Menteri Agama RI, Suryadharma Ali (pada upacara peringatan ke-65 Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama Tahun 2011) menjelaskan, persoalan utama yang dihadapi dan memprihatinkan bangsa Indonesia saat ini, yakni masalah kebodohan, pengangguran, kemiskinan dan krisis akhlak. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Agama telah membuat beberapa program dan langkah, untuk mengatasi persoalan tersebut.
Dalam bidang pendidikan telah secara nyata, bahwa kualitas pendidikan agama dan keagamaan yang ada selama ini, telah menunjukan kemajuan, seiring dengan tuntutan zaman. Selanjutnya dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan, Kementerian Agama telah memberikan kontribusi secara positif, melalui pemberdayaan Lembaga-Lembaga Sosial Keagamaan, serta melakukan kerja sama dengan dinas-instansi terkait, termasuk mengembangkan kebijakan dalam bidang pengelolaan zakat, infak, shodakoh, wakaf, dana sosial keagamaan dan sebagainya. Ditandaskan pula, ke depan Kementerian Agama perlu lebih mempertajam substansi dan efektivitas tugas pokok, yang telah dilaksanakan selama ini.
Di samping semua kemajuan yang telah dicapai tersebut, masih banyak permasalahan yang perlu diatasi ke depan. Masalah-masalah tersebut antara lain:
a. Peningkatan kualitas kehidupan diarahkan untuk mengatasi problem:
1) Masih rendahnya pemahaman dan pengamalan keagamaan sebagian umat beragama;
2) Belum optimalnya pembinaan aliran keagamaan;
3) Kurangnya pemberdayaan lembaga sosial keagamaan;
4) Rendahnya mutu pembinaan keluarga;
5) Belum optimalnya pelayanan administrasi keagamaan;
6) Meningkatnya fenomena radikalisasi dan liberalisasi pemahaman keagamaan.
b. Meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan keagamaan dilakukan melalui berbagai langkah penting antara lain melalui:
1) Penerbitan kitab suci dan digitalisasi naskah;
2) Bantuan kegiatan keagamaan;
3) Peningkatan kualitas bimbingan dan konsultasi keagamaan;
4) Penyelenggaraan peringatan hari-hari besar keagamaan;
5) Penyelenggaraan berbagai lomba keagamaan, seperti MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an), Pesparawi, Utsawa Dharma Gita, dan Festival Seni Baca Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka;
6) Peningkatan pembinaan penyuluh dan juru penerang agama;
7) Bantuan kitab suci dan buku-buku keagamaan;
8) Penjelasan secara mendalam (tahqiq) buku-buku keagamaan;
9) Pentashihan Mushaf Al-Qur’an;
10) Pemanfaatan media massa cetak dan elektronik sebagai wahana pembinaan umat;
11) Pengembangan sistem informasi keagamaan;
12) Peningkatan pembinaan keluarga sejahtera,
13) Bantuan rehabilitasi dan pembangunan rumah ibadah (masjid, gereja, pura, dan vihara).
Peningkatan pengelolaan dana dan aset sosial keagamaan merupakan salah satu langkah strategis dalam usaha meningkatkan kesejahteraan umat dan mengurangi angka kemiskinan. Sumber-dumber ekonomi keagamaan tersebut sampai saat ini belum terkelola dengan baik. Untuk itu, pemerintah memandang perlu memberikan dukungan dan fasilitasi agar pengelolaan dana dan aset sosial keagamaan itu dapat berjalan optimal sehingga dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar.
Sejumlah potensi yang ditengarai dapat mendukung upaya peningkatan pengelolaan dana dan aset sosial keagamaan, antara lain:
a. Tingginya animo masyarakat dalam menjalankan ibadah sosial keagamaan dalam berbagai jenis dan bentuknya.
b. Tersedianya kerangka regulasi sebagai landasan yuridis bagi optimalisasi pengelolaan dana dan aset sosial keagamaan seperti UU Nonor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Administrasi Wakaf Uang.
c. Berkembangnya lembaga-lembaga pengelola dana dan aset sosial keagamaan. Melalui UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pemerintah telah membentuk Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai lembaga pengelola zakat. Eksistensi BAZ diharapkan dapat membangun kemitraan yang kokoh dengan LAZ, bahkan diharapkan menjadi lembaga pengelola zakat yang profesional dan kompeten, sehingga menjadi model bagi lembaga pengelola zakat lainnya. Demikian juga melalui UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pemerintah telah membentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan nasional. Keberadaan BWI ini diharapkan mampu membina pengelola wakaf (Nazhir) secara nasional sehingga menjadi pusat pengembangan ekonomi umat berbasis wakaf, dan menjadi lembaga yang mendorong tumbuhnya profesionalisme pengelolaan, pemberdayaan, dan pengembangan wakaf produktif.
d. Keempat, tingginya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana dan aset sosial keagamaan. Pemerintah dalam hal ini dapat berperan sebagai mitra strategis peningkatan mutu pengelolaan melalui pengembangan berbagai program pembinaan dan asistensi pelayanan.
Sejumlah permasalahan yang ditengarai dapat menghambat upaya peningkatan pemanfaatan dana dan aset sosial keagamaan, antara lain:
Optimalisasi potensi dan pendayagunaan dana sosial keagamaan, antara lain melalui: