You do not have permission to delete messages in this group
Copy link
Report message
Show original message
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to
Terapi Sel Punca Harus Selektif
Layanan Masih Belum Ada Standar
12 Oktober 2017
JAKARTA, KOMPAS — Sel punca sebagai pilihan terapi
sejumlah penyakit tak bisa dilakukan sembarangan. Terapi itu bukan jadi pilihan
pertama pengobatan, melainkan pilihan terakhir, saat terapi konvensional tak
memberikan hasil memuaskan, sementara kondisi penyakit kian progresif.
Pilihan terapi sel punca baru boleh ditempuh pada pasien dengan penyakit
yang tidak ada lagi pilihan terapi yang efektif untuk mengatasinya.
Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) Ismail Hadisoebroto Dilogo
menyatakan hal itu, Rabu (11/10), di Jakarta. Hal senada diungkapkan Cosphiadi
Irawan, Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Terbuka Kedua Pusat Riset Rekayasa
Jaringan dan Sel Punca Lembaga Riset dan Pendidikan Kedokteran Indonesia
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-UPT Teknologi Kedokteran Sel Punca
Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo.
Cosphiadi mengatakan, para ahli sel punca sepakat secara medis terapi sel
punca tak menjadi pilihan pertama pengobatan penyakit. Itu bertujuan agar hasil
terapi bisa optimal.
Ismail menambahkan, masyarakat perlu kritis terhadap fasilitas kesehatan
yang belum apa- apa sudah menawarkan terapi sel punca dengan harga mahal.
“Jangan sampai masyarakat jadi korban,” ujarnya.
Menurut Ismail, ada sejumlah pihak menawarkan terapi sel punca dengan harga
mahal dalam saset. Ada juga yang menawarkan terapi sel punca dengan suntik,
tetapi yang disuntikkan bukan sel punca, melainkan faktor pertumbuhan (growth
factor).
Rumah sakit pengampu
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 32/2014 tentang
Penetapan Rumah Sakit Pusat Pengembangan Pelayanan Medis, Penelitian, dan
Pendidikan Bank Jaringan dan Sel Punca Tahun 2014, terapi sel punca hanya boleh
dilakukan di 11 rumah sakit. Dua di antaranya, yakni RSCM Jakarta dan RSUD Dr
Soetomo Surabaya, ditunjuk jadi pengampu bagi sembilan RS lain. “RSCM dan RSUD
Dr Soetomo jadi pengguna sekaligus produsen sel punca, sementara sembilan RS
sisanya hanya pengguna,” kata Ismail.
Sejak 2007 hingga kini, RSCM melakukan terapi sel punca kepada 214 pasien.
Mereka adalah pasien penyakit jantung koroner, gagal jantung, patah tulang,
pengapuran sendi (osteo artritis), cedera tulang belakang, luka bakar, diabetes
melitus, dan glaukoma.
Di masa awal, sel punca yang dipakai ialah sel punca autologus atau
berasal dari pasien sendiri. Dalam perkembangannya, sel punca allogenic
atau berasal dari orang lain, juga dipakai dalam terapi.
“Ternyata tak semua
kasus bisa memakai sel punca autologus, seperti pada luka bakar atau
pada pasien tua tentu selnya juga tua,” kata Ismail.
Keputusan Menteri Kesehatan No 32/2014 akan direvisi. Nantinya, jika ada
panduan praktik klinis dari organisasi profesi, RS mana pun boleh memberikan
layanan terapi sel punca sepanjang memenuhi persyaratan sumber daya manusia
hingga fasilitas.
Ismail menambahkan, kini terapi sel punca belum jadi standar pelayanan.
Meski demikian, hasil terapi dalam pengembangan riset amat menjanjikan.
Cosphiadi menambahkan, belum standarnya terapi sel punca disebabkan standar
layanan yang dikembangkan setiap pusat riset berbeda. Selain itu, kriteria
penyakit dan jumlah sel yang disuntikkan pada setiap pasien tak seragam. (ADH)
Atasi Penyakit Degeneratif dengan Terapi Sel Punca
Nasru Alam Aziz
Kompas/Nasru
Alam Aziz
Prof Dr Taruna Ikrar
JAKARTA, KOMPAS — Kemajuan dunia kedokteran
memberi harapan hidup bagi penderita penyakit degeneratif, yang selama ini
sulit disembuhkan. Dengan metode pengobatan yang disebut advanced medicine,
berbagai penyakit degeneratif bisa mencapai tingkat kesembuhan hingga 60
persen.
“Yang baru dari advanced medicine adalah pemanfaatan teknologi yang
dapat memilah sel punca yang dibutuhkan lalu ditanam pada tubuh manusia untuk
menyembuhkan sel yang bermasalah. Ada sekitar 28 jenis sel yang dapat
dikembangkan, misalnya sel saraf, sel jantung, sel tulang, dan sebagainya,”
ungkap Prof Dr Taruna Ikrar, saat menyampaikan ceramah ilmiah di Sekretariat
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta, Sabtu (6/5).
Taruna Ikrar, yang juga Dekan Fakultas Biomedical Sciences di National
Health University, Amerika Serikat, menyampaikan ceramah ilmiah dengan topik
“Advanced Therapy: New Suggestions to Cures Neurodegeneratives Diseases”.
Diskusi dipandu Ketua Dewan Pakar PB IDI Prof Dr Abdul Razak Thaha, MSc, SpGK.
Menurut Taruna, terapi sel (cells therapy) itu menghasilkan manfaat
positif. “Bahkan berdasarkan hasil clinical trial dan pengobatan
pasien kami di AS, sel punca ini dapat digunakan untuk membantu mencegah tubuh
manusia menolak transpalantasi organ, dan mengatasi berbagai penyakit
degeneratif yang sangat sulit diobati dengan metode konvensional,” tutur guru
besar tamu (adjunct professor) pada Universitas Hasanuddin ini.
Ia menyebutkan, sel punca yang digunakan dalam terapi sel ini diambil dari
sumsum tulang (bone marrow), tali pusat bayi sehat (umbilical cord),
jaringan lemak pasien (adiponectin tissue), dan darah pasien sendiri
dengan pengolahan tertentu. Terapi sel terbukti efektif untuk mengobati
berbagai penyakit degeneratif, yang membuat pasien bahkan dokter kehilangan
harapan penyembuhan.
Terapi sel merupakan salah satu dari lima metode yang digunakan dalam advanced
medicine. Metode lainnya adalah pemanfaatan faktor petumbuhan dari dalam
tubuh (growth factors stimulation), penggunaan partikel biologi dalam
membangun struktur utama dalam tubuh (particles therapy), penggunaan
teknologi nano (nano-therapy), dan pemanfaatan teknologi genetik untuk
menstimulasi reprogram genetik dalam tubuh (gene-therapy).
“Dewasa ini, berkat kemajuan teknologi kedokteran, berhasil dibuktikan bahwa
faktor pertumbuhan menjadi faktor yang sangat penting untuk menjaga kesehatan
tubuh, merangsang pengobatan, dan memperkuat kemampuan tubuh dalam melawan
berbagai penyakit. Faktor pertumbuhan ini bahkan menjadi penentu keberhasilan
pengobatan,” papar Ikrar, yang juga tercatat sebagai anggota Dewan Pakar PB
IDI.
Keuntungan dari metode ini adalah karena menggunakan sel-sel tubuh pasien
sendiri untuk mempromosikan penyembuhan. Penggunaannya juga dapat mempercepat
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan luka dan meringankan ketidaknyamanan
pasien.
Kompas/Nasru
Alam Aziz
Prof Dr Taruna Ikrar menyampaikan ceramah ilmiah di
Sekretariat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Sabtu (6/5).
Mengenai terapi partikel, staf akademik Jurusan
Neurobiologi University of California ini menjelaskan bahwa partikel sangat
penting dalam proses agregasi dan meregenerasi organ tubuh yang mengalami
kerusakan. Dengan demikian, beberapa pasien yang mengalami kerusakan ginjal,
kerusakan pankreas, paru-paru, dan jaringan otak, bisa mengalami perbaikan
dengan cepat.
“Dalam penelitian kami dan aplikasi pelayanan pasien, kami menemukan ada
partikel biologi, setelah sel punca diekstrak, dan ukuran molekulnya lebih
kecil dari 2 mikrometer tetapi lebih besar dari 200 nanometer. Partikel ini
bisa menghidupkan sesuatu yang menurut perhitungan kita sudah mati,” papar
Ikrar.
Metode berikutnya, terapi nano, adalah aplikasi medis dari teknologi nano.
“Masalah saat ini untuk terapi nano, perlu pemahaman mengenai isu-isu yang
berkaitan dengan toksisitas dan dampak lingkungan dari partikel nano, bahan
yang strukturnya pada skala nanometer,” katanya.
Adapun terapi gen merupakan teknik eksperimental yang menggunakan gen untuk
mengobati atau mencegah penyakit. Teknik ini, menurut Ikrar, memungkinkan dokter
untuk mengobati gangguan dengan memasukkan gen ke dalam sel pasien daripada
menggunakan obat atau operasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti gen
yang bermutasi dan menyebabkan penyakit dengan salinan gen yang sehat.
“Gen yang bermutasi dan berfungsi tidak semestinya diganti dengan gen yang
sehat. Terapi ini memperkenalkan gen baru ke dalam tubuh untuk membantu melawan
penyakit. Teknik ini bisa digabungkan dengan terapi sel dan immunotherapy,”
kata Ikrar.
Kelima metode pengobatan terbaru atau advanced medicine tersebut,
menurut Ikrar yang menangani sekitar 150 pasien penderita penyakit degeneratif,
telah terbukti efektif untuk mengobati berbagai penyakit, seperti cerebral
palsy (kerusakan otak), parkinson, stroke, emphysema, ejection
fractions, cardiac infarctions, gangguan kardiovaskular dan jantung,
diabetes, autisme, disfungi ereksi, amyotrophic lateral sclerosis
(ALS), gagal ginjal, dan regenerative geriatric, khususnya penyakit
kronis akibat degenerasi dan ketuaan
Sel Punca Dikembangkan
Kondisi 379 Pasien di RS Dr Soetomo Membaik
14
Agustus
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 379 pasien
menjalani terapi sel punca di Rumah Sakit Umum Dr Soetomo, Surabaya, Jawa
Timur. Terapi tersebut berhasil memberikan perbaikan 30 hingga 100 persen untuk
penyakit seperti diabetes melitus, nyeri sendi pada lutut, stroke, dan jantung.
Menteri Kesehatan Nila F
Moeloek saat simposium nasional dan lokakarya "Sel Punca untuk Pengobatan
Masa Depan, dari Dasar ke Klinik", di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/8),
mengatakan, kini masyarakat tak perlu lagi menjalani terapi sel punca di luar
negeri. Sejak 2014, ada 11 rumah sakit pendidikan yang mengantongi izin
penyelenggaraan pelayanan sel punca.
Dari 11 rumah sakit itu,
dua di antaranya RS pengampu, yakni RS Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan RS Soetomo Surabaya. Sisanya adalah RS pengembangan, antara lain RS Jantung
Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Djamil Padang, RS Hasan Sadikin
Bandung, RS Kariadi Semarang, RS Dr Sardjito Yogyakarta, dan RS Sanglah Bali.
"RSCM dan RS Dr
Soetomo dijadikan pengampu karena memiliki pakar dan riset unggul tentang sel
punca. Dua RS itu bertugas membimbing dan mengawasi pengembangan sel punca di 9
RS lain," kata Nila.
Kerusakan organ
Sel punca ialah sel induk yang belum terdiferensiasi jadi sel
matang. Ada dua jenis sel punca, sel punca dari tubuh pasien sendiri (autologous) dan sel punca dari orang
lain (allogenic). Terapi itu untuk memperbaiki organ atau jaringan tubuh yang
rusak.
Di RS Soetomo, 379 pasien
menjalani terapi sel punca. Untuk diabetes melitus, ada 99 pasien dengan
tingkat perbaikan 30-100 persen. Pada nyeri sendi lutut, ada 40 pasien dengan
perbaikan 60-70 persen, 30 pasien stroke dengan perbaikan 50 persen, dan 12
pasien jantung dengan perbaikan 60-80 persen. Adapun 198 kasus dari penyakit
hati, saraf, dan penyakit darah.
Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Soetojo mengatakan, terapi sel punca dikembangkan sejak
1990 di RS Soetomo. Pada 1998, isolasi dan kultur sel dilakukan di laboratorium
sel punca Lembaga Penyakit Tropis Unair. Pada 2011 Pusat Kedokteran Regenerasi
dan Sel Punca Surabaya dibentuk. Riset itu terkendala biaya.
Menurut Nila, targetnya, izin edar nasional sel punca terbit 2023.
Konsorsium Pengembangan Sel Punca masuk tahap penerapan terapi sel punca autologusdi 11 RS pendidikan dan
swasta, hasil pra-uji klinik produk sel punca allogenic.(SYA)
Radio Smw
unread,
Oct 12, 2017, 12:57:15 AM10/12/17
Reply to author
Sign in to reply to author
Forward
Sign in to forward
Delete
You do not have permission to delete messages in this group
Copy link
Report message
Show original message
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to 'P. Soesilo H.' via HULASKO (Hudbay-Lasmo-Kondur)
maaf sebelumnya, mengapa kita nenghabiskan banyak uang untuk pengobatan, sedangkan Allah sudah berjanji yang keluar dari perut lebah bareneka warnanya disana ada obat bagi manusia ( surat An Nahl ayat 86-89 Jus 14), mengapa tidak memenum propolis yang terbuat dari sarang lebeh murni. apapun penyakit insya Allah sembuh aamiin.