Artikel : ''Humas, UU KIP, dan Bahasa''

0 views
Skip to first unread message

win

unread,
Jul 7, 2010, 1:28:18 AM7/7/10
to Humas Kopertis IX Sulawesi
Humas, UU KIP, dan Bahasa

Oleh: Asnawin
(Humas Kopertis Wilayah IX Sulawesi)

Humas menyiapkan ‘’mental’’ institusi untuk memahami kepentingan
publik, serta mengevaluasi perilaku publik dan institusi untuk
direkomendasikan kepada pimpinan. Kata lainnya, humas menyiapkan
prakondisi untuk mencapai saling pengertian, saling percaya, dan
saling bantu terhadap tujuan-tujuan publik institusi yang diwakilinya.

Humas itu sebenarnya tergolong makhluk aneh. Bentuknya dapat berubah-
ubah, tergantung bagaimana sebuah instansi memosisikannya. Ada humas
struktural (divisi, bagian, atau sub bagian), ada pula humas
fungsional (tidak ada dalam struktur). Tugas, fungsi, dan peranannya
sama, tetapi perlakuan kepada mereka kadang-kadang berbeda.

Banyak sekali fungsi humas, tetapi ada dua fungsi pokoknya, yaitu
fungsi konstruktif (perata jalan) dan fungsi korektif (pemadam
kebakaran). Sebagai ‘’perata jalan’’, humas merupakan garda terdepan.
Di belakangnya, ada ‘’rombongan’’ tujuan-tujuan institusi atau
lembaga.

Fungsi konstruktif mendorong humas membuat aktivitas atau kegiatan
terencana dan berkesinambungan. Dengan kata lain, humas bertindak
preventif (mencegah).

Kalau ‘’api’’ sudah terlanjur menjalar dan ‘’membakar’’ institusi,
maka humas harus memadamkan api tersebut. Maksudnya, jika terjadi
krisis atau masalah dengan publik, maka humas harus proaktif
mengatasinya (kuratif).

Sering terjadi, humas dipanggil dan dibutuhkan kehadirannya pada saat
ada masalah atau krisis, tetapi dalam kondisi ‘’aman-aman saja’’,
humas seolah-olah tidak dibutuhkan. Tidak ada bedanya dengan petugas
pemadam kebakaran. Humas juga kerap disalahkan jika terjadi masalah
atau krisis yang berkaitan dengan publik.

Menghadapi penerapan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU
KIP) sejak 1 Mei 2010, humas pemerintahan dan humas lembaga-lembaga
publik lainnya, pasti dituntut menjalankan kedua fungsi tersebut.

Humas pasti diharapkan ‘’meratakan jalan’’ dan menghindarkan
terjadinya ‘’kebakaran’’. Artinya, humas harus melakukan sosialisasi
kepada masyarakat atau publik sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
segala tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada institusi, serta
menyiapkan segala informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Pasal 13 UU KIP menekankan bahwa untuk mewujudkan pelayanan cepat,
tepat, dan sederhana, maka setiap Badan Publik harus menunjuk Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi, yang dibantu oleh pejabat
fungsional.

Pejabat fungsional inilah yang biasa disebut humas. Pada sebagian
besar instansi, apalagi instansi yang dibawahi oleh Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, seperti Dinas atau Badan, humas
bukan jabatan struktural, melainkan hanya fungsional. Artinya, hanya
difungsikan sebagai humas, tetapi tidak ada dalam struktur instansi
atau kepegawaian.

Inilah kendala umum yang dialami para humas. Di satu sisi, mereka
diberi tugas dan tanggung-jawab yang cukup besar, mulai dari
menyediakan informasi publik, memberikan informasi kepada masyarakat
luas tentang kegiatan instansi, hingga menciptakan citra positif
instansi dan ”menangkis” berbagai ”serangan” informasi yang dapat
merusak citra instansi.

Di sisi lain, humas tidak diberi kewenangan yang proporsional dan
seringkali tidak dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam menjalankan
tugas dan fungsinya.

Sekadar mengingatkan, humas atau hubungan masyarakat diadopsi dari
bahasa Inggris, yakni public relations. Public relations (PR) adalah
praktek mengelola komunikasi antara organisasi dengan publik atau
masyarakatnya.

Dari pengertian tersebut, maka humas dapat diartikan sebagai seni
berkomunikasi atau seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik,
sehingga dapat memperdalam kepercayaan masyarakat terhadap organisasi.

Dengan demikian, orang yang ditempatkan atau menempati posisi sebagai
humas dalam sebuah instansi pemerintahan atau badan publik, harus
memiliki jiwa seni dalam melaksanakan tugasnya. Tanpa jiwa seni itu,
maka pejabat atau staf humas dapat mengalami stres dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, apalagi jika posisi humas hanya fungsional dengan
tanggung jawab besar tanpa diimbangi fasilitas dan dana yang memadai.

UU KIP

Tidak perlu ada yang dikhawatirkan oleh para humas dengan terbit dan
berlakunya UU KIP, apalagi jika para humas sudah menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik. Humas tidak perlu menghafal mati seluruh 13 bab
dan 64 pasal dalam UU KIP, karena hanya sebagian yang berkait langsung
dengan tugas dan fungsi humas.

Pasal-pasal yang perlu dibaca, didiskusikan, dan dipahami oleh para
humas dalam undang-undang tersebut, antara lain pasal 7 ayat (4),
tentang kewajiban membuat pertimbangan secara tertulis setiap
kebijakan yang diambil untuk memenuhi hak setiap orang atas Informasi
Publik. Informasi publik dimaksud tentu saja yang benar adanya dan
tidak menyesatkan.

Humas juga perlu membaca dan memahami BAB IV tentang informasi yang
wajib disediakan dan diumumkan, yakni informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala, informasi yang wajib diumumkan secara
serta-merta, serta informasi yang wajib tersedia setiap saat.

Setiap tahun, humas juga wajib mengumumkan layanan informasi yang
meliputi jumlah permintaan informasi yang diterima, waktu yang
diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi,
jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi, dan atau alasan
penolakan permintaan informasi (pasal 12).

Humas dapat menolak memberikan informasi yang dikecualikan, karena hal
tersebut diatur dalam Bab IV tentang informasi yang dikecualikan,
khususnya pasal 17. Namun pasal 19 mengingatkan para humas agar
melakukan pengujian dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum
menyatakan informasi publik tertentu yang dikecualikan untuk diakses
oleh setiap orang.

Pastilah tidak semua informasi publik dapat begitu saja diberikan
kepada setiap orang atau setiap pemohon, karena ada mekanisme yang
mengaturnya, yaitu pada Bab VI tentang mekanisme memperoleh informasi.

Bahasa

Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis ingin mengingkatkan satu hal
tentang pentingnya pengetahuan dan pemahaman bahasa bagi para humas.

Penulis yakin sudah banyak pejabat dan staf humas yang menguasai
teknologi informasi dan komunikasi, sudah banyak yang mengelola media
internal (buletin, tabloid, majalah, radio, website, blog), serta
mahir membuat berita untuk media internal atau untuk siaran pers
(press release).

Penulis juga yakin sudah banyak pejabat dan staf humas yang telah
mengikuti pelatihan jurnalistik dan mungkin sering mengikuti kegiatan
yang diadakan Bakohumas.

Meskipun demikian, penulis merasa perlu mengingatkan kepada rekan-
rekan sesama pejabat atau staf humas tentang pentingnya mempelajari
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai ejaan yang
disempurnakan, karena Informasi Publik harus disampaikan dengan cara
yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah
dipahami.

Keterangan: Artikel ini dimuat pada halaman 4 (Opini) harian Fajar,
Makassar, Rabu, 7 Juli 2010 (http://www.fajar.co.id/koran/
1278438416FAJAR.UTM_7_4.pdf)
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages