Gerakan 30 September 1965

3 views
Skip to first unread message

A. Solikhin

unread,
Oct 2, 2013, 2:42:21 AM10/2/13
to m97itb, iamitb, itb97
Tulisan bagus dari senior ITB,

From: Saifuddien Sjaaf <saifuddi...@gmail.com>
Date: Mon, 30 Sep 2013 20:34:05 +0700
Subject: Re: [Senyum-ITB] Re: Gerakan 30 September 1965

  Rekan-rekan alumni ITB yang saya hormati, dan juga anggota milis senyum yang mungkin juga bukan alumni ITB.

Melihat peristiwa G-30-S PKI, dan epilognya, tidaklah bisa dinilai dengan melihatnya saja. Seperti yang saya baca, hanya 7 jenderal [persisnya dih 6 jenderal dan 1 pama] dibayar dengan jutaan nyawa.

Kita harus melihatnya lebih arif, setidaknya semenjak 18 September 1948, yang sering sudah dilupakan. Di Jabar, tidak seperti di Jatim dan Jabar, bukan karena Siliwangi lebih arif, karena memang situasinya berbeda.

Pada 1948, tentu yang palking kena dampaknya, adalah para tokoh ummat Islam dan para tokoh nasional di Madiun, yang dikenal sebagai pembantaian di Gorang-gareng [baru pertama mendengar? karena memang tidak banyak dimunculkan dalam wacana nasional, karena kuatnya pihak yang menutupinya].

Dan pada masa menjelang Oktober 1965, yang paling riuh adalah perseteruan antara golongan komunis dan agamis di Jawa Timur. Hampir setiap hari ada pawai, yang berujung bentrok.

Orang juga lupa dengan berbagai aksi sepihak [Tanjung Morawa, Bandar Betsi, Kanigoro] dll, yang dilakukan oleh orang-orang PKI dan pendukungnya. Yang sekarang ini, sepertinya terjadi juga, bila kita lihat bagaimana "rakyat" merebut tanah-tanah perkebunan negara dan lain-lain. Juga di Sumut, seperti dahulu. Tidak menuduh lho ya, tapi koq kejadiannya sama, bahkan dengan melawan polisi dan tentara juga.

Di Bandung, tentara yang pro-PKI justru bisa bersembunyi dengan baik di Kodam Siliwangi, dan baru terbuka kedoknya setelah tahun 1967an. 

Bagi yang ikut demonstrasi sejak awal Oktober 1965, tentu akrab dengan Kapten Oking yang naik kuda, dan Mayor Soenarto [?] dari KODIM, [semoga saya tidak salah ingat, nanti bisa dianggap perbuatan yang tidak menyenangkan] yang ternyata adalah pendukung PKI. Kita dahulu kalau demonstrasi, selalu dihalau dengan cerdik oleh keduanya.

Bagi yang tidak merasakan bagaimana ganasnya mereka menyerang yang bukan komunis, apalagi yang anti komunis, tentu tidak membayangkan apa yang akan mereka lakukan bila saja mereka menang. 

Subhanallah. Jika Allah tidak menghendaki, sekuat apapun mereka pasti tidak bisa menang. 

Bahkan ada yang bilang - dengan melihat bagaimana kekuatan PKI yang sudah menggurita di mana-mana menjelang Oktober 1965 - seandainya mereka sabar, entahlah apa yangterjadi dalam dua-tiga tahun kemudian. Tetapi Allah swt berkehendak lain.

Kalau tadi ada yang menyampaikan bahwa Habibie menyampaikan "Awas bahaya latent PKI", bagi saya itu adalah suatu peringatan yang tepat dan benar.

Apa yang kita saksikan di televisi saat ini, mirip sekali dengan suasana menjelang G-30-S dulu. Semoga saya tidak salah melihat. 

Semoga Allah swt tidak bosan-bosannya menyelamatkan bangsa Indonesia dari berbagai upaya untuk menghancurkan ummat-Nya, dari ancaman dan niat jahat orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya.

Salam
Saifuddien Sjaaf / TK-64


--
A. Solikhin
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages