Haposan Sinaga
unread,Apr 4, 2012, 6:06:41 AM4/4/12Sign in to reply to author
Sign in to forward
You do not have permission to delete messages in this group
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to lovers of history
Nama : Haposan Sinaga
NIM : 308321025
Kls : A/Eks. 2008
Jurusan : Sejarah
Semester : VIII
Jawaban:
1. Seorang sejarawan wajib mempelajari hasil penulisan sejarah karena
penulisan sejarah itu tidak selamanya objektif,analisis,Ilmiah dan
masih perlu perbaikan dan tambahan untuk meyempurnkan suatu tulisan
sejarah atau Historiografi. Manfaat dari mmpelajari suau penulisan
sejarah adalah seorang sajarawan mampu membedakan antara data-data
yang bersifat fakta atau fiksi, yang sangat perlu untuk mnyempurnakan
karya penulisan sejarah. misalnya ketika seorang sejarawan
mempelajari
penulisan sejarah yang bersifat magis, seperti cerita rakyat. seperti
legenda benteng Putri Hijau. sorang sejarawan akan mengkritik dan
mencoba untuk menggali lebih dalam lagi tentang fakta-fakta yang
belum
ditemukan, sehingga seorang sejarawan harus mampum memilah data-data
yan ada pada suatu tulisan sejarah. sehingga nanti para pembaca akan
diberikan data-data sejarah yang objektif dan analisis tanpa
mengurangi esensi dari suatu penulisan sejarah, serta penulisan
sejarah kedepan dapat sepenuhnya dipertanggung jawbkan secara ilmiah.
2. Fase-fasae historiografi Barat:
a. Historiografi Yunani Kuno
Dalam mengkisahkan sejarah masa lampau yang jauh ke belakang, para
sejarawan Yunani pada umumnya mendasarkan pada cerita rakyat dan
kisah-kisah yang disampaikan secara turun menurun atau atas karya
para
penulis terdahulu, yang sesungguhnya juga berasal dari para
penulis-penulis yang mendahuluinya. Namun demikian sejauh bisa
diketahui, tradisi penulisan sejarah yang paling awal pada jaman
Yunani kuno adalah apa yang disebut dengan istilah tradisi Homerus,
kemudian disusul dengan munculnya para Logograaf , dan yang terakhir
zaman keemasan historiografi Yunani kuno.
b. Historiografi Romawi
Berbeda dengan generasi pertama para sejarawan Yunani, yang
tertarik pada hal yang bersifat kosmopolitan, sejarawan Romawi
biasanya hanya mengenal 1 thema, yaitu Roma. Namun dalam hal itu harus
diingat, dibandingkan dengan negeri Yunani yang secara politik terbagi
menjadi wilayah-wilayah (polis-polis) yang kecil-kecil, Romawi sejak
perang Punisia telah berkembang meluas dan relatif mendunia. Dalam
ikhtisar dari sejarah Romawi yang berawal dari “absolute” yaitu dengan
pendirian kota Roma, tetapi juga dengan perhatian yang besar untuk
masa Romawi yang terbaru, bisa ditemukan bentuk-bentuk annalistik
(anal) yang luas, sedangkan kronikrelatif jarang ditemukan. Ikhtisar
itu biasanya berakhir pada jamannya sendiri (si penulis). Sejarah umum
yang universal yang tidak hanya dalam kerangka sejarah Romawi hanya
bisa ditemukan pada karya Trogus.Untuk masa-masa yang terbaru Romawi
atau kejadian-kejadian pada jamannya para penulis Romawi, banyak
ditemukan studi monografi, misalnya memoires (tulisan peringatan) dan
historien (cerita ysang lebih detail mengenai kejadian-kejadian masa
kini) atau kadang disebut dengan istilah annalen.Secara umum dapat
dikatakan bahwa perkembangan dari historiografi
Romawi itu sejalan dengan sejarah perkembangan kekaisaran Romawi.
Oleh karena itulah karya-karya terpenting pada jaman ini banyak
berkaitan dengan sejarah Romawi, sejak kemunculan kemudian melalui
pertumbuhan, kejayaan dan akhirnya sampai kepada keruntuhannya.
c. Historiografi Abad Pertengahan
Jaman Abad Pertengahan Eropa juga lazim disebut dengan istilah
“abad gelap dan juga “abad kebodohan”.Istilah itu mempunyai konotasi
bahwa masyarakat pada masa itu berada dalam kegelapan atau kebodohan.
Istilah abad gelap atau kebodohan itu sesunguhnya diberikan oleh
kaum
rasionalis Eropa abad 18, yang tela mengalami abad pencerahan,
Enlightement atau Aufklarung. Mereka ini memandang masyarakat abad
pertengahan (8-13) berdasarkan sudut pandang atau perspektif mereka
sebagai manusia rasionalis. Sebaliknya bertolak belakang dengan
mereka, masyarakat abad pertengahan yang peranan rasionya tidak
menonjol dan kurang berperan dalam perkembangan kebudayaan manusia,
sehingga kebudayaannya tidak berkembang (rendah) atau mengalami
keterbelakangan dan kebodohan. Keadaan kebudayaan semacam itu tentu
saja juga dipengaruhi oleh “jiwa jaman” yang bisa diketahui dari
pandangan dunia (hidup) dari masyarakat Abad Pertengahan yaitu:
1. Theosentrisme, yaitu pandangan hidup yang berpusat pada Tuhan,
dalam arti bahwa kehidupan manusia itu berpusat pada Tuhan, dan
Tuhanlah yang mengatur hidup manusia baik per individu maupun
masyarakat. Dalam hal ini Tuhan uga ber peran mengatur sejarah
manusia.
2. Providensi, yaitu pandangan hidup yang mengangap bahwa segala
sesuatu di dunia dan seisinya ini berjalan menurut brencana Tuhan (God
Plan). Sengsara merupakan peringatan terhadap manusia. Faktor Tuhan
selalu dikaitkan dengan segala hal, demikian juga sejarah selalu
dikembalikan kepada Tuhan.
3. Yenseitigheit, yaityu pandangan hidup yang mementingkan kehidupan
di alasm baka atau akhirat. Atinya yang terpenting dalam hidup ini
adalah untuk mempersiapkan diri demi kehidupan di dunia (alam) baka.
Demikianlah bisa dikatakan bahwa jiwa jaman masyarakat Abad
Pertengahan adalah bersifat spiritual. Dalam hal ini semua kehidupan
masyarakat bersumber dan berpedoman pada ajaran agama (Kristen). Dalam
bidang historiografi dan filsafat sejarah pada waktu itu terjadi
kesimpangsiuran, karena historiografi Abad Pertengahan di pengaruhi
oleh agama, sedangkan filsafat sejarah ditandai oleh jiwa agama. Oleh
karena itulah karya sejarah yang dihasilkan pada waktu itu pada
umumnya berupa sejarah agama, sejarah orang-orang suci, sejarah
penciptaan dan sebagainya.
d. Historiografi Zama Renaissance
Pengertian yang paling umum dan sederhana dari renaissance adalah:
penemuan kembali atau kelahiran kembali (‘renasci’ dari bahasa Latin
yang berarti dilahirkan kembali) dari kebudayaan antik (Yunani
kuno),
termasuk di antaranya para sejarawannya. Dibandingkan dengan jaman
Abad Tengah bisa dikatakan tidak terdapat studi yang sungguh-sungguh
atas sejarah kuno, dan pengetahuan akan jaman kuno di Barat pada
waktu itu sangat terbatas. Walaupun terdapat pengaruh penulisan
sejarah Yunani terhadap sejarah Abad Tengah, akan tetapi pengaruh itu
hanya terbatas pada beberapa penulis atau sejarawan saja. Pada jaman
Renaissance paling tidak sebanyak ¾ karya sastra Latin ditemukan
kembali. Artinya lebih dari cukup kesusasteraan dan historiografi
Yunani dilahirkan kembali. Hal itu teruitama juga sehubungan dengan
masdih adanya kontak-kontak dengan Kerajaan Yunani Bisantium.
Pada jaman renaissance pendidikan yang berdasarkan pada karya-karya
sastra antik, termasuk penulisan sejarah dan filsafat moral, disebut
dengan istilah ‘humanitas’ (sementara istilah humanisme baru muncul
pada abad 19), sementara guru dalam studi “humanistis” sejak akhir
abad 15 disebut dengan istilah ‘umanista’. Berbeda dengan penulis-
penulis jaman Abad Pertengahan, para humanis ingin mempelajari semua
para pengarang antik. Bahkan mereka ingin mengambilalih ita rasa gaya
antik dan keindahan antik. Gerakan untuk menemukan kembali dan
penghargaan terhadap kebudayaan kuno dengan melakukan pemeliharaan
sumber-sumber lama sehingga bisa ditata seperti keadaan semula pada
awalnya memang hanya terjadi di Itali pada awal abad 14. Baru pada
awal abad 15 hal itu juga dilakukan di negeri-negeri lain seperti
Ingris, Jerman, Belanda dan sebagainya.
e. Historiografi Modern
Dilihat dari sudut perkembangan kebudayaan, renaissance
sesungguhnya merupakan tonggak sejarah atau awal jaman modern dari
sejarah Eropa Barat, yang ditandai dengan munculnya para tokoh
pemikir
humanis, termasuk di dalamnya adalah Machiavelli. Mereka itu terdiri
dari para kaum intelektual, sastrawan, filosof, ilmuwan, seniman dan
sebagainya. Walaupun hanya terdiri dari kelompok kecil saja, namun
demikian gagasan-gagasan mereka benar-benar telah membangkitkan
semangat (jiwa) baru dan jaman baru, sehingga mereka itu juga sering
disebut dengan istilah kelompok minoritas kreatif. Gagasan-gagasan
mereka itu juga menimbulkan semangat kewiraswastaan enterpreneurship)
dalam arti luas, baik dalam bidang keilmuan, perdagangan, sastra,
seni, politik, filsafat dan lain sebagainya, sehingga masa itu
disebut
dengan istilah sebagai jaman kebangkitan. Sebagai contoh yang paling
menonjol dalam hal itu adalah munculnya seorang pemikir Rene des
Cartes yang terkenal dengan ucapannya “cogito ergosum” yang artinya
“saya tahu jadi saya ada.” Maksudnya adalah bahwa pangkal dari
eksistensi manusia adalah karena adanya kesadaran dari manusia itu
sendiri, dimana segala sesuatunya bersumber dari pada rasio
(rasionalisme).
Dalam bidang kebudayaan, menurut J. Romein seorang filosof Belanda
menyatakan bahwa sampai kira-kira tahun 1500an di dunia ini terdapat
3
kebudayaan besar yang bergerak sejajar yaitu kebudayaan India, Asia
dan Barat. Namun demikian setelah jaman renaissance dan humanisme
peradaban Eropa mengalami penyimpangan dari pola umum, yaitu
berkembang dengan pesat meninggalkan peradaban lainnya di muka bumi
ini. Sebagai hasilnya adalah bahwa pada abad 19-20 kebudayaan Barat
mampu menunjukkan superioritasnya terhadap kebudayaan Timur.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan dari pola umum itu
adalah sebagai berikut:
1. Rasionalisme, yaitu suatu aliran pemikiran yang menganggap bahwa
rasio merupakan kekuatan utama, mendasar atau sumber dari peradaban
manusia. Rasionalisme timbul sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan
yang didasarkan atas daya pikir manusia.
2. Reformasi, yaitu suatu gerakan religius (Kristen) yang dahsyat dan
didorong oleh perkembangan rasionalisme dan humanisme. Sampai tahun
1500an Eropa masih disatukan dalam payung agama Kristen di bawah
pimpinan Vatikan di Roma. Menurut ajaran gereja Romawi disebutkan
bahwa tidak semua orang boleh dan dapat membaca Injil karena merupakan
hak (monopoli) kaum rohaniawan. Sebaliknya kaum rasionalisme
mengajarkan bahwa semua orang dibekali rasio, sehingga bila
mengehendaki dan dengan cara belajar juga memiliki kemampuan membaca
Injil. Sehubungan dengan hal itu muncul tokoh-tokoh reformasi yang
memprotes monopoli agama oleh gereja Romawi antara lain M Luther King,
Zwingli, Calvin, Melanchton dan sebagainya. Mereka berpendapat dan
berjuang bahwa setiap individu boleh membaca dan menterjemahkan Kitab
Suci (Injil). Di sinilah nampak penonjolan individu yang dinilai
tinggi, sehingga dalam perkembangan selanjutnya memunculkan faham
individualisme.
3. Nasionalisme, yaitu gerakan reformasi dari Luther dan kawan-
kawannya menentang gereja di Roma dengan mempropagandakan
penterjemahan Injil ke dalam berbagai bahasa agar dapat dibaca dan
dipahami oleh setiap orang. Pada waktu itu Injil masih ditulis dalam
bahasa Latin, demikian juga dalam upacara-upacara keagamaan juga
digunakan bahasa Latin yang sudah merupakan bahasa mati. Sebagai
hasilnya terjadilah gerakan penterjemahan Injil dalam berbagai bahasa
seperti Inggris, Jerman, Perancis, Spanyol, Portugal, Belanda dan
lain
sebagainya. Ternyata gerakan penterjemahan itu juga mendorong
munculnya gerakan-gerakan nasional, sehubungan dengan setiap bangsa
di Eropa ingin menggunakan bahasa mereka masing-masing dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan agama yang bersumber dari Injil. Sebagai
akibat lebih lanjut muncullah faham nasionalisme di Eropa yang
kemudian mendorong menculnya negara-negara nasional. Demikian juga
walaupun belum secara terbuka agama Kristen sudah mulai terpecah-pecah
menjadi beberapa aliran sebagai akibat perbedaan interpretasi dalam
memahami Injil yang sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa. 4.Ekspansi, yaitu perluasan baik dalam bidang ekonomi,
politik, geografis dan kebudayaan pada umumnya dari bangsa Eropa ke
seluruh penjuru dunia sejak tahun 1500an. Hal itu terutama didorong
oleh ledakan petualangan orang-orang Eropa ke seluruh penjuru dunia
dan berhasil menemukan dan memperkenalkan benua-benua baru bagi
bangsa Eropa. Keberanian mereka itu tidak lain disemangati oleh jiwa
enterpreneurship dalam arti yang luas.Tujuannya adalah keinginan untuk
kehidupan yang lebih baik dan kemajuan. Beberapa
petualang tersebut yang bahkan di anntaranya pernah sampai ke wilayah
Indonesia antara lain Marcopolo, Pigavetta, Pinto, Tome Pires dan
sebagainya. Laporan para petualang itu ternyata membuka mata
bangsa-bangsa Eropa akan adanya dunia lain di luar Eropa dengan
peradapan dan kebudayaan yang tidak kalah majunya, antara lain Mesir,
Cina, Asia Barat, India dan lain sebagainya. Hal itu selanjutnya
membangkitkan kesadaran akan kerelatifan atas kebudayaannya sendiri
yang semula dianggap satu-satunya paling baik dan benar. Oleh karena
itu mereka juga terdorong untuk mengkaji kebudayaan mereka sendiri,
termasuk tradisi dan religi yang sampai waktu itu masih dianggap
sebagai suatu kebenaran mutlak.
Para Sejarawan Penting Zaman Modern
1. Aliran Rasionalisme:
Salah seorang sejarawan terkemuka dari aliran rasionalisme adalah
Voltaire (1694-1778) yang semula bernama Francois Arouet. Setelah
menyelesaikan studi hukum ia memperluas sendiri studinya, pada bidang
sastra, khususnya menjadi penulis pertunjukan tonel, epen (cerita
kepahlawanan), cerita-cerita novel, risalah sastra essays, dan karya-
karya historis. Namun demikian akhirnya ia mencurahkan hampir seluruh
hidupnya untuk penelitian dan penulisan sejarah. Salah satu karyanya
yang terpenting adalah “Esssay Sur les moeurs et L’esprit des
nations’ (adat istiadat dan jiwa bangsa-bangsa). Karya tersebut
membuka pandangan baru orang-orang Eropa terhadap kebudayaan di luar
Eropa dan cakrawala yang lebih luas lagi mengenai bangsa-bangsa lain.
Sebagai penganut rasionalisme Voltaire bertumpu kepada manusia
sebagai pelaku sejarah dalam mencari fakta-fakta dan menyusunnya
menjadi kisah sejarah.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa karya Voltaire itu mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
- Kosmopolitan, yaitu pandangannya yang luas dan tidak terikat pada
suatu tempat, bangsa atau suku bangsa tertentu.
- Universal, yang berarti membicarakan atau membahas manusia secara
umum. Gambaran manusia menurut kaum rasionalis (yang sekaligus
humanis) adalah bahwa hanya ada satu manusia tanpa perlu membedakan
ras maupun kebudayaannya. Kaum rasionalis juga menghendaki agar
seluruh umat manusia menjalin suatu persaudaraan yang besar.
- Karya Voltaire tidak disusun secara kronologis, akan tetapi bersifat
tematis, yaitu berisi gambaran gaya hidup atau peradaban manusia yang
merupakan trend baru dalam historiografi Eropa pada waktu itu.
- Bahan-bahan yang dipergunakan untuk menyusun karyanya diperoleh
darikarangan atau tulisan-tulisan etnografis, kisah-kisah perjalanan
yang dibuat oleh para petualang penjelajah dunia seperti Tome Pires,
Pinto, Marcopollo, Baros dan sebagainya. Dengan demikian buku tersebut
lebih banyak berisi gambaran atau diskripsi mengenai masyarakat atau
suku-suku bangsa yang pernah dikunjungi para petualang seperti Teluk
Parsi, Malaka, Cina, Malabar, India dan sebagainya.
Karya-karya sejarah yang lain dari Voltaire adalah:
1. Histoire de charles XII (1731)
- Le Siecle de Louis XIV (1751)
- Histoire de la Guerre de 1741 (1755) Histoire generale depuis
harlemagne jusqu’`a nos jours (1756)
- Dan yang lebih terkenal adalah “Essai sur les moeurs et l’esprit des
nations et sur les principaux faits de l’histoire depuis Charlemagne
jusqu’`a Louis XIII
- Histoire de l’empire de Russie sous Pierre le Grand (1760-1763)
- Philosophie de l’histoire (1765)
- Precis du Siecle de Louis XV (1768).
2. Montesquieu (1689-1758), dilahirkan dengan nama charles-Louis de
Secondat di istana La brede di Bordeaux. Di kota ini ia belajar hokum
dan sampai tahun 1726 ia memang bekerja sebagai ahli hukum. Ketika
pada tahun 1716 ia menjadi anggota Academie di kota kelahirannya, ia
mencurahkan karyanya ‘discours de reception’ pada politik orang-orang
Romawi mengenai religi. Karya pertamanya yang termasyur adalah
Lettres
Persanes (1721), tidak berkaitan dengan sejarah. Baru dalam karyanya
yang besar dan terkenal yaitu Esprit des lois (1748), diformulasikan
mengenai ide ‘esprit général’, merupakan sejarah filsafat yang sangat
menarik. Disamping itu karya tersebut juga banyak berisi raia
mengenai
ilmu politik dan sosiologi. Teorinya yang terkenal mengenai sistem
ketatanegaraan adalah Trias Politica, yaitu sistem pembagian/
pemisahan kekuasaan dalam suatu negara demokrasi menajdi 3 yaitu:
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sebagai seorang ahli tata negara
ajaran-ajarannya banyak dipraktekkan dalam pemerintahan di
negara-negara Barat.
3. Thomas Hobbes, yang juga bisa dikategorikan sebagai ahli tata
negara mengajukan suatu pemikiran bagaimana suatu masyarakat itu
harus
di atur, dan siapa yang harus memegang kekuasaan. Ajarannya yang
terkenal adalah “Homo homini lopus”. Dalam hal kekuasaan teori Hobbes
cenderung bersifat absolutisme, yaitu bahwa kekuasaan itu harus
dipegang oleh seorang raja yang kuat.
4. J.J. Rousseau, yang juga bisa dikategorikan sebagai tokoh yang
beraliran romantisme. Ia mengemukakan bahwa selain rasio, kekuatan
manusia juga terdapat dalam sentimen dan kemauannya. Dalam hal ini ia
berbicara mengenai kemauan umum, yang merupakan teori demokrasi.
Menurutnya kekuasaan itu sebenarnya pada mulanya terdapat pada setiap
individu dalam masyarakat. Akan tetapi oleh karena adanya kemauan
bersama akhirnya ditunjuk seorang mandataris untuk memimpin.
2. Aliran Positivisme
Didukung oleh rasionalisme di Eropa pada waktu itu berkembanglah
kemudian apa yang disebut dengan positivisme yang dipelopori oleh
Agust Comte, yang juga dikenal sebagai Bapak Ilmu Sosial. Positivisme
adalah suatu aliran pemikiran (kejiwaan) yang mengajarkan bahwa ilmu
harus dapat membuat hukum-hukumnya. Dengan demikian hanya ilmu yang
dilengkapi dengan hukum-hukumnyalah yang berhak diakui sebagai
ilmupengetahuan. Oleh karena itu ilmu-ilmu seperti ilmu sosial, seni
termasuk sejarah juga harus mampu menyusun hukum-hukumnya.
Dalam filsafat sejarahnya Comte membuat suatu periodisasi sejarah
menjadi 3 jaman yaitu:
1) Jaman Teologi, yaitu suatu jaman dimana masyarakat hanya percaya
bahwa segala sesuatu di dunia ini digerakkan oleh kekuasaan super
natural.
2) Jaman Methafisis, yaitu jaman dimana manusia masih percaya adanya
kekuatan di luar fisika yang tidak tampak sebagai penggerak dinamika
kehidupan ini.
3) Jaman rasionalisme, yaitu jaman dimana manusia hanya percaya bahwa
dinamika di dunia ini, termasuk benda-benda mati, kekuatannya
terletak
pada hukum alam itu sendiri.
Salah seorang pengikut Agust Comte yang terkenal adalah Henry Thomas
Buckle, dengan karyanya yang berjudul “History of Civilization in
England”. Buku itu berisi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dengan mencari faktor-faktor pendorongnya. Dalam buku itu ia
mempertanyakan mengapa Ilmu Pengetahuan berkembang dengan pesat di
Eropa, khususnya di Ingris daripada di belahan bumi lainnya. Jawaban
yang diajukan ialah bahwa iklim, kondisi tanah menjadi faktor
pendorong utama dari kemajuan Eropa. Jawaban semacam itu tidak lain
karena dipengaruhi oleh rasionalisme dan positivisme filsafat sejarah
Comte.
Sejarawan lain yang cukup terkenal adalah N.D.F. de Coulanges dengan
bukunya yang berjudul “The Ancient City”. Dalam buku itu ia menyatakan
bahwa penulisan sejarah Yunani dan Romawi sangat dipengaruhi oleh
agama (Kristen Abad pertengahan). Selanjutnya dalam bukunya yang
berjudul “History of the Political Institutions of Ancient
France” (1870) ia menyatakan bahwa sejarah hanya bisa direkonstruksi
dari dokumen-dokumen. Gagasan Coulanges yang sedemikian itu ternyata
diikuti dan bahkan dikembangkan oleh Lang Louis dan Charles Seignobos
yang terkenal dalam karyanya yang berjjudul “An Introduction to the
Study of History” yang sesungguhnya merupakan buku teori dan
metodologi sejarah. Menurut kedua sejarawan tersebut bahwa kenyataan
masa lampau hanya bisa dilukiskan kembali berdasarkan dokumen-dokumen
sejarah yang ada. Istilah yang sangat populer mengenai hal itu adalah
“no ducument no history”.
3. Romantisisme
Sebagai reaksi terhadap aliran positivisme dan juga karena
didorong oleh gerakan nasionalisme, maka muncullah apa yang disebut
dengan aliran romatisisme. Dalam sejarah penulisan sejarah atau
historiografi, istilah ‘romantik’ lebih berkaitan dengan sudut
pandang
politik romantik, yaitu visi yang konservatif mengenai negara dan
masyarakat. Dalam hal ini muncul pendapat-pendapat dan
perasaan-perasaan anti revolusi, terutama yang ditujukan kepada
revolusi Perancis. Sebagai alasannya adalah bahwa revolusi Perancis
yang sangat spektakuler itu ternyata telah menyimpang dari cita-cita
semula. Kebebasan dan persamaan hak (demokrasi) yang dicita-citakan
dalam revolusi itu ternyata mengingkari rasionalisme, karena gerakan
massa dalam revolusi Perancis telah banyak melakukan pembantaian
besar-besaran, khususnya terhadap para bangsawan Perancis. Disamping
itu sebagai salah seorang tokoh revolusi Napoleon telah tampil
menjadi
penguasa ditaktor dan imperialis yang menjajah dan menguasai
bangsa-bangsa Eropa lainnya. Sifat irrasional dan dampak negatif
revolusi Perancis itu akhirnya membangkitkan sentimen negatif dan
memunculkan semangat nasionalisme dari bangsa-bangsa Eropa yang
terjajah . Dalam hal itu setiap bangsa Eropa menjadi lebih tertarik
kepada kebudayaan mereka sendiri. Oleh karena itu mereka terdorong
untuk menggali sejarah dan kebudayaannya sendiri, termasuk di
dalamnya
adat istiadat, hukum, seni, sastra , cerita rakyat, mitos cerita
kepahlawanan dan lain sebagainya. Semuanya itu sebagai manifestasi
dari ketertarikan masa lampau mereka sendiri (romatisme) dan
nasional.
Penulisan sejarah romantis adalah produk dan produsen dari
historisme. Sedangkan romantik adalah berkaitan dengan kesadaran
historis dan dan spirit untuk mempelajari dan menulis masa lampaunya
miliknya sendiri (daerahnya, negerinya, sukunya atau bangsanya
sendiri).Revolusi-revolusi politik memang telah membangunkan
kesadaran
historis dan historisme selama abad 19. Namun demikian sesungguhnya
belum ditemukan definisi pasti mengenai historiografi romantis.
Hhanya
bisa dijelaskan bahwa sebagai bentuk rekasi terhadap positivisme dan
rasionalisme aliran romantisisme menyatakan bahwa tidak benar rasio
itu merupakan prinsip yang menentukan segalanya. Terdapat faktor yang
dilupakan oleh kaum rasionalis yaitu sentimen, emosi atau perasaan.
Oleh karena itulah pendukung romantisisme juga merasa simpati
terhadap
budaya abad pertengahan, dengan alasan bahwa segala sesuatu yang
dimiliki bangsa Eropa pada waktu itu (kebudayaan Eropa) juga berakar
(berasal) dari Abad Pertengahan. Dengan demikian mereka melakukan
penilaian baru terhadap kebudayaan Abad Pertengahan yang semula
diberi
cap sebagai abad gelap dan kebodohan oleh kaum rasionalis. Artinya
pada masa itu muncul kebutuhan akan nostalgia terhadap masa lampau
yang diromantisir dengan kesan-kesan serba indah dan baik.
Di Jerman gerakan Romantisisme ini telah memunculkan perhatian
luar biasa terhadap sejarah negara, daerah atau wilayahnya sendiri.
Para intelektual secara beramai-ramai melakukan penelitian atau
penggalian kembali terhadap hukum, cerita rakyat, kesenian, sejarah
dan sebagaianya yang merupakan warisan leluhur mereka, yang
kesemuanya
itu dilacak proses perkembangannya menurut perspektif sejarah. Gejala
inilah yang memberi cap baru pada bagian kedua abad 19 yang terkenal
dengan istilah “historisisme”, yaitu aliran pemikiran yang sangat
dikuasai oleh perspektif sejarah dalam meneliti berbagai aspek
kehidupan bangsa baik dalam bidang hukum, filsafat, kesenian,
ekonomi,
politik dan sebagainya. Di Inggris dalam karyanya yang berjudul “The
Codex Diplomation Aevi Saxonisi” atau “The Saxon in England” (1849),
John Mitchell Kemble menceritakan asal mula kebudayaan Anglo Saxon,
khususnya budaya politiknya. Menurutnya budaya politik Anglo Saxon
berasal dari adatkebiasaan petani Anglo Saxon yang mengadakan
persekutuan berdasarkan ide kebebasan. Itulah yang kemudian berkembang
atau menumbuhkan adanya masyarakat bebas di Inggris, yang berarti
bukan karena terpengaruh oleh revolusi Perancis. Selanjutnya
Frederichh D. Maitland dan Pallocks menulsis “history of English Law
to 1272, yang isinya mengenai sejarah hukum di Inggris yang dikatakan
berasal dari perkembangan alami di Inggris.
4. Leopold van Ranke Sebagai Perintis Metode Sejarah Kritis
Sejak munculnya kaum humanis pada jaman renaissance yang
merupakan tonggak sejarah atau awal jaman modern Eropa Barat, studi
sejarah ilmiah menjadi semakin maju. Hal itu terutama disebabkan oleh
semakin banyaknya usaha-usaha penelitian sejarah pada abad 17 dan 18.
Namun demikian hal itu belum sepadan dengan usaha untuk penulisan
sejarah dan karya sintesa sejarah yang mampu dihasilkan. Demikian
juga
dalam pendidikan universitas belum ada pendidikan kejuruan bagi para
mahasiswa sejarah (sejarawan). Walaupun telah terdapat
professor-profesor sejarah, andil universitas dalam pengembangan ilmu
sejarah kurang menonjol. Baru pada abad 19 dan 20 terjadi perubahan
yang mendasar, dimana peranan dari universitas sangat besar. Dan
sebagai pionir dalam hal itu adalah Leopold van Ranke dari Jerman.
Aliran romantisisme yang cenderung mengarah kepada pengagungan
terhadap kebudayaan sendiri, dalam bidang hitoriografi mengakibatkan
subyektivitas yang cukup menonjol dalam penulisan sejarah. Oleh
karena
itu muncul reaksi dari seorang tokoh perintis metode sejarah kritis
yaitu Leopold von Ranke (1795-1886). Sesudah menyelesaikan studi
teologi dan filologi klasik di Leipzig (Jerman) ia menjadi guru
bahasa-bahasa klasik di Frankfort a. d. Oder. Pada tahun-tahun itu ia
menunjukan perhatiannya yang besar pada penulis-penulis sejarah
klasik, namun demikian sebagai rhasil perenungan dan pemikirannya
ia
mengajukan kritik-kritik yang tajam atau komentar-komentar yang
negatif terhadap para sejarawan lama pada jamannya yang beraliran
romantis. Dalam hal ini mengajarkan bahwa peristiwa-peristiwa yang
sunguh-sungguh terjadi adalah lebih menarik daripada ceritera yang
diromantisir. Oleh karena itu ia memutuskan untuk menolak semua
semua
gambaran yang bersifat khayalan dalam karya-karya sejarah dan
hanya
berpegang teguh pada fakta-fakta.
Pada tahun 1824 terbit buku Ranke yang pertama (buku yang kedua
tidak pernah terbit), yang berjudul Geschichten der romanischen un
germanischen Volkër (sejarah Jerman dan rakyat Jerman), yang meliputi
periode 1494-1514. Dalam buku itu ia melukiskan dan membandingkan
sejarah Jerman dengan kelebihan-kelebihannya seperti yang dimiliki
bangsa Romawi yang kuat. Pada masa itu ia masih bisa dikategorikan
sebagai pengikut romantisisme. Namun demikian ia sendiri sesungguhnya
juga menyadari akan hal itu, sehingga itulah sebabnya bukunya yang
kedua tidak pernah terbit. Artinya ia menyadari bahwa dalam karya
sejarah yang romantis itu mengandung subyektivitas yang tinggi,
sementara ia menghendaki untuk mengembangkan metode penelitian
sejarah
kritis dengan cara menyelidiki ‘kredibilitas sumber’ (kritik sumber).
Mottonya yang terkenal dalam penelitian dan penulisan sejarah adalah
bahwa sejarawan seharusnya berpegang pada “wat ist eigenlig
geschicte”
(apa yang sesungguhnya terjadi). Hanya dengan cara itulah maka
kebenaran akan masa lalu bisa diungkapkan.
Karya-karya Leopold von Ranke sebagai perintis metode sejarah
kritis pada jaman modern, terutama yang berisi mengenai gambaran
pertumbuhan negera-negara modern Eropa antara lain:
- Deutsche Geschichte im Zeitalter Reformation
- Die romischen Papste, ihre Kirche und ihr Staat im 16. und 17.
Jahrhundert, Neun Bucher preussischer Geschichte.
- Franzosische Geschichte vornehmlich im 16. und 17 Jahrhundert.
- Englische Geschichte vornehmlich im 17. Jahrhundert
- Weltegeschichte (membahas mengenai jaman kuno dan Abad Tengah).
-
3. Menurut saya pada fase perkembangan historiogrfi dipengaruhi oleh
Literati atau pujangga dan dipelihara oleh penguasa dilatarbelakangi
oleh adaya suatu peristiwa yang penting untuk generasi yang akan
datang. Namun perkembangan selanjutnya, para penguasa memerintahkan
kepada para pujangga untuk menuliskan suatu peristiwa-peristiwa
penting pada suatu periode kekuasaan, misalnya pada zaman kerajaan
Majapahit, ada banyak pujangga yang terkenal seperti Empu Tantular,
Prapanca,dan lain-lain. Disini para penguasa kerajaan tidak
sembarangan menyuruh orang untuk menuliskan suatu peristiwa yang
penting. sebagai catatan, tidak semua orang bisa dan mampu menuliskan
suatu penulisan sejarah pada waktu itu, hanya orang-orang tertentu
saja. Namun perkembangan selanjutnya terjadi subjektifitas dari para
pujangga yang didorong oleh para penguasa shingga kadar
keobjektifitaannya berkurang, mengingat para penguaasa mencoba untuk
terkadang membuat penulisan sejarah tidak berdasaarkan fakta, dan
ceandaerung melebih-lebihkan,sehingga mendorong para pujangga
memainkan perannya dan subjekitfitasanya lebih jauh yang pada akhirnya
akan mengurangi keobjetifatasan daari suatu penilisan sejarah.Arti
pentingnya historiografi bagi para paenguasa adalah agar generasi
selanjutnya dapat mengetahui telah terjadi suatu peristiwa-peristiwa
penting di masa lau, dan agar generasi pada masa yang akan datang
mampu belajar dari peristiwa-peristiwa yang penting tersebut, dari
sisi kemanusiaannya adalah para penguasa ingin dikenang oleh generasi
yang akan datang dan dihargai oleh generasi yang akan datang,
sehingga, generasi yang akan datang mengetahui ada peristiwa yang
penting telah terjadi pada masa pemerintahan sang penguasa tersebut.
4. Faktor yang signifikan membedakan Historiograafi Timur Tengah
denan
Historiografi Barat adalah didalam penulisannya, historiografi Timur
Tengah pertumbuhan historiografi Islam sejak fase-fase awal, harus
diakui, banyak berkaitan dengan dan dipengaruhi oleh perkembangan
siyasah di antara kaum Muslimin. Perkembangan historiografi partisan
ini seperti bisa diduga, terus berlanjut pada masa Abbasiyah. Tulisan-
tulisan sejarah yang muncul pada masa generasi pertama Dinasti
Abbasiyah ditandai dengan beberapa fase perkembangan: koalisi antara
kekuatan Abbasiyah dan kelompok Syiah dan kemudian pertarungan hebat
antara Dinasti Abbasiyah dengan kelompok Syiah.perbedaannya yang
signifikan adalah penulisan Hisoriografi Timur Tengah dipengarui oleh
Sejarah Islam meskipun untuk periode selanjutnya ada gagasan yang para
ahli untuk membuat historiografi yang bersifat universal, sedangkan
pada historiografi Barat, Penulisan sejarah bersifat tantangan dari
suatu masa atau periode yang terjadi diawilayah Barat, penuisan ini
menurut saya adalah berisikan hubungan manusia didalam menafsirkan
kaebudayaan mereka dalam suatu periode, misalnya adalah pada waktu
penulisan Yunani, penulis sejarah menuliskan tentang segala saesuatu
berdasaarkan perkembangan akal dan pikiran manusia pada waktu itu, dan
kemudian berkembang taraf pemikiran manusia hingga sampai zamam modern
sekarang. Jika pada penulisan sejarah Timur Tengah berisiskan agama
Islam dengan segala kompleksitasannya yang juga dipengaruhi oleh zaman
Abbasiah dan zaman lainnya yang membawaa islam mencap puncak
historiografinya, sedangkan Historiogrfi Barat meliskan penulisan
sejarah berdasarkan pola perkembangan kebudayaan manusia yang disertai
pearkembangan intelektualitas pada zamanya atau periodenya.