran Prof. Gede Raka, guru besar TI ITB, dalam kuliah akhir menjelang beliau pensiun.
2. Pemahaman tentang korupsi, dari 'buku panduan KPK'
Salaam hormat,
Wibi
_______PEMBANGUNAN KARAKTER
DAN PEMBANGUNAN BANGSA:
MENENGOK KEMBALI
PERAN PERGURUAN TINGGI1
----------------------------------------------------
Oleh: Gede Raka
Underdevelopment
is a state of mind
(Lawrence E.
Harrison)
PENDAHULUAN
Topik risalah ini
saya pilih karena terdorong oleh menguatnya kecemasan yang saya
rasakan. Sebagai seorang warga negara Indonesia biasa yang mengamati
perkembangan di Indonesia akhir-akhir ini, saya merasakan berbagai
kecemasan yang muncul . Salah satunya adalah kecemasan akan
kehilangan.
Kecemasan ini
berkaitan dengan beberapa kalimat berikut, yang pernah saya baca
dalam lukisan yang diberi nama ‘The Nightmare of Losing’
karya A.D. Pirous , seniman terkemuka dan Guru Besar Emeritus ITB:
You lose your
wealth, you lose nothing
You lose your
health, you lose something
You lose your
character, you lose everything [1]
--------
MENENGOK KEMBALI
POSISI ITB
Menapak Torehan
Sejarah
Realita bahwa Ir.
Soekarno, pejuang kemerdekaan, Proklamator Kemerdekaan dan President
R.I pertama adalah alumnus THS, membuat ITB sering diasosiasikan
sebagai sebuah kampus yang perannya sangat besar dalam menyiapkan
generasi muda untuk melakukan perubahan sosial. Asosiasi ini secara
implisit mencerminkan juga besarnya harapan masyarakat terhadap
kontribusi ITB dalam perubahan Indonesia menuju masa depan yang
lebih baik. Keterlibatan mahasiswa dan sejumlah staf akademik ITB
dalam peristiwa yang membawa perubahan sosial besar di
Indonesia-seperti pada tahun 1966 dan tahun 1998- membuat harapan
itu masih tetap berlangsung. Apabila harapan ini diperhatikan maka
dalam perspektif pembangunan karakter dan pembangunan bangsa ITB
seharusnya selalu berada di garis terdepan diantara perguruan tinggi
lain di Indonesia. Apalagi dalam keadaan seperti sekarang ini ketika
Indonesia makin tertinggal dari negara tetangga dalam banyak hal,
maka masyarakat akan makin mengharapkan peran besar dari lembaga
pendidikan tinggi teknik tertua di Indonesia ini . Justru akan terasa
ganjil apabila dalam ichtiar-ichtiar ITB tidak terasa denyut atau
getaran pembangunan karakter dan pembangungan bangsa.
Secara formal dan
eksplisit hasrat untuk berperan besar ini dinyatakan dalam visi ITB
yaitu ‘ITB menjadi lembaga pendidikan tinggi dan pusat pengembangan
sains, teknologi dan seni yang unggul, handal dan bermartabat di
dunia, yang bersama dengan lembaga terkemuka bangsa menghantarkan
masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang bersatu, berdaulat dan
sejahtera’ [21]. Ini merupakan cita-cita yang sangat tinggi dan
mulia, dan seyogyanya memang demikian ..
Tantangannya bagi
ITB sekarang ini adalah melakukan ichtiar nyata agar semangat dari
cita-cita yang mulia tersebut merasuk atau tercemin dalam semua aspek
kehidupan komunitas akademik ITB baik di dalam kampus maupun dalam
hubungannya dengan pihak-pihak lain di luar kampus. Mewujudkan
cita-cita mulia memerlukan komitmen yang sangat kuat terhadap
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya ( unggul, handal,
bermartabat ), dan pada saat yang sama diperlukan kewaspadaan yang
tinggi pada civitas akademika agar dalam melakukan
kegiatan-kegiatannya ITB sebagai lembaga atau komunitas tidak
melanggar tata-nilai tersebut. Artinya, civitas akademika ITB perlu
mengawal agar ITB tidak terlibat dalam atau melakukan hal-hal yang
bisa dikategorikan tidak unggul, tidak handal dan tidak bermartabat.
ITB yang Ada di
Pikiran Saya
Tanpa mengurangi
penghargaan terhadap perguruan tinggi lain, saya mendaftar menjadi
mahasiswa ITB dan kemudian bergabung menjadi dosen ITB karena dalam
pandangan saya ITB bukan perguruan tinggi biasa-biasa saja. Bagi
saya ITB adalah perguruan tinggi khusus. Lembaga ini istimewa, karena
dalam pikiran saya ITB adalah perguruan tinggi yang menjunjung
tinggi empat nilai utama yaitu: kepeloporan, kejuangan, pengabdian
dan keunggulan. Interpretasi saya mengenai empat nilai ini
sangat sederhana: ITB adalah komunitas inovatif yang selalu berani
mencoba hal-hal baru dan berusaha berada di garis depan dalam arus
kemajuan; ITB adalah komunitas yang berani berkorban untuk mencapai
cita-cita yang mulia; ITB adalah komunitas yang tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara dan bangga melayani kebutuhan
tersebut; ITB adalah komunitas yang senantiasa berichtiar memberi
yang terbaik dan mencapai yang terbaik untuk kemajuan bangsa, ilmu
pengetahuan, teknologi dan kebudayaan.
Nilai-nilai tersebut
(seharusnya) mewarnai setiap interaksi ITB dengan lingkungannya,
termasuk dengan masyarakat luas, masyarakat bisnis, lembaga
pemerintah, dan masyarakat ilmu pengetahuan. Dalam pikiran saya,
untuk menjaga empat nilai atau semangat di atas, komunitas ITB
mendisiplin dirinya secara internal dengan dua prinsip, yaitu
integritas dan kualitas. Ini berarti , komunitas ITB (
seharusnya) adalah komunitas yang tidak akan melakukan tawar menawar
dalam hal integritas, dengan kejujuran sebagai intinya, dan dalam hal
kualitas.
Sebagai
bagian dari komuntas ITB saya menyaksikan bahwa memegang teguh
nilai-nilai tersebut tidak mudah, memerlukan keberanian dan kekuatan.
Namun demikian, justru di sinilah letak tantangannya. Keteguhan
menghadapi tantangan ini yang akan menunjukkan keistimewaan institut
ini. Seperti dinyatakan oleh Kenneth Blanchard ‘ if you
are always confronted with easy life, you don’t build character’
[22].
Bagi saya ITB adalah
model masyarakat Indonesia yang tumbuh dan berkembang bersama dalam
kebhinekaan. Para mahasiswa bergaul tanpa dibatasi oleh atribut
etnis maupun agama. Tidak ada eksklusifitas. Tidak ada diskriminasi.
Mahasiswanya dari seluruh Indonesia, dari kota besar, kota kecil dan
desa. Mahasiswa yang berasal dari keluarga yang relatif berada dan
yang berasal dari keluarga yang kurang mampu bergaul tanpa jarak.
Semangat ke-kita-an mengatasi ke-kami-an. Demikianlah keadaan
yang saya temukan sebagai mahasiswa ITB pada awal tahun 1960-an.
Saya bangga menjadi bagian dari komunitas yang dewasa dan maju
seperti itu. Komunitas kampus seperti itu sampai
sekarang tetap menjadi idaman saya .
Pentingnya Peran
Alumni
Melakukan
sebaik-sebaiknya Tri Dharma Perguruan Tinggi ( pendidikan,
penelitian, dan pengabdiaan kepada masyarakat) oleh civitas akademika
hanya sebagian saja dari upaya ITB untuk berkontribusi dalam
pembangunan karakter dan pembangunan bangsa. Kontribusi yang sangat
besar justru dapat ditunjukkan oleh kontribusi para alumni melalui
berbagai profesi yang mereka geluti, apakah mereka menjadi pengusaha,
menjadi penggiat LSM, menjadi karyawan perusahaan, peneliti,
pendidik, seniman, atau pegawai pemerintah.
Sumbangan ITB bagi
bangsa dan negara juga akan dilihat dari karya-karya para alumninya
dan norma-norma yang mereka hayati dalam mewujudkan karya-karya
tersebut. Saya garis bawahi pentingnya norma etikal dalam mencapai
hasil atau mewujudkan karya, karena apabila keluarga besar ITB tidak
waspada dalam hal ini, ‘ nila setitik bisa merusak susu
sebelanga.’
Saya yakin bahwa
kontribusi keluarga besar ITB bagi kemajuan bangsa bisa ditingkatkan
dengan membangun sinergi yang lebih besar antara masyarakat kampus
dan para alumni. Untuk itu, hubungan antara masyarakat alumni di
luar kampus dan masyarakat kampus perlu dibingkai ulang (reframe).
Selama ini, saya melihat bahwa dalam rangka mewujudkan visi ITB,
masyarakat alumni yang di luar kampus posisinya berada di peripheral
atau di lingkaran pinggir. Mereka dilibatkan hanya sewaktu-waktu
apabila diperlukan. Saya menyarankan, di masa depan, dalam bingkai
hubungan yang baru, masyarakat alumni menjadi bagian dari lingkaran
dalam, dalam arti alumni benar-benar menjadi mitra strategik
masyarakat akademik ITB dalam meningkatkan kontribusi ITB untuk
kemajuan bangsa. Para alumni ini jugalah yang diharapkan mewujudkan
nilai-nilai kepeloporan, kejuangan, pengabdian dan keunggulan dalam
profesi mereka masing-masing di tengah-tengah masyarakat dimanapun
mereka berada.
KATA PENUTUP
Mengingatkan kembali
peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter dan pembangunan
bangsa dapat dilihat sebagai upaya untuk menyalakan api idealisme di
dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Idealisme ini sangat
penting ditinjau dari beberapa hal:
Pertama, sebagian
besar perubahan-perubahan besar dalam peradaban manusia beberapa
ribu tahun terkahir ini dihela oleh idealisme; di sini idealisme
diartikan sebagai cita-cita yang tinggi dan luhur.
Kedua, tidak ada
bangsa yang bisa maju tanpa digerakkan oleh idealisme, walaupun
bentuk idealisme itu mungkin berbeda-beda diantara bangsa-bangsa.
Ketiga, idealisme
membuat usaha-usaha yang dilakukan bersifat manusiawi, sebab di muka
bumi ini hanya manusialah yang punya idealisme.
Keempat, idealisme
membuat usaha-usaha yang dilakukan menjadi bermakna, dalam arti bahwa
usaha tersebut dirasakan sebagai ichtiar yang dilakukan tidak hanya
untuk kepentingan diri sendiri namun juga untuk membawa kebaikan
bagi masyarakat luas.
Di sisi lain, usaha
untuk meningkatkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan karakter
dan pembangunan bangsa adalah salah satu upaya untuk mendekatkan
dunia pendidikan dengan kehidupan. Dengan demikian mudah-mudahan
perguruan tinggi di Indonesia benar-benar dapat menjadi pelopor yang
menghantarkan masyarakat di persada Nusantara ini menjadi masyarakat
yang maju, adil, sejahtera dan bermartabat.
1
Risalah ini disajikan pada ‘Kuliah Akhir Masa Jabatan’ sebagai
Guru Besar ITB, pada Sidang Terbuka Majelis Guru Besar ITB,
tanggal 28 Nopember 2008 di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB,
di Bandung.