Serba Serbi - Is my Debt, Bad Debt or Good Debt

51 views
Skip to first unread message

vicky andreyono

unread,
Mar 7, 2013, 12:57:37 AM3/7/13
to indyna...@googlegroups.com

Anda pernah berhutang? 

Buat apa? 

Bisa lunas tepat waktu? 

Pertanyaan pertama saya yakin hampir semua menjawabnya pernah. Bagaimana dengan Anda? Untuk pertanyaaan kedua jawabannya mungkin lebih bervariasi. Ada yang buat renovasi rumah, DP kendaraan, atau hanya beli gadget. Kalau yang ketiga, di awal sebelum meminjam, sebagian kita pasti menjawabnya bisa. 

Selama ini beberapa literatur membagi hutang menjadi 2 jenis, yaitu bad debt dan good debt. Pasti Anda pernah mendengarnya. Yang pertama lebih sering kita kenal menjadi hutang konsumtif, hutang yang dipakai untuk keperluan yang sifatnya konsumtif. Kali ini kita akan lebih fokus pada jenis hutang konsumtif.

Hutang konsumtif sebaiknya dihindari karena bisa menggerus kekayaan yang Anda punya. Kedengarannya ekstrim, tapi secara langsung maupun tidak hal ini berakibat kurang baik. Untuk membeli barang-barang yang sifatnya konsumtif misalnya untuk kesenangan saja, sebaiknya Anda membayar tidak dengan cara berhutang. Kalaupun menggunakan kartu kredit tidak disarankan dengan membayar minimum payment, wajib LUNAS sebelum jatuh tempo.

Sekarang mari Anda cek hutang yang dimiliki sekarang adalah hutang konsumtif atau bukan.

Ciri yang pertama, kalau hutang itu kita gunakan untuk membeli barang yang bernilai turun. Gadget tipe terbaru yang Anda miliki tidak menunggu waktu lama akan turun nilainya. Karena pasti akan ada lagi tipe yang lebih baru. Baju dan sepatu, khususnya para wanita, adalah juga barang yang nilainya akan turun dan mode itu lebih cepat berputarnya daripada gadget. 

Ciri kedua, bunga yang cenderung lebih tinggi. Anda tahu tidak bahwa bunga hutang yang paling tinggi kedua setelah bunga rentenir adalah bunga kartu kredit. Mau SBI turun juga, bunga kartu kredit tidak akan pernah turun! Bunga belanja kartu kredit rata-rata sekarang 3%-4% per bulan. Kalau disetahunkan menjadi 36%-48%. Nah, coba bandingkan dengan bunga tabungan yang hanya 2-3% dan deposito sekarang yang hanya 6% per tahun, selisihnya sangat amat jauh.

Pengalaman saya berteman dengan orang yang tidak menyadari hal ini sungguh amat menyedihkan. Punya uang simpanan di deposito yang sebenarnya nilainya cukup untuk melunasi sisa hutang kartu kredit, namun dia tidak melakukannya. Malah akhirnya hutang kartu kreditnya melebihi simpanan deposito.

Ciri selanjutnya, hutang konsumtif tidak memerlukan jaminan (kolateral). Iya, untuk bisa dapat hutang ini kita hanya perlu isi formulir yang sudah standard dan menunggu verifikasi, selesai, dapatlah uang dari berhutang itu, tanpa perlu menjaminkan apa-apa. Bentuknya bisa melalui kartu kredit atau pinjaman tanpa agunan. Tapi jangan terkecoh dengan gampangnya proses mendapatkannya. Seorang expert pernah mengatakan bahwa jika Anda meminjam pinjaman tanpa agunan, itu artinya Anda menjaminkan diri sendiri. Pernah terbayangkan tidak, kalau Anda (maaf) meninggal dan masih punya utang kartu kredit, jangan pernah berharap bank akan memutihkan hutang tersebut. Ahli waris kita harus menanggungnya :(

Saya punya pengalaman sewaktu bekerja di bank, seorang pemegang kartu kredit meninggal dunia. Yang bersangkutan masih memiliki cicilan di kartu kreditnya berupa cicilan tetap pembelian barang elektronik. Ahli waris datang bermaksud ingin mengurus dan menyelesaikannya. Namun setelah dikonfirmasi dengan pihak yang berwenang di bank, ahli waris harus menanggung sisa cicilannya, dan apabila ingin melunasi (tidak menyicil lagi), akan dikenakan biaya pelunasan sebelum jatuh tempo. 

Oke lanjuut, ciri terakhir adalah aset yang dibeli dengan berhutang jenis ini tidak dapat menghasilkan penghasilan yang sama atau lebih tinggi dari biaya cicilan utang (pokok + bunga). Kalau misalnya kita beli rumah untuk kita sewakan, dan uang sewanya ≥ cicilan KPR kita, maka ini bukan termasuk hutang konsumtif, melainkan hutang produktif. Sama halnya dengan mobil. Apabila mobil yang kita beli digunakan untuk operational bisnis, dan pendapatan dari bisnis tersebut memberikan kontribusi yang lebih besar dari cicilan kredit mobil itu maka hutang ini juga termasuk hutang produktif.

Nah, setelah penjelasan singkat tadi, mudah-mudahan Anda jadi lebih paham mengenai hutang konsumtif dan lebih berhati-hati dalam menentukan pilihan untuk berhutang :)

 

Nina Nola Banurea, RPP – Para Planner
AFC Financial Check Up
Jl. Senopati No. 74 2nd Floor, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12110, Jakarta, Indonesia
Telp/Fax : +6221 725 0851/ +6221 725 0640
Website: http://www.afcindonesia.com

 

Disclaimer:

Segala opini, kesimpulan dan informasi lain yang terdapat di dalam tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan belum tentu mewakili pendapat atau pandangan NgaturDuit.com

 

Isi dari tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai saran untuk membeli atau menjual produk keuangan mana pun. Semua transaksi yang dilakukan merupakan tanggung jawab masing-masing.

 

 

Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages