Tertular Menguap

3 views
Skip to first unread message

P. Soesilo H.

unread,
Sep 5, 2017, 11:22:29 PM9/5/17
to hul...@googlegroups.com

Inline image

Ketularan Menguap

M ZAID WAHYUDI

Menguap umumnya terjadi saat kita mengantuk, lelah, dan bosan. Namun, menguap juga bisa terjadi gara-gara kita melihat orang di dekat kita menguap. Meski demikian, menguap sebagai perilaku sosial menular belum diketahui pasti penyebabnya.

Selama ini menguap dianggap tanda mengantuk. Bahkan, sejak dalam kandungan, kita menguap. Robert R Provine, ahli neurosains dan profesor psikologi Universitas Maryland, Baltimore County, Amerika Serikat, yang lebih dari 30 tahun mempelajari menguap, kepada Earthsky.org, 21 Juli 2008, menganggap penyebab menguap masih misteri.

Meski para ahli belum sepakat, menguap bisa jadi tanda kelelahan, mengantuk, dan bosan. Saat menguap, kita menarik banyak udara demi memacu kadar oksigen di darah. Rahang terbuka lebar meningkatkan aliran darah di leher, wajah, dan kepala. Aliran darah kaya oksigen itu mendinginkan suhu otak saat lelah. Menguap meningkatkan detak jantung dan tekanan darah sehingga membuat kita lebih waspada saat lelah.

Tanpa disadari, kita ikut menguap saat melihat orang di dekat kita menguap. Menguap jadi perilaku sosial menular. Penularan menguap ialah bentuk paling umum dari echophenomena alias peniruan perkataan atau tindakan orang lain secara otomatis.

Catriona Morrison, psikolog eksperimental Universitas Leeds Inggris, seperti dikutip BBC, 8 Desember 2011, menyebut menguap sebagai respons bawah sadar primitif yang menjelaskan evolusi otak manusia. Perilaku itu diduga berkembang sejak awal peradaban manusia, saat manusia tinggal di gua.

Hidup di lingkungan terbatas membuat manusia gua melihat perilaku rekannya sepanjang waktu. Saat melihat rekannya menguap, manusia gua lain pun menguap. Meski perilaku sosial ialah fungsi sadar otak, kita sulit mengontrol perilaku sepanjang waktu sehingga kita ikut menguap meski tak lelah atau mengantuk sebagai bentuk empati. Keterkaitan empati dan menguap tertular diperkuat studi bahwa penyandang autisme dan skizofrenia kurang bisa berempati dan tak mudah menguap.

Studi Ivan Norscia dari Universitas Pisa, Italia, dan rekan dipublikasikan di jurnal PLoS One, 2011, menyebut menguap menular ialah respons kedekatan seseorang, terutama pada kerabat dan teman. Jeda orang pertama menguap dengan respons menguap menular terbesar terjadi pada orang asing. Jadi, menguap yang menular dipengaruhi kedekatan emosional.

Menguap yang menular juga ditemukan pada sejumlah satwa seperti yakis (baboon) dan anjing. Menurut Atsushi Senju dari Pusat Pengembangan Otak dan Kognitif, Universitas London, Inggris, banyak ahli percaya itu sebagai refleks alami semata.

Menariknya, kemampuan ketularan menguap itu juga terkait usia seseorang. Makin tua seseorang, kian rendah kemungkinan tertular menguap. Perlu studi genetika, neurobiologi, atau pendekatan baru, untuk mempelajari menguap menular itu.

Studi terbaru di jurnal Current Biology, Jumat (1/9), menunjukkan, saat menguap, area korteks motorik primer otak lebih aktif. Dengan stimulasi magnetik transkranial (TMS), bagian itu dirangsang agar seseorang tertular menguap. Korteks motorik primer bertanggung jawab atas sindrom Tourette, gangguan neuropsikiatri, yakni gerakan berulang di luar kendali.

Menurut Andrew Gallup, psikolog di Institut Politeknik Universitas Negeri New York, AS, studi itu menunjukkan ketularan menguap tak terkait empati, tetapi berhubungan dengan rangsangan di korteks motorik primer. Meski belum ada jawaban pasti penularan menguap, itu merangsang manusia memahami hal sepele, tetapi penyebabnya tak diketahui.

Menguap Ternyata Bisa Menular

Anda mungkin akan menguap hanya dengan membaca ini. Meski tak letih, seseorang bisa menguap karena yang lain menguap. Tim peneliti dari University of Nottingham menemukan, itu terjadi di bagian otak yang bertanggung jawab pada fungsi motorik. Menguap ialah bentuk echophenomena, tiruan otomatis kata-kata atau tindakan orang lain, yang dijumpai pada epilepsi dan autisma. Periset memantau 36 relawan saat melihat orang lain menguap. Studi yang dipublikasikan di jurnal Current Biology menunjukkan, stimulasi magnetik transkranial eksternal meningkatkan rangsangan di korteks motor sehingga orang menguap menular. Menurut Georgina Jackson, profesor neuropsikologi kognitif, yang ikut meneliti, Jumat (1/9), studi itu bisa digunakan lebih luas. (BBC/EVY)

Johanes Sudarsono

unread,
Sep 6, 2017, 12:41:18 AM9/6/17
to hul...@googlegroups.com
Menurut penelitian, kelompok orang yg suka menguap (bahasa Jawanya "angop") adalah kelompok pangsiunan. Kelompok ini juga paling mudah ikut menguap bila lihat orang lain menguap. Apalagi menjelang jam makan siang menguapnya tambah kenceng.

JSU

Sent from my Windows Phone

From: 'P. Soesilo H.' via HULASKO (Hudbay-Lasmo-Kondur)
Sent: ‎9/‎6/‎2017 10:22
To: hul...@googlegroups.com
Subject: [HuLasKo] Tertular Menguap

--
--
-= Sudahkan anda "Medical Check-up" tahun ini ? =-
Rekening HULASKO: BCA KCP Wisma Mulia Jakarta
A/c# 5035040100 ... A/n Yayasan Hulasko
konfirmasi : Eni-08129310710 ; Emmy-0811833227.
Sudahkan anda mengintip membaca kontribusi blog yayasan hulasko?
http://yayasanhulasko.blogspot.com
https://www.facebook.com/pages/Yayasan-Hulasko/115173475178452
---
Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "HULASKO (Hudbay-Lasmo-Kondur)" di Google Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke hulasko+u...@googlegroups.com.
Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages