Dear all.
Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar.
Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang
dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.
Agung
menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil
survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat
popular di Indonesia.
“Survei politik cenderung tidak objektif,
karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk
menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung,
saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.
Berdasarkan
SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per
100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak
dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
Dalam
hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan
pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
Salah satu pihak
yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan
(Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih,
terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka
kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah
yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.
Menurut
Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak.
Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu
melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang
berhasil.
Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah
daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja,
lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB
(Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini
menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut
Agung.
Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut
jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Para
petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan
balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.