[ikawangi-dewata] berita pawai telur di jakarta post, SCTV dan cybertokoh

5 views
Skip to first unread message

Lulut Joni Prasojo

unread,
Apr 27, 2010, 8:12:42 AM4/27/10
to Ikawangi Dewata
Sekilas info, iseng-iseng browsing di internet tentang ikawangi

Berita di jakarta post, hari senen 29 Maret 2010

link berita: http://www.thejakartapost.com/news/2010/03/29/migrants-celebrate-prophet%E2%80%99s-birthday-style.html

Migrants celebrate Prophet’s birthday in style

The Jakarta Post, Denpasar | Mon, 03/29/2010 10:29 AM |
A | A | A |

A group of migrants from Banyuwangi in East Java have found a unique and colorful way to maintain solidarity and mark their presence in Bali.

They held a parade of ornamented eggs on carts they usually use to collect discarded goods.

Accompanied by the sounds of hadrah kuntulan, traditional Banyuwangi music, hundreds of participants pulled 24 carts loaded with adorned eggs.

Most earn a living by working as scavengers and garbage collectors.

On that Saturday, however, all of them donned their best attires.

The eggs were wrapped up in plastic and attached to palm leaf ribs.

The ribs were then connected to banana tree trunks and put inside the carts, which were decorated with colorful papers.

Pick-up vehicles, usually used to collect discarded goods bought from the scavengers, also enlivened the parade.

The parade started at 3 p.m, from Jl. Pulau Yoni in South Denpasar, passing through Jl. Pulau Bungin and Jl. Pulau Saelus, heading to Jl. Raya Sesetan and ended at Pegok Sesetan field.

The event, organized by Ikawangi Dewata — union of Banyu-wangi people living in Bali, was held in observance to the Maulid Nabi — the birthday of Prophet Muhammad, the day considered as a special moment for Banyuwangi people.

Leading the parade was a dragon-like ornament made out of gypsum, followed by the carts and pick-up cars.

The dragon is a special Banyuwangi symbol.

The event’s commitee member Lulut Joni Prasojo, said that the group always performed the tradition for Maulid Nabi, but not with as much fanfare as this year.

“This has been a long-held tradition, but this is the first time that we have held the event on so large a scale,” he said adding that they had used around 6,000 eggs for the event.

“We use eggs as a symbol of prosperity.”

******

Berita di SCTV (liputan6.com)

Pawai Telur di Gerobak Sampah

Aries Witjaksono
29/03/2010 09:46
Liputan6.com, Denpasar : Anggapan masyarakat yang jorok dan enggan menjaga kebersihan tentu kurang tentunya tidak enak didengar. Hal itulah yang dirasakan masyarakat banyuwangi yang tinggal di perantauan Bali. Untuk menepis tudingan itu , kemarin paguyuban Warga Banyuwangi di Bali menggelar pawau telur di atas gerobak sampah, mengelilingi Kota Denpasar. Kegiatan ini juga sekaligus merayakan Maulid Nabi yang sebenarnya jatuh sebulan lalu.

Mereka menggelar acara maulid nabi dengan cara unik, yaitu mengarak telur hias diatas gerobak sampah. Mengingat sebagian warga Banyuwangi di Denpasar bekerja sebagai pemulung/ sekaligus mereka ingin menunjukan bahwa mereka datang ke Bali bukan untuk membuat kotor, namun justru untuk menjaga kebersihan. Arak-arakan gerobak sampah ini melibatkan 24 gerobak sampahyang digunakan oleh para pemulung untuk mengais rezeki

Pawai telur hias melewati sejumlah ruas jalan-jalan utama di Kota Denpasar. Sedikitnya 1500 butir telur diarak oleh warga banyuwangi. Usai pawai telur-telur tersebut dibagikan kepada warga Kota Denpasar sebagai tanda kerukunan umat beragama. (ARI)


*****

berita di cybertokoh.com
http://www.cybertokoh.com/index.php?option=com_content&task=view&id=659&Itemid=104

Kuntulan Kontemporer Kolaborasi Alat Musik Tradisional dan Modern PDF Cetak
Selasa, 06 April 2010
ImageKESENIAN Kuntulan khas daerah Temuguruh, Banyuwangi, menyemarakkan acara pengukuhan berdirinya Ikawangi Dewata. Kesenian ini dibawakan warga Temuguruh yang berdomisili di Bali. Kuntulan tersebut telah dimodifaksi. ”Kami menyebutnya Hadrah kontemporer atau Kuntulan kontemporer,” ujar H. Sukamto, salah seorang penggelut seni Kuntulan kontemporer di Bali. Kesenian yang berasal dari Arab tersebut dikolaborasikan dengan beragam alat musik tradisional dan modern tanpa meninggalkan ciri khas Arab seperti rebana. Lagu yang dibawakan juga berbahasa Arab. ”Karena acara yang digelar juga dalam rangka Maulud Nabi Muhamad SAW, kami membawakan lagu Shalawat Nabi,” tambah pria kelahiran Banyuwangi, 17 Juli 1965, ini. Kendang, bonang, gong, bambu, seruling, biola, jedor, rebana merupakan jenis alat musik yang dipakai dalam pertunjukan Kuntul kontemporer. Alat musik yang beragam otomatis memerlukan pemain yang tak sedikit. Anggota grup seni Kuntul kontemporer yang dipimpin H. Sukamto berjumlah 16 orang. ”Sebagian memainkan alat musik, sebagian berolah vokal,” katanya.
Grup ini tak hanya memfokuskan diri ke bidang seni, tiap seminggu sekali, mereka menyempatkan diri berkumpul dan mengadakan pengajian rutin dari rumah ke rumah.
Tahun 2007, kisah Sukamto, Kanwil Agama Provinsi Bali menggelar lomba Hadrah kontemporer. Sebagai warga asl Temuguruh yang memiliki seni Kuntulan atau Hadrah, Sukamto yang kebetulan memiliki beberapa teman warga Temuguruh, ingin ikut dalam lomba tersebut. Dengan dana patungan, mereka membeli alat-alat. Satu bulan berlatih menjadikan mereka terampil dalam memainkan alat musik maupun memadukannya dengan nyanyian. Rasa percaya diri mereka untuk tampil dalam lomba kian meningkat. ”Kebetulan salah seorang anggota kami piawai dalam kesenian Kuntulan. Jadi, kami tak perlu repot mencari pelatih,” katanya. Lomba yang pertama kali mereka ikuti tersebut tak hanya menjadi cikal bakal lahirnya grup kesenian ini terbentuk. Juga, mengantarkan mereka merebut juara I lomba Hadrah kontemporer tersebut.

Kini, grup ini sering tampil di beberapa acara seperti pernikahan, khitanan, maupun menjadi salah satu pengisi acara saat ada peringatan hari raya besar Islam. –lik



-- 
Regards,



Lulut Joni Prasojo
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages