Jadilah Wartawan yang Benar

0 views
Skip to first unread message

win

unread,
Jun 14, 2010, 11:59:22 PM6/14/10
to Humas Kopertis IX Sulawesi
Harian Ujungpandang Ekspres
http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=48458
Sabtu, 05-06-2010


Jadilah Wartawan yang Benar

Oleh: Asnawin
(Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel)

Jumlah media massa cetak dan elektronik, serta media online, apalagi
kalau dihitung dengan wartawannya dewasa ini mungkin sudah sulit
dihitung. Mantan Ketua PWI Pusat, Tarman Azzam pernah mengatakan bahwa
jumlah media massa dan jumlah wartawan di Indonesia dewasa ini ''hanya
Tuhan yang tahu.''

Perkembangan media massa yang mengikuti kemajuan teknologi informasi
dan teknologi komunikasi, juga melaju dengan cepat. Begitu cepatnya,
sampai-sampai aturan atau regulasi yang ada pun seolah-olah sudah
ketinggalan.

Kode Etik Jurnalistik yang disepakati bersama puluhan organisasi pers
pada tahun 2006, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,
pun tampaknya tidak lagi mampu menampung kebutuhan dan perkembangan
yang ada.

Merasa perlu mewadahi dan merangkul media dan ''wartawan model
baru'' (jurnalisme warga dan pengelola website / blog di internet),
Dewan Pers kemudian memutuskan akan membuat Kode Etik Jurnalistik
baru.

Bukan untuk menggantikan kode etik jurnalistik yang sudah disepakati
bersama puluhan organisasi pers pada tahun 2006, melainkan guna
merangkul atau membuat aturan tersendiri bagi masyarakat yang ingin
terlibat atau dilibatkan oleh media massa dalam kegiatan jurnalistik.

''Dewan Pers akan membuat kode etik jurnalistik tersendiri bagi
wartawan media online dan mengatur tentang jurnalisme warga (citizen
journalism),'' kata Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, pada
pembukaan Pelatihan Dasar Kewartawanan yang diikuti 75 peserta, di
Ruang Diklat PWI Sulsel, Jl. AP Pettarani, Makassar, 3 Juni 2010.

Perkembangan dunia jurnalistik dewasa ini melaju cukup kencang. Media
online berlari cepat, sehingga banyak pakar yang memprediksi media
cetak dan media elektronik (radio dan televisi) akan tertinggal.
Prediksi itu tampaknya sudah mulai terlihat kebenarannya. Buktinya,
sudah banyak media cetak yang mati alias tidak terbit lagi selamanya
atau ''hidup segan mati tak mau.''

''Dengan perkembangan tersebut, kedudukan kita (media cetak dan media
elektronik) sekarang ada dimana? Inilah kenyataan yang ada sekarang
dan inilah tantangan bagi kita semua,'' kata Zulkifli.

Media cetak yang mampu bertahan dan tetap eksis di era teknologi
komunikasi dan era informasi dewasa ini hanyalah yang mampu melakukan
berbagai penyesuaian, antara lain dengan melibatkan masyarakat dalam
membuat berita. Pelibatan masyarakat itulah yang disebut ''jurnalisme
warga'' atau citizen journalism.

Media cetak juga mau tidak mau harus tampil dalam dua versi, yakni
versi cetak dan versi online. Bahkan ada beberapa media cetak besar
yang mengembangkan sayapnya dengan membuka radio siaran dan televisi.

Media massa mampu menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan
yang ada hanyalah media massa yang perusahaannya sehat. Berdasarkan
pemikiran itulah, Dewan Pers kemudian mengajak sejumlah pengusaha
nasional untuk bersama-sama bertekad melakukan penyehatan perusahaan
pers.

''Pada peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2010 di Palembang,
Dewan Pers berhasil mengajak 18 pengusaha besar nasional
menandatangani Piagam Palembang, tentang penyehatan perusahaan pers,''
ungkap Zulkifli.

Piagam Palembang berisi empat hal, yaitu pertama, semua media akan
melaksanakan Kode Etik Jurnalistik, kedua, semua media harus tunduk
kepada standar pendirian / perusahaan pers, ketiga, standar
perlindungan wartawan, serta keempat, standar kompetensi wartawan.

Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh, mengakui bahwa beberapa tahun
terakhir banyak media cetak yang terbit musiman atau terbit karena ada
yang mendanai untuk kepentingan sesaat, misalnya untuk kepentingan
Pemilu atau Pilkada.

Selain itu, ada media cetak yang tidak menyiapkan gaji bagi
wartawannya, bahkan sebaliknya wartawanlah yang diperintahkan mencari
uang lalu menyetornya kepada pemilik koran.

''Ini 'kan tidak benar, tetapi itu dulu. Mudah-mudahan sekarang tidak
ada lagi,'' kata Zulkifli.

Khusus kepada wartawan, Ketua PWI Sulsel menyarankan agar terus
menerus meningkatkan kualitasnya dengan banyak membaca, berdiskusi,
serta mengikuti pelatihan jurnalistik. Ke depan, katanya, wartawan
yang direkrut menjadi anggota PWI harus berijazah minimal Diploma Tiga
(D3).

''Jadilah wartawan yang baik dan benar, tunduk kepada Kode Etik
Jurnalistik. PWI memerlukan kader-kader wartawan muda yang cerdas dan
kuat mentalnya,'' kata Zulkifli.
Kapak dan Perempuan

Penulis yang dipercaya sebagai ketua panitia pada pelatihan dasar
kewartawanan tersebut, juga memberikan motivasi agar rekan-rekan
wartawan tidak pernah berhenti belajar, sehingga tidak ketinggalan
informasi dan tidak terlindas oleh perubahan yang begitu cepat.

''Saya juga berharap rekan-rekan wartawan tidak mudah tergoda dengan
berbagai macam iming-iming dan rayuan dalam melaksanakan tugas
jurnalistik,'' kata penulis.
Penulis kemudian menceritakan sebuah anekdot tentang seorang petani
yang tinggal di pinggiran hutan dan kerjanya antara lain mencari kayu
di hutan dan kemudian menjualnya ke kota.

''Suatu hari, kampak yang menjadi andalan si petani penjual kayu jatuh
ke sungai dan celakanya dia tidak bisa berenang. Si petani kemudian
meminta bantuan dewa untuk mengambilkan kampaknya,'' ujar penulis
memulai cerita.

Dewa kemudian datang membantu dan masuk ke dasar ke sungai. Tak lama
kemudian, dewa muncul dan membawa kampak emas, lalu bertanya kepada si
petani apakah kampak emas tersebut adalah miliknya.

''Kalau teman-teman wartawan berada pada posisi seperti si petani,
apakah anda akan mengakui bahwa kampak emas tersebut adalah milik
anda?,'' tanya penulis kepada peserta pelatihan.

Sebagian peserta mengatakan tidak, tetapi ada juga mengatakan iya
sambil tersenyum. Penulis kemudian melanjutkan cerita bahwa si petani
secara spontan mengatakan kampak tersebut bukan miliknya.

Dewa kemudian turun kembali ke dasar sungai dan muncul ke permukaan
dengan membawa kampak perak, tetapi lagi-lagi si petani mengatakan
kampak tersebut bukan miliknya.
Dewa sangat kagum atas kejujuran si petani. Tak lama kemudian ia turun
ke dasar sungai dan muncul dengan membawa kampak tua milik si petani.
Barulah si petani gembira dan mengatakan kampak tua tersebut adalah
miliknya.

Sebagai wujud kekagumannya kepada si petani, dewa kemudian turun
kembali ke dasar sungai lalu muncul ke permukaan dengan membawa dan
menyerahkan kampak emas dan kampak perak sekaligus kepada si petani.

''Suatu hari, si petani bersama isterinya berjalan bersama di tepi
sungai. Tanpa sengaja kaki isteri si petani terkilir dan terjatuh ke
sungai. Si petani ingin membantu, tetapi ia tidak bisa berenang,''
kata penulis.

Si petani kemudian kembali memohon bantuan kepada dewa. Tak lama
datanglah dewa membantu dan langsung turun ke dasar sungai.

''Dewa muncul ke permukaan dengan membopong perempuan muda dan cantik.
Kemudian dewa bertanya kepada si petani, apakah perempuan tersebut
adalah isterinya. Kalau anda berada pada posisi si petani, apakah anda
akan jujur mengakui bahwa perempuan itu bukan isteri anda atau
langsung mengatakan iya, itu isteri saya?'' pancing penulis kepada
peserta pelatihan.

Semua wartawan tertawa. Ada yang menjawab tidak, tetapi ada juga yang
mengatakan iya. Suasana langsung gaduh.

Penulis kemudian melanjutkan bahwa di luar dugaan si petani mengatakan
kepada dewa bahwa benar perempuan muda dan cantik itu adalah isterinya
yang terjatuh beberapa saat lalu.

''Dewa kemudian mengatakan kepada si petani, kamu ternyata sudah mulai
tidak jujur. Si petani membela diri dengan mengatakan bahwa dirinya
terpaksa mengakui bahwa perempuan muda dan cantik tersebut adalah
isterinya, karena khawatir dewa akan memberikan tiga perempuan
sekaligus. Pertanyaan saya, apakah si petani benar-benar jujur atau
tidak jujur dengan jawabannya itu?'' tanya penulis kepada peserta
pelatihan dasar kewartawanan.

Suasana kembali ramai oleh tawa dan jawaban bervariasi dari para
peserta pelatihan. Masih dalam suasana ramai, penulis kemudian menutup
pertemuan karena sudah memasuki jadwal Ishoma.
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages