You do not have permission to delete messages in this group
Copy link
Report message
Show original message
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to hul...@googlegroups.com
Ketularan Menguap
M ZAID WAHYUDI
Menguap umumnya terjadi saat kita mengantuk, lelah,
dan bosan. Namun, menguap juga bisa terjadi gara-gara kita melihat orang
di dekat kita menguap. Meski demikian, menguap sebagai perilaku sosial
menular belum diketahui pasti penyebabnya.
Selama ini menguap
dianggap tanda mengantuk. Bahkan, sejak dalam kandungan, kita menguap.
Robert R Provine, ahli neurosains dan profesor psikologi Universitas
Maryland, Baltimore County, Amerika Serikat, yang lebih dari 30 tahun
mempelajari menguap, kepada Earthsky.org, 21 Juli 2008, menganggap
penyebab menguap masih misteri.
Meski para ahli belum sepakat,
menguap bisa jadi tanda kelelahan, mengantuk, dan bosan. Saat menguap,
kita menarik banyak udara demi memacu kadar oksigen di darah. Rahang
terbuka lebar meningkatkan aliran darah di leher, wajah, dan kepala.
Aliran darah kaya oksigen itu mendinginkan suhu otak saat lelah. Menguap
meningkatkan detak jantung dan tekanan darah sehingga membuat kita
lebih waspada saat lelah.
Tanpa disadari, kita ikut menguap saat
melihat orang di dekat kita menguap. Menguap jadi perilaku sosial
menular. Penularan menguap ialah bentuk paling umum dari echophenomena alias peniruan perkataan atau tindakan orang lain secara otomatis.
Catriona
Morrison, psikolog eksperimental Universitas Leeds Inggris, seperti
dikutip BBC, 8 Desember 2011, menyebut menguap sebagai respons bawah
sadar primitif yang menjelaskan evolusi otak manusia. Perilaku itu
diduga berkembang sejak awal peradaban manusia, saat manusia tinggal di
gua.
Hidup di lingkungan terbatas membuat manusia gua melihat
perilaku rekannya sepanjang waktu. Saat melihat rekannya menguap,
manusia gua lain pun menguap. Meski perilaku sosial ialah fungsi sadar
otak, kita sulit mengontrol perilaku sepanjang waktu sehingga kita ikut
menguap meski tak lelah atau mengantuk sebagai bentuk empati.
Keterkaitan empati dan menguap tertular diperkuat studi bahwa penyandang
autisme dan skizofrenia kurang bisa berempati dan tak mudah menguap.
Studi Ivan Norscia dari Universitas Pisa, Italia, dan rekan dipublikasikan di jurnal PLoS One,
2011, menyebut menguap menular ialah respons kedekatan seseorang,
terutama pada kerabat dan teman. Jeda orang pertama menguap dengan
respons menguap menular terbesar terjadi pada orang asing. Jadi, menguap
yang menular dipengaruhi kedekatan emosional.
Menguap yang
menular juga ditemukan pada sejumlah satwa seperti yakis (baboon) dan
anjing. Menurut Atsushi Senju dari Pusat Pengembangan Otak dan Kognitif,
Universitas London, Inggris, banyak ahli percaya itu sebagai refleks
alami semata.
Menariknya, kemampuan ketularan menguap itu juga
terkait usia seseorang. Makin tua seseorang, kian rendah kemungkinan
tertular menguap. Perlu studi genetika, neurobiologi, atau pendekatan
baru, untuk mempelajari menguap menular itu.
Studi terbaru di jurnal Current Biology,
Jumat (1/9), menunjukkan, saat menguap, area korteks motorik primer
otak lebih aktif. Dengan stimulasi magnetik transkranial (TMS), bagian
itu dirangsang agar seseorang tertular menguap. Korteks motorik primer
bertanggung jawab atas sindrom Tourette, gangguan neuropsikiatri, yakni
gerakan berulang di luar kendali.
Menurut Andrew Gallup,
psikolog di Institut Politeknik Universitas Negeri New York, AS, studi
itu menunjukkan ketularan menguap tak terkait empati, tetapi berhubungan
dengan rangsangan di korteks motorik primer. Meski belum ada jawaban
pasti penularan menguap, itu merangsang manusia memahami hal sepele,
tetapi penyebabnya tak diketahui.
Menguap Ternyata Bisa Menular
Anda mungkin akan menguap hanya dengan membaca ini. Meski tak letih,
seseorang bisa menguap karena yang lain menguap. Tim peneliti dari
University of Nottingham menemukan, itu terjadi di bagian otak yang
bertanggung jawab pada fungsi motorik. Menguap ialah bentuk echophenomena,
tiruan otomatis kata-kata atau tindakan orang lain, yang dijumpai pada
epilepsi dan autisma. Periset memantau 36 relawan saat melihat orang
lain menguap. Studi yang dipublikasikan di jurnal Current Biology
menunjukkan, stimulasi magnetik transkranial eksternal meningkatkan
rangsangan di korteks motor sehingga orang menguap menular. Menurut
Georgina Jackson, profesor neuropsikologi kognitif, yang ikut meneliti,
Jumat (1/9), studi itu bisa digunakan lebih luas. (BBC/EVY)
Johanes Sudarsono
unread,
Sep 6, 2017, 12:41:18 AM9/6/17
Reply to author
Sign in to reply to author
Forward
Sign in to forward
Delete
You do not have permission to delete messages in this group
Copy link
Report message
Show original message
Either email addresses are anonymous for this group or you need the view member email addresses permission to view the original message
to hul...@googlegroups.com
Menurut penelitian, kelompok orang yg suka menguap (bahasa Jawanya "angop") adalah kelompok pangsiunan. Kelompok ini juga paling mudah ikut menguap bila lihat orang lain menguap. Apalagi menjelang
jam makan siang menguapnya tambah kenceng.