The lack of the profit and loss sharing (PLS) financing or the domination of the Non-PLS financing, especially murabahah, is a global phenomenon in Islamic banks everywhere. This paper analyses the problem in Indonesia using Analytic Network Process (ANP) methodology, preceeded with a focus group discussion (FGD) and an indepth interview with scholars and practitioners of Islamic banking to fully understand the problem and to develop an appropriate ANP network.The cause of this problem can be grouped into four aspects, namely 1) internal of the Islamic bank; 2) customer; 3) regulation; and 4) government and other institutions. This research finds that the cause of the lack of PLS financing of Islamic banks in Indonesia can be summed up into two main causes from internal and regulation aspects, namely the lack of understanding and quality of human resource (Islamic bankers) and the lack of supportive regulations. The suggested solution is to increase the understanding and the quality of human resource by setting the minimum budget for training and education, implementing the insentive or subsidy system, setting the minimum standard for managers of Islamic banks through periodical fit and proper test, conducting training for short term needs, and encouraging the establishment of Islamic economic and banking education institutions for long term needs. Other suggested solution is to give support through regulation by reviewing the non supporting regulation, such as the collectibility classification of PLS financing, and developing incentive system to increase PLS financing. Moreover, the most effective policy strategy to overcome the problems of Islamic banks is by implementing directed market driven strategy, where policies are intended to direct the development of Islamic banks to stay on its syariahtracks towards the desired development goals.JEL: C49, E58, G21, L22Keywords: ANP, Bank Syariah, Islamic Bank, Bagi Hasil, Profit and Loss Sharing
Ekspansi lembaga keuangan syariah nasional yang sangat luas telah mampu meningkatkan permintaan publik terhadap layanan keuangan yang berbasis prinsip syariah. Setidaknya sampai tahun 2014 lembaga keuangan syariah nasional, yang terdiri dari perbankan syariah, pasar modal syariah, dan lembaga keuangan syariah non bank, berhasil mengumpulkan total aset sebesar Rp. 3.498,09 triliun. Ekspansi tersebut akan terus meningkat pada masa-masa berikutnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa peningkatan ekspansi tersebut menuntut suplai sumber daya manusia (SDM) di semua lini jabatan. Selama ini program studi di bidang keuangan dan perbankan syariah hanya mampu menghasilkan lulusan yang dapat bekerja di level operator. Sedangkan kebutuhan terhadap tenaga SDM level pimpinan, yakni senior ofcer hingga senior manager, masih belum terpenuhi dengan baik. Kekurangan SDM level pimpinan tersebut dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi kuanttas dan kualitas. Ditinjau dari segi kuantitas, sampai saat ini jumlah SDM level pimpinan tersebut masih kurang seiring dengan pesatnya perkembangan jaringan perkantoran. Ditnjau dari segi kualitas, tingkat kinerja pimpinan lembaga keuangan syariah masih banyak yang belum memuaskan. Terlebih, pola kerja productvity based income belum dapat dilaksanakan dengan baik. Kehadiran sebuah program studi yang mampu memenuhi kebutuhan SDM secara kuanttas maupun kualitas pada level pimpinan dan yang mampu mencetak SDM yang menguasai aspek teorets dan terapan (aplikasi) sangat dinantkan. Berdasarkan pengalaman dalam mencetak SDM yang profesional, Politeknik Negeri Bandung menginisiasi pendirian Program Studi Magister Terapan Keuangan dan Perbankan Syariah yang pertama di Indonesia.
Istilah kebijaksanaan (policy) seringkali dianggap sama dengan politik (politics) oleh orang kebanyakan, padahal istilah kebijaksanaan ini lebih luas karena dapat dan memang seharusnya bisa dipergunakan di luar konteks politik. Kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah atau perilaku negara pada umumnya.[1] Untuk menentukan kebijakan-kebijakan, menyangkut pengaturan dan pendistribusian atau alokasi dari sumber-sumber daya yang dimiliki dalam negara diperlukan adanya kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai untuk menentukan kebijakan tersebut.[2]
Implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, sebagaimana dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, yang menjelaskan makna implementasi ini dengan pernyataan : [3]
Proses implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program yang menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan-jaringan kekuatan-kekutan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak; baik yang diharapkan (intended) maupun yang tidak diharapkan (negative effects).[4]
Selanjutnya, dalam implementasi pengembangan bank syariah, bank Indonesia, pemerintah telah menentukan sasaran pengembangan perbankan syariah melalui 4 (empat) tahap pencapaian pengembangan syariah secara nasional. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :[5]
Unggul dalam pengkajian dan pengembangan keilmuan lembaga keuangan Syariah Bank dan non-Bank dengan keahlian di bidang teknologi informasi dan komunikasi tingkat Asia Tenggara dengan memiliki tanggung jawab sosial yang mengintegrasikan nilai-nilai moderasi Islam dan keindonesiaan pada tahun 2035.
Tujuan Program Studi Perbankan Syariah adalah menghasilkan lulusan yang kompetitif dan profesional dalam bidang perbankan Syariah yang mengintegrasikan moderasi Islam, keindonesiaan, dan tanggung jawab sosial dengan:
Profil utama lulusan Program Studi Perbankan Syariah adalah menjadi praktisi perbankan Syariah dan lembaga keuangan Syariah non-Bank yang berkepribadian baik, berpengetahuan luas dan mutakhir di bidangnya, serta memiliki tanggung jawab sosial yang mengintegrasikan nilai-nilai moderasi Islam dan keindonesiaan. Adapun profil tambahan lulusan adalah menjadi peneliti perbankan Syariah, menjadi entrepreneur Syariah, menjadi praktisi lembaga Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF), serta menjadi konsultan bisnis dan keuangan Syariah.
07/Mar/2024 -- Pamekasan, Kamis 07 Maret 2024. Prodi Perbankan Syariah IAIN Madura telah mendapatkan kesempatan untuk melakukan Audit Mutu Internal. Kegitan tersebut dilaksanakan secara luring dengan menghadirkan para auditor selaku perwakilan dari Lembaga Penjamin Mutu (LPM) IAIN Madura yang diketuai oleh Achmad Baidawi, M.Pd. yang beranggotakan Anna Aisa M.Pd dan...
25/Nov/2023 -- Lembaga Penjamin Mutu (LPM) IAIN Madura menggelar acara "Pendampingan Review Penyusunan Kurikulum OBE" sebagai Upaya peningkatan kualitas Pendidikan. Kegiatan tersebut yang diselenggarakan selama dua hari mulai tanggal 23-11-2023 sampai dengan 24-11-2023 yang bertempat di Hotel Cahaya Berlian Syariah Pamekasan dengan menghadirkan narasumber dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang...
07/Nov/2023 -- Program Studi Perbankan Syariah IAIN Madura yang diwakili oleh Khotibul Umam, M.E.I. selaku kaprodi perbankna syariah, mengahadiri Workshop Kurikulum Berbasis Outcome Based Education yang diselenggarakan oleh Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS) pada Senin 06 November 2023 bertempat pada Hotel University UIN Sunan kalijaga Yogyakarta. Workshop...
09/Feb/2023 -- Selasa, 06 September 2022, Prodi Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Madura (FEBI IAIN Madura) mendelegasikan Dosen Perbankan Syariah untuk mengikuti kegiatan Workshop Sinkronisasi Kurikulum Program Studi Perbankan Syariah yang diselenggarakan oleh Asosiasi Program Studi Keuangan Perbankan Syariah (APSKPS). Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Prodi...
Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim dan jumlah lembaga keuangan syariah terbanyak di dunia, dengan 11 bank umum syariah, 23 unit usaha syariah, dan 163 BPRS. Menteri Sofyan melihat keuangan syariah berpotensi menjadi salah satu sumber pembiayaan untuk proyek-proyek pembangunan di Indonesia. Masalahnya, saat ini sulit menurunkan suku bunga karena pasar modal terlalu gemuk dengan broker dan persaingan yang ketat.
Menurut data Bappenas, setahun terakhir jumlah dana sosial keagamaan cukup besar. Akumulasi dana haji Rp 73 triliun per 2015. Potensi zakat Rp 11 triliun/tahun, dan yang baru terkumpul di Baznas Rp 60 miliar/tahun, sisanya sekitar Rp 300-400 miliar dikelola oleh lembaga zakat lainnya. Potensi tanah wakaf Rp 377 triliun, dan yang baru terkumpul Rp 13 miliar dikelola oleh BWI. Maka Sofyan menyebutkan perlu pengelolaan dana haji, ZIS dan wakaf secara lebih produktif untuk kemaslahatan umat dan ekonomi secara keseluruhan.
Dalam Rapat Kerja Pengurus Besar KB-PII Periode 2015-2019 tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar KB-PII Nasrullah Larada mendorong berdirinya perbankan syariah Indonesia dari merger untuk membentuk bank syariah BUMN. PII pun siap menggerakkan kader untuk membuka satu juta rekening di bank syariah itu. Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan KB-PII Asep Effendi menuturkan pihaknya akan aktif dan ikut mengkampanyekan edukasi perbankan syariah bagi masyarakat.
Sekjen PII Fajar Nursahid pun menyebutkan bahwa langkah ini diambil untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan MEA pada sektor keuangan yang akan berlaku pada 2020. Melihat kondisi bank syariah di Indonesia saat ini yang belum efisien dan pangsa pasarnya masih di bawah 5 persen, maka diperlukan efisiensi, salah satunya melalui merger bank syariah.
Selain itu menurut Sofyan dalam rangka mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah maka pemerintah akan bentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diketuai oleh Presiden sendiri dan anggota komitenya terdiri dari berbagai Menteri. Tujuannya untuk mempromosikan keuangan syariah di Indonesia.
c80f0f1006