You do not have permission to delete messages in this group
Copy link
Report message
Show original message
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to Ikawangi Dewata
Cari Jodoh di Paradise
Reni Maharani menyentak dengan lagu ”Bokong Semok”, diiringi
enam rebana yang ditabuh rancak serta kendang panjang gamelan
Banyuwangi. Itulah kemeriahan ”paradise”, yang menjadi bagian
dari tradisi cari jodoh ”gredoan” di Banyuwangi.
Aran bokong nongko sigar
Aran alis nanggal sepisan
Kulit kuning lare, kuning langsat
Gawe hanyawang ngeleg idu, goro karasan
Bokong semok bokonge sopo
Eman-eman moto sing nggo ndeleng....
Lirik lagu berbahasa using tersebut mendeskripsikan sosok fisik
perempuan yang membuat mata orang terpesona. Lagu yang
dinyanyikan penyanyi Banyuwangi, Catur Arum, itu kemudian
dipopulerkan penyanyi cantik kelahiran Benculuk, Banyuwangi,
Reni Farida.
Lagu itu seolah aba-aba komando agar massa bergerak mendekati
panggung Campursari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab
Banyuwangi yang dipasang di pertigaan jalan poros Dusun
Banyuputih, Desa Macanputih, Kecamatan Kabat, Kabupaten
Banyuwangi, Jatim, Senin (14/2) lalu.
Bagi masyarakat Banyuwangi, lagu yang diciptakan Surapin,
seorang pegawai PT Kereta Api Banyuwangi, ini memang memiliki
daya tarik tersendiri, di samping lagu seperti ”Mancing Teri
Olehe Wiji Nongko”, ”Nasibe Kembang”, ”Ojo Gede Rumongso”.
Tetapi, setiap pergelaran musik belum tuntas kalau belum
dialunkan lagu ”Bokong Semok”.
Massa pun bergerak merapat ke panggung berukuran 6 x 8 meter
tersebut, tak peduli gerimis turun. Apalagi ada penari latar
yang berlanggak-lenggok di panggung. Suitan dan celoteh penonton
bertingkahan dengan entakan gendang ketika sang penyanyi
bergoyang.
Tatkala lagu ”Bokong Semok” sayup-sayup hilang, berganti suara
aba-aba dimulainya pawai obor. Sebuah balon plastik raksasa
diterbangkan ke angkasa dengan uap panas bola obor. Wawan dan 15
pemuda yang tergabung dalam ”Pasukan Obor” mengawali pawai
dengan permainan obor bambu mereka, membelah kerumunan warga di
jalan beraspal dusun yang telah menjadi pasar malam aneka
jajanan, mulai dari kacang rebus, rujak, arum manis, hingga
bakso.
Pasukan Obor disusul sekelompok pemuda yang memainkan parodi
tinju di atas ring yang dipikul warga. Di belakang menyusul
gunungan, sekelompok pria memainkan rebana terbangan, atraksi
anak-anak belia bersepak bola dengan sabut kelapa kering
terbakar, boneka burung raksasa, reog, boneka kuda bersayap
berbadan perempuan yang ditarik oleh traktor sawah. Ratusan
warga bermotor mengekori pawai yang lebih meriah dibandingkan
karnaval agustusan.
Pawai obor itu merupakan bagian dari tradisi muludan, yaitu
tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW tanggal 12
Rabiul Awal atau Maulud. Sekaligus pertanda waktu gredoan
dimulai. Obor sebagai simbol penerangan. Menurut Jamsari, tokoh
masyarakat Banyuputih, simbol itu merupakan yuhriju
minad-dzulumati ila-nur (mengeluarkan umat manusia dari
kegelapan kepada alam terang).
Dalam perkembangannya tidak hanya pasukan obor yang keliling,
tetapi juga pelbagai hasil kreativitas seni masyarakat setempat
seperti tinju-tinjuan. Bahkan, untuk merangsang agar warga ikut
serta, pawai itu dijadikan lomba antar-RT.
”Keong Racun”
Selepas pawai obor, panggung pun bubar, digantikan panggung
musik dangdut yang oleh masyarakat setempat akrab disebut
”paradise”. Penjulukan itu merujuk nama grup musik orkes Melayu
Paradise dari Rogojampi, Banyuwangi, yang populer pada dekade
1980-an. Dengan demikian, setiap panggung musik dangdut, siapa
pun grup yang tampil, tetap disebut paradise. Panggung itu
didirikan di bagian utara dusun, dekat dengan rumah Kepala Desa
Banyuputih Muhamamd Farid.
Lima penyanyi tampil di panggung grup dangdut Lorena, membakar
dinginnya malam. Para pemuda berjingkrak di depan panggung.
Suasana benar-benar heboh ketika lagu ”Keong Racun” membahana.
Sekitar 50 meter dari panggung, dua gadis duduk di jok motor
yang diparkir di tengah kerumunan penonton. Lima ”keong racun”
memaksa berkenalan dengan gadis berkaus putih yang duduk di jok
belakang motor. Entah apa percakapan yang tertelan suara
panggung itu, namun si gadis berkaus putih berulang kali
membuang wajah. Satu dari kelima ”keong racun” itu menyerah.
”Uwis, bocahe wis tunangan karo wong Banyuwangi, ayo nonton
wae.” (Sudahlah, anaknya mengaku sudah bertunangan dengan orang
Banyuwangi, ayo kita menonton saja).
Semakin malam, acara ”gredoan modern” melebar sampai ke
gang-gang kampung. Pasangan muda-mudi bercengkerama di bawah
pohon perdu yang remang-remang. Ada yang duduk di jok sepeda
motor.
Sekitar pukul 23.00, Istianah dan suaminya sedang duduk di
mushala di depan rumah ketika mendengar kabar penonton
berkelahi. Suaminya, Mustapin (50), geleng-geleng kepala. ”Anak
muda sekarang disetir alkohol. Zamanmemang sudah berubah,”
keluhnya.
Layin dan Ida, gadis belia desa itu, yang menonton dangdut pun
memilih pulang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, tidak ada
seorang pemuda pun mendapatkan nomor telepon Ida. ”Malas ah,
tidak ada yang cocok,” kata Ida tertawa. Panggung paradise
berhenti tepat tengah malam.
Panggung paradise itu merupakan bantuan sponsor, sebuah
perusahaan obat nasional. Sponsor itu diberikan dalam konteks
gredoan, bukan muludan, walau gredoan itu asal mulanya bagian
integral dari muludan. Tahun ini masyarakat tidak dibebani oleh
pihak sponsor. Berbeda dengan tahun lalu di mana masyarakat
harus membeli obat perusahaan itu senilai Rp 20 juta, sakit atau
tidak sakit.
Sejak empat tahun lalu panitia gredoan rajin menggaet sponsor.
Mulai dari media radio hingga pemerintah daerah. Bahkan tahun
lalu bisa merangkul calon bupati dan calon wakil bupati yang
hendak ikut Pilkada Banyuwangi.
”Awalnya biaya yang harus ditanggung seluruh warga sekitar Rp 31
juta. Karena ada sponsor, pengeluaran kami berkurang menjadi Rp
21 juta,” kata Heri Sucipto, bendahara perkumpulan pemuda di
Macanputih.
Tradisi gredoan telah terimbas perubahan zaman, termasuk
hadirnya teknologi dan kepentingan ekonomi. Perjodohan pun
terintervensi oleh kepentingan di luar urusan jodoh.
(ROW/ANO/NIT)