21okt

0 views
Skip to first unread message

Ign Sumarya

unread,
Oct 20, 2013, 3:46:23 AM10/20/13
to gghouse, Hartati Lumban Gaol, Gamma Bintang Grafika, Vincentius Gatot, gamma, Gatho Loyo, gatotad...@hotmail.com, gss_j...@yahoo.com, Gunawan Suryana, Gereja Katolik St.Andreas Kedoya ( webmaster ), gedocso, gedono, gegenugroho, gemawarta, gerejafransiskus, Gerardette Philips, GEREJA KATOLIK TIMUR
“Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri”

(Rm 4:20-25; Luk 12:13-21)

“ Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru,
katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku."
Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah
mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?" Kata-Nya lagi
kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala
ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya
tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Kemudian Ia mengatakan
kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya
berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang
harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat
menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat;
aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih
besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan
barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku,
ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya;
beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi
firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga
jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk
siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan
harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”
(Luk 12:13-21), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan
sederhana sebagai berikut:

· Hidup di dunia ini kita semua memang membutuhkan aneka harta
benda, makanan dan minuman agar dapat hidup sehat dan sejahtera,
sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan. Namun karena pengaruh sikap mental
materialistis serta didukung oleh penggunaan internet guna memperoleh
informasi, banyak orang telah bersikap mental ‘pengumpul’,
mengumpulkan segala sesuatu bagi dirinya sendiri. Terpilih menjadi
pejabat tinggi atau pemimpin pemerintahan diharapkan untuk melayani
rakyat, yang terjadi adalah menyalah-gunakan wewenang dan kekuasaannya
untuk mengumpulkan harta benda atau uang sebanyak-banyaknya. Saat ini
kiranya masih ramai dibicarakan perihal Ketua MK, yang pada awal bulan
ini tertangkap basah melakukan ‘korupsi’. Bukankah hal ini merupakan
cermin sikap mental kebanyakan orang Indonesia masa kini. Kesibukan
pelayanan akhirnya terarah kepada pengobatan atau penyembuhan, bukan
pengembangan atau pendalaman. Dengan ini kami mengajak dan
mengingatkan kita semua, umat beriman atau beragama, untuk berusaha
seoptimal mungkin hidup dan bertindak sederhana, tidak bersikap mental
materialistis dan pengumpul. Sebagai manusia ciptaan Tuhan kita semua
dipanggil untuk bersikap mental ‘memberi’, karena sampai kini kita
semua telah menerima banyak hal dari orang lain secara melimpah ruah
sejak kita dilahirkan dari rahim ibu kita masing-masing. Jika kita
tidak saling memberi alias bersikap mental social, maka kita akan
celaka dan menderita selamanya di masa yang akan datang, sebagaimana
dialami oleh para koruptor di negeri kita tercinta ini. Kami berharap
anak-anak sedini mungkin dididik dan dibiasakan dalam hal sikap mental
‘memberi’ dan jauhkan sikap mental ‘pengumpul’.

· “Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena
ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan
Allah,dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan
apa yang telah Ia janjikan.Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya
sebagai kebenaran.” (Rm 4:20-22). Kutipan di atas ini kiranya
berbicara tentang iman Abraham, bagaimana bapa Abraham sangat
mengimani apa yang dijanjikan oleh Tuhan, meskipun secara manusiawi
tidak ada dasar untuk percaya. Pada masa kini kiranya cukup banyak
orang bersikap mental hanya percaya terhadap apa yang dapat dilihat
dan didengarkan dengan mata dan telinga fisik, dan tidak mampu percaya
terhadap apa yang tak kelihatan dan tak terdengarkan, bahkan ada orang
yang telah melihat dan mendengarkan pun tidak percaya sebelum
mengalaminya sendiri. Jika orang terhadap apa yang dapat dilihat dan
didengarkan tak mampu percaya, apalagi terhadap yang tak kelihatan dan
tak terdengar. Beriman memang berarti mempercayai apa yang tak dapat
dilihat dan didengarkan, sebagaimana dialami oleh orang-orang bijak di
dunia ini. Marilah kita semua berusaha dengan keras dan mendalam dalam
hidup beriman, percaya pada penyelenggaraan Ilahi dalam hidup dan
bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Dengan kata lain
dalam proses pendidikan atau pembinaan, entah di dalam keluarga maupun
di sekolah-sekolah, hendaknya lebih mengutamakan kecerdasan spiritual
daripada kecerdasan-kecerdasan lainnya.

“Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan
Daud, hamba-Nya itu, -- seperti yang telah difirmankan-Nya sejak
purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus -- untuk melepaskan kita
dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita,
untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat
akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada
Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita,
terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut,
dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita.” (Luk
1:69-75)

Ign 21 Oktober 2013
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages