MgBXXVIII

2 views
Skip to first unread message

Ign Sumarya

unread,
Oct 11, 2013, 8:25:54 PM10/11/13
to gss_j...@yahoo.com, Gunawan Suryana, Gereja Katolik St.Andreas Kedoya ( webmaster ), gedono, gedocso, gegenugroho, gemawarta, gerejafransiskus, GEREJA KATOLIK TIMUR, Gerardette Philips, gracia.wenno, gracia sihite, grace_weddingorganizer, Greg Magnus Finesso, Maria Graffeliesta
Mg Biasa XXVIII: 2Raj 5:14-17; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19

“Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah
selain dari pada orang asing ini?"

Rumah Duka “Yayasan Pelayanan Pemakaman Carolus”(YPPC) Jakarta,
melayani perawatan dan pemakaman jenasah, baik bagi orang kaya maupun
miskin dan agama atau kepercayaannya apapun. Mereka yang miskin
memperoleh keringanan atau bantuan/sumbangan yang memadai, sesuai
dengan kebutuhannya. Pengalaman para pegawai melayani sungguh beragam,
dan ada contoh konkret yang bagi saya sungguh mengesan. Ketika
melayani orang kaya para pegawai sungguh harus bekerja keras melayani
aneka permintaan pelanggan/konsumen kaya tersebut, bahkan dilayani
sangat baik pun sering merasa tidak puas, dan setelah selesai juga
tidak berterima kasih sedikitpun. Ada juga pengurus PSE paroki minta
bantuan YPPC dan tanpa ragu minta jasa sebagai imbalan telah
‘mengirim’ jenasah ke YPPC, ketika tidak diberi mereka marah-marah.
Sebaliknya melayani mereka yang miskin apa adanya, tanpa tambahan
pelayanan aneh-aneh, ketika selesai pelayanan mereka mengucapkan
terima kasih. Saya teringat pengalaman tersebut setelah merenungkan
Warta Gembira hari ini. Maka marilah kita renungkan Warta Gembira hari
ini dengan khidmat dan mendalam.

"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di
manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang
kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” (Luk
17:17-18)

Ada sepuluh orang yang disembuhkan oleh Yesus, sembilan orang di
antaranya adalah masih sebangsa atau sesuku dengan Yesus, orang-orang
Yahudi, sedangkan seorang dari mereka adalah orang asing. Sungguh
menarik dan mengesan bahwa yang berterima kasih atas penyembuhan
adalah orang asing dan orang-orang Yahudi tidak berterima kasih
sedikitpun. Jika kita mawas diri dengan benar dan cermat kiranya
masing-masing dari kita akan mengakui dan menghayati telah menerima
banyak pemberian yang aneka ragam dari orang lain, dan sebagai orang
beriman selayaknya kita senantiasa hidup dan bertindak dalam syukur
dan terima kasih.

Kami percaya setiap kali menerima sesuatu dari orang lain kita juga
mengucapkan ‘terima kasih’, maka kami berharap hal itu tidak hanya
sekedar basa-basi atau formalitas belaka. Memang pada umumnya kita ini
dengan mudah meminta dan ketika diberi sesuai dengan permintaan
tersebut sering kita lupa mengucapkan terima kasih, lebih-lebih
berkenaan dengan permintaan bantuan proyek. Berterima kasih saja tidak
dilakukan apalagi membuat laporan atau pertanggungjawaban. Kami
berharap agar anak-anak sedini mungkin dibiasakan dan dididik dalam
hal berterima kasih, dan tentu saja pertama-tama didalam keluarga
antar anggota keluarga terbiasa saling berterima kasih satu sama lain.
Ketika di dalam keluarga ada kebiasaan saling berterima kasih satu
sama lain, maka anak-anak di kemudian hari akan tumbuh berkembang
sebagai pribadi yang hidup dengan syukur dan terima kasih.

Apapun yang dilakukan atau dikatakan orang lain terhadap diri kita
dalam bentuk apapun hemat saya merupakan pewujudan kasih dan perhatian
mereka terhadap diri kita yang lemah dan rapuh ini. Jika mereka tidak
mengasihi atau tidak memperhatikan kita, maka kita pasti akan
dibiarkan saja, tidak disapa sedikitpun. Memang kasih yang kita terima
tidak senantiasa enak atau nikmat di hati dan tubuh kita, karena ada
kemungkinan cara hidup dan cara bertindak kita tidak sesuai dengan
kehendak atau perintah Allah, dengan kata lain kita hidup dan
bertindak seenaknya sendiri, hanya mengikuti selera atau keinginan
pribadi. Jika kita memang dalam keadaan tidak baik, maka ketika
diingatkan atau ditegor orang lain dalam rangka memperbaiki diri kita,
hendaknya kita berterima kasih kepada orang yang bersangkutan. Kami
percaya kita semua telah menderita sakit, entah sakit hati, sakit
jiwa, sakit akal budi atau sakit anggota tubuh kita, dan disembuhkan
atau diobati orang lain, sehingga kita dapat tumbuh berkembang sebagai
pribadi sebagaimana adanya pada saat ini. Marilah kita berterima kasih
kepada siapapun dan secara khusus juga berterima kasih kepada Allah
dengan senantiasa memuji dan memuliakan Allah dalam cara hidup dan
cara bertindak kita, yang menjadi nyata dalam saling memuji dan
memuliakan di antara kita dalam kehidupan bersama dimana pun dan kapan
pun.

“Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan
hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah
dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita;
jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat
menyangkal diri-Nya.” (2Tim 2:11-13)

Kutipan di atas ini mengingatkan dan mengajak kita untuk senantiasa
tekun dan setia berterima kasih kepada siapun maupun kepada Allah
serta memuji dan memuliakan Allah. “Setia adalah sikap dan perilaku
yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah
dibuat”, sedangkan “tekun adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan
kesungguhan yang penuh daya tahan dan terus-menerus serta tetap
semangat dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit.:
Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal
24 dan 28). Allah begitu setia dan tekun mendampingi dan menyertai
perjalanan hidup dan kerja kita dimana pun dan kapan pun, maka marilah
kita tanggapi kesetiaan dan ketekunan Allah dengan senantiasa setia
dan tekun melaksanakan tugas pekerjaan atau perutusan kita
masing-masing.

Pertama-tama dan terutama kami harapkan anak-anak dan generasi muda
dididik dan dibiasakan dalam hal setia dan tekun melaksanakan
tugasnya, entah di dalam rumah/keluarga maupun di sekolah-sekolah.
Karena tugas utama mereka adalah ‘belajar’, maka didiklah dan biasakan
anak-anak/generasi muda setia dan tekun dalam belajar, sehingga tumbuh
berkembang sebagai pribadi pembelajar yang handal dan tangguh. “Tugas,
tanggungjawab, dan panggilan pertama seorang manusia adalah menjadi
pembelajar. Sedangkan pelajaran pertama dan terutama yang
dipelajarinya adalah belajar menjadikan dirinya semanusiawi mungkin”
(Andrias Harefa: Menjadi Manusia Pembelajar, Penerbit Harian Kompas,
Jakarta, Agustus 2000, hal 20).

“Menjadikan diri kita semanusiawi mungkin” merupakan panggilan dan
tugas utama kita sebagai manusia, ciptaan Allah, orang-orang beriman.
Hidup dan bekerja yang manusiawi memang merupakan langkah untuk tumbuh
berkembang menjadi manusia beriman sejati, yang senantiasa hidup
bersyukur dan berterima kasih, memuji dan memuliakan Allah. Saya
pribadi senantiasa berusaha dengan rendah hati menghayati aneka tugas
yang diserahkan kepada saya sebagai kesempatan emas untuk belajar,
semakin manusiawi, lebih mengutamakan keselamatan jiwa manusia dari
pada keberhasilan harta benda atau uang. Kami berharap kepada anda
sekalian untuk senantiasa mengutamakan keselamatan jiwa manusia dalam
hidup dan kerja dimana pun dan kapan pun.

Semoga kita semua ‘mati dengan Dia dan hidup dengan Dia’, dengan kata
lain kita setia menjadi ‘gambar atau citra Allah’ dalam dan melalui
cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan
pun, maka ketika ada saudara-saudari kita tidak demikian adanya
hendaknya segera diingatkan. Akhir kata marilah kita belajar
terus-menerus agar menjadi manusia yang setia dan tekun melaksanakan
kehendak dan perintah Allah dalam situasi dan kondisi macam apapun, di
zaman yang sarat dengan godaan dan rayuan untuk berbuat jahat atau
berdosa masa kini.

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan
perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan
kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus.TUHAN
telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan
keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa.Ia mengingat kasih setia dan
kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat
keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi TUHAN,
hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!”
(Mzm 98:1-4)

Ign 13 Oktober 2013
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages