Kalo di tempat saya sekarang cuma pakai Trello sama Gitlab aja. Task list sama UI mockup ditaruh di Trello.
Untuk dokumen lain (misalnya spec messaging, contoh report, dsb) masuk ke Git semua.
Kalo ada dokumen bisnis non teknis (invoice dkk) ditaruh di git juga tapi beda repo sama source code dan dokumen teknis.
-
Endy Muhardin
http://software.endy.muhardin.com/about
--
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "Manajemen Proyek IT" dari Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke it-project-indon...@googlegroups.com.
Untuk mengeposkan pesan ke grup ini, kirim email ke it-project...@googlegroups.com.
Kunjungi grup ini di https://groups.google.com/group/it-project-indonesia.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
On Feb 26, 2016 00:39, "Daud Mukadar" <daudm...@gmail.com> wrote:
>
> @mas endy
> saya pernah baca tulisan Ifnu, kayaknya modelnya mirip ya,
> kalo
> dokumentasi juga masuk di source control
Tulisan Ifnu itu kalo gak salah rangkuman jawaban orang2 di milis, salah satunya jawaban saya.
> Dulu sih belum kebayang,
> hanya pakai 1 repo untuk semuanya. Jadi gimana pengaturannya?dibedain
> folder antara src sama docs, gitu aja? lalu docs isinya bukan cuma
> user manual ya, dokumen2 perancangan juga masuk?
Makanya bilangnya jangan source control, tapi version control ;)
Ya folder dibagi sesuai kebutuhan aja. Bisa pakai saran Nasrul atau ya terserah aja. Yang penting konsisten antar project satu dan lainnya.
Yang dipisah itu repo buat dokumen manajemen project (penawaran, invoice, progress report, dsb) dengan file2 aplikasi yang dibikin (requirement, spec teknis, design docs kalo ada, source code, deployment script, migration script, dsb).
Kenapa dipisah ya karena audiencenya beda. Jangan sampai bagian akunting ngedit file XML, dan jangan sampai programmer ngedit invoice :D
>
> terus, kalo misalnya ada lebih dari 1 aplikasi per proyek handlenya
> gimana, apa masuk 1 repo juga? misalnya bikin aplikasi PPOB,
> kebutuhannya:
> * API sendiri buat bungkus request ke vendor, java
> * widget PPOB, HTML & JS
> * android front end
>
Pemisahan repo itu diliat lifecycle developmentnya. Apakah mereka rilis bareng atau sendiri2. Misalnya apakah rilis API *harus selalu* bareng sama android?
Atau android rilis sendiri (misal dia cuma fix tampilan trus rilis) dan API rilis sendiri (nambah fitur, tapi client versi lama masih bisa connect)
Lebih detail tentang rilis bisa dibaca di sini:
http://software.endy.muhardin.com/manajemen/release-management/
> soalnya, kadang programmer web, dikasih akses ke source code API masih
> mau setup sendiri, tapi beberapa programmer nggak mau (dan kayaknya
> juga nggak perlu), lebih efektif dari API-nya langsung dideploy di
> development server (mungkin pake git hook), jadi programmer lain
> tinggal konsumsi aja.
Ini terserah kebijakan aja. Yang jelas antara setup sendiri sama development server:
- konsisten cara deploynya (coba pelajari configuration management seperti puppet/chef/ansible)
- konsisten environmentnya. Jangan yang satu centos yang satu ubuntu. Kalo perlu otomasi pakai docker atau vagrant.
- jelas versi yang digunakan. Jangan yang satu pakai versi terbaru, yang lain pakai versi sebelumnya