Sega atau nasi liwet di Kota Solo dulu dijajakan berkeliling kampung oleh ibu-ibu sebagai sarapan pagi. Para penjual kebanyakan berasal dari Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Solo.
Ibu-ibu penjual nasi liwet saat itu menggunakan jarik atau kain dan kebaya. Mereka membawa dagangan dengan cara menggendongnya. Dalam gendongan itu, terdapat panci besar yang dipagari daun pisang mengelilingi panci. Di dalam panci berisi nasi liwet berikut kelengkapannya, yaitu daging ayam dan telur. Penjual nasi liwet juga menenteng panci berisi sambal goreng jipan atau labu siam.
Mbah Dasi yang berasal dari Desa Duwet, Baki, adalah tipikal penjual nasi liwet seperti itu. Dia dulu ider atau berjualan keliling. Namun, sejak tahun 1975, Mbah Dasi mangkal tetap di utara perempatan Ngapeman, Solo. Lokasinya saat ini berada persis di seberang Hotel Novotel dan Hotel Ibis di Jalan Gajah Mada.
Rasa nasi liwet Mbah Dasi masih ”orisinal” dan otentik khas sega liwet (m)Baki yang gurih. Penyajiannya pun masih menggunakan pincuk, tempat makan dari daun pisang. Pembeli bisa makan dengan sendok, tapi bisa menggunakan suru, alat menyuap nasi dari daun pisang. Sambil duduk bersila di tikar, atau dengan dingklik plastik kita bisa sarapan nasi liwet sambil mengobrol dengan Mbah Dasi yang ramah.
”Ini ayam kampung. Menawi mboten ayam kampung lengganane sami mlayu—kalau bukan ayam kampung, pelanggan pada lari,” kata Mbah Dasi dengan bahasa Jawa halus sambil menyuwir-nyuwir daging ayam yang dimasak dengan bumbu opor sehingga terasa gurih.
”Pakai telur satu atau separuh,” tanyanya sopan kepada pembeli—dalam bahasa Jawa halus pula.
Pembeli itu minta telur separuh. Mbah Dasi lalu membelah telur pindang menggunakan sehelai serat benang yang diikatkan pada pegangan panci blirik berwarna abu-abu. Ia tidak menggunakan pisau untuk memotong telur.
www.Kompas.comThe Bengawan Travel Mart (BTM) will be held in Surakarta on April 28 to 30. This first tourism fair will offer tourism for businessmen to promote their products directly to buyers. “Until the end of the registration day, we had 115 potential buyers and 85 vendors,” BTM deputy Dewojono told reporters last Saturday. The potential buyers come from China, Singapore, Australia as well as Jakarta, Bali, Lombok, Surabaya, and Manado.
Most of the vendors come from Surakarta, Yogyakarta and Semarang. Those coming from Surakarta must pay Rp 200.000 for a participation fee, while those from outside Surakarta pay Rp 300.000. “The future buyers don’t have to pay anything,” he said. Offers will be made using a table-top format, in which both parties are given five minutes to have a face-to-face negotiation.
References : www.tempointeractive.comBASIC THINKING
The existence of the world of dance at the current global era not only belong to certain ethnic, but it is part of the world community. Therefore the dance of life is also a shared responsibility, even for the people of Solo, the municipal government and the Indonesian Arts Institute (ISI) Surakarta.
Dance is an expression of national identity, source of creativity and is a heritage
to be preserved and developed so as not eroded by modernity. Awareness
of the strength of identity as the basic fundamentals will lead to the
exploration and expression of grain and the works that have a modern
interpretation and meaning.
DANCE
UNESCO program that dance can
serve to counteract the biases of all the discrimination that continues
to threaten the unity. Dance not only as exhibition material or
physical extremes, a dramatization of the situation, but a place to
celebrate the variety of differences among human beings. Besides that
“dance” is one of the last pillar is still the pride of the nation at
the regional, national or international level, therefore we must
maintain maximum.
ACTIVITY
1. Solo Dancing (All citizens of the Solo city, “Yang Muda Yang Menari”)
2. Establish the identity of “Dancing Day” by wearing the attributes of dance
3. 24-hour “Gelar Tari”
4. 24-hour Dancing
5. Dance Oration
TIME AND PLACE
World Dance
Day 2010 activities will be held on Thursday, April 29, 2010.
Activities conducted at Slamet Riyadi, 4 points.  Stage 1. Solo Square,
2. Office lobby PLN Surakarta, 3. Joglo Sriwedari and 4. in City Hall
Surakarta. Also at IndonesianArts Institute (ISI) Surakarta campus, Jl. Ki Hadjar Dewantara 19, Kentingan, Jebres. 
PARTICIPANTS
From Solo :
Batik I High School, SMK N 8, Sorya Sumirat, Sriwedari, Youth
Sriwedari, RRI, Sarwi Culture, Meta Culture, Padmo Susastran,
Independen Ekspresi, Studio Taksu, Department ofDance, Department of Puppetry, and Department of Ethnomusicology ISI Surakarta, MGMP Dance Junior and Senior High School , Barongsay, high schools in Solo, Kraton Kasunanan, Mangkunegaran. 
From outside of Solo :
Art Higher Education in Indonesia, ISI Yogyakarta, STSI Bandung, ISI
Bali, Surabaya STKW, Unesa Surabaya, UPI Bandung, ITB, Bandung,
Semarang Diponegoro University, Sultanate Palace, Pura Pakualaman,
Ponorogo, Tulungagung, Pacitan, East Java, Wonosobo, Bali, Banyumas ,
Tegal, Salatiga, Indonesia, Kalimantan, Jayapura.
Foreign Affairs :
Malaysia, Singapore.
Dance oration :
Eros Jarot and Sardono W Kusumo.
References : www.surakarta.go.id