The Story of Celana Pendek ...

19 views
Skip to first unread message

Guntur Sutrisno

unread,
Aug 25, 2011, 3:30:39 AM8/25/11
to Richard Agustriono, Richard Siburian, Todi Fitriosa, Waster Hausen Sagala, Hartanta Hermas Tarigan, Budi Sukaca, Jhon Freddy Pasaribu, Ogie Yunantho, Sidabutar Jackson, Murnadirawan Murnadirawan, Indra Nevada, Alexander Chan, Faisal Ananda, Nasrial Nasrial, Sabtoni Abdul Gafur, Windi Setia Pratama, Abdul Wahid Fajar, Hendra Mentaruk, Febi Hidayat, Ary Sudjiwo, M Firmansyah, Boy Chandra, Firman Edi, ade...@nok.com.sg, Tionom Nainggolan, Tetty.K Sigalingging, Ulil Fadzilah, Kalam DeMeicy, Merliana Simamora, Ohlina Hutagaol, Indar Wahyu Hidayat, Novi Aulia Putra, Dongan Hamonangan, Bambang Handayanto, forumme...@googlegroups.com

Ilyas Karim Bukan Pengibar Sang Saka Pertama

Heru Margianto | Rabu, 24 Agustus 2011 | 08:55 WIB

Share:

TERKAIT:

KOMPAS.com - Ilyas Karim mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat 13 Desember 1927 ini diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. Ilyas mengaku sebagai lelaki bercelana pendek pada foto pengibaran Sang Saka Merah Putih pertama kalinya, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan.

Ilyas yang kini tinggal di tepi rel di derah Kalibata dihadiahi sebuah apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto beberapa waktu lalu. "Ya sayalah orang bercelana pendek yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah kesempatan.

Ilyas Karim tak pernah tercatat dalam sejarah.

Fadli Zon, seorang politisi sekaligus sejarawan muda menyangkal pernyataan Ilyas. Seperti dilansir Tribunnews, Rabu (24/8/2011), Fadli membeberkan sejumlah fakta menegasi pernyataan Ilyas.

"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud," kata Fadli.

Di perpustakaan pribadinya, Fadli Zon menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang kuno. Termasuk, buku yang menjelaskan, siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan Sangsaka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno.

"Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, tapi Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan," kata Fadli.

Fadli kemudian berujar, belum menemukan keterkaitan sejarah Ilyas Karim dalam peristiwa kemerdekaan yang sempat tercatat dalam buku-buku sejarah.

"Tapi jangan mengaku dia pengibar bendera Sang Saka. Dia itu ngaku-ngaku belakangan. Kasihan bangsa ini kalau sejarahnya dibelokkan," tegas Fadli.

Ia mengaku kaget melihat Ilyas Karim di televisi dan sejumlah media mengklaim diri sebagai pelaku sejarah, pengerek Sang Saka Merah Putih, .

"Saya siap buktikan bukan dia. Yang bercelana pendek itu, namanya Suhud, salah seorang anggota barisan pelopor yang diminta Bung Karno mengibarkan bendera Merah Putih," cerita Fadli.

Suhud, cerita Fadli, adalah anak buah Sudiro salah satu asisten Bung Karno. Suhudlah yang mencari bambu ketika itu untuk mengibarkan Sangsaka Merah Putih.

"Ilyas Karim tak pernah tercatat dalam sejarah. Bisa saja dia ada dalam barisan saat pengibaran bendera. Bisa saja, tapi bukan pengibar bendera," Fadli menegaskan.

Fadli mengambil majalah Tempo tahun 1975, tertanggal 16 Agustus. Majalah tua itu terlihat masih terawat. Ia kemudian mengungkap salah satu halaman yang memuat wawancara para pelaku sejarah. "Dalam majalah itu yang mengibarkan suhud. Jadi, yang tahu sejarah pasti marah," ujarnya.

"SK trimurti pada tahun 1972 menulis, Suhud adalah komandan pengawal Bung Karno, ketika itu sibuk mengatur persiapan kemerdekaan," tutur Fadli lagi.

Bersikukuh

Menanggapi pernyataan Fadli, Ilyas tetap bersikukuh sebagai lelaki bercelana pendek itu. Ilyas Karim tetap menyatakan, dirinyalah yang bercelana pendek, salah satu orang yang diberi mandat oleh Bung Karno sebagai pengibar Sangsaka Merah Putih.

Ilyas Karim pun tetap kukuh, dirinyalah yang dimaksud dalam foto itu. "Setelah saya mengakui, kini banyak yang mempertanyakannya," kata Ilyas Karim dalam perbincangan telepon dengan Tribunnews.

Jadi, siapakah lelaki muda bercelana pendek yang mengerek Sang Saka Merah Putih saat pertama kali Bung Karno membacakan teks proklamasi? Fadli kembali meyakinkan, bukan Ilyas Karim.

Suhud Sastro Kusumo, Si Pengibar Bendera Pertama

Heru Margianto | Kamis, 25 Agustus 2011 | 12:11 WIB

KOMPAS.com — Siapa sebenarnya lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945? Ilyas Karim mengklaim lelaki itu adalah dirinya. Sementara sejumlah catatan sejarah merujuk pada sosok Suhud, bukan Ilyas.

Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebut, lelaki bercelana pendek itu adalah Suhud Marto Kusumo. Irawan Suhud, putra kelima Suhud, meralat nama lengkap ayahnya. "Yang benar Suhud Sastro Kusumo," kata dia seperti dilansir Tribunnews, Kamis (24/8/2011).

Irawan menyampaikan, keluarga besarnya tersinggung karena sang ayah diklaim oleh Ilyas Karim, lelaki sepuh yang kini mendapatkan apartemen di Kalibata lantaran mengaku sebagai pengerek bendera pertama.

Irawan menyatakan, ia siap membuka fakta-fakta sejarah untuk membuktikan kalau ayahnya adalah pria bercelana pendek pada peristiwa bersejarah itu. Dalam foto yang diabadikan 66 tahun lalu terlihat ada empat orang di sekitar bendera.

Menurut Irawan, berdasarkan buku-buku sejarah, lelaki bertopi di sisi kiri ayahnya adalah Latif Hadiningrat, orang dekat Bung Karno. Sementara dua perempuan di sisi kanan ayahnya adalah istri Bung Karno, Fatmawati, dan wartawati SK Trimurti. Keempatnya telah meninggal. Irawan menuturkan, ayahnya meninggal pada 1986 di usia 66 tahun.

Keluarga tokoh-tokoh itu, kata dia, masih hidup sampai sekarang. Mereka bisa memberikan klarifikasi atas klaim Ilyas. "Kami tak akan menuntut Ilyas Karim. Tapi kami ingin meluruskan sejarah yang sebenarnya, orangtua kami adalah yang dimaksudkan dalam gambar itu. Para sejarawan juga kaget, ayah kami diklaim orang lain. Silakan Pak Irawan datang ke Pusat Sejarah ABRI," tuturnya.

"Atau, yang paling gampang, silakan beliau pergi ke Gedung Joeang 31. Di sana, ada satu ruangan, ada gambar yang mengingatkan tentang persitiwa 17 Agustus 1945, dan ada namanya tertera di situ. Kita hanya mau membela hak bapak, kita harus menjaga nama baik bapak, jangan ganggu keluarga kami," tuturnya lagi.

Irawan mengaku tak masalah bila kini Ilyas Karim, sebagai pejuang, mendapat hadiah sebuah apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI Priyanto. Namun, tidak dengan mengklaim dirinya sebagai orangtuanya.

Ilyas Karim mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 13 Desember 1927, ini diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. "Ya, sayalah orang bercelana pendek yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah kesempatan.

Atas pengakuannya itu, Ilyas yang tinggal di pinggir rel di daerah Kalibata memperoleh satu unit apartemen di dekat rumahnya. Hadiah yang diberikan pengembang apartemen tersebut diberikan secara simbolis oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Priyanto.

"Bapak kami ya bapak kami. Dalam buku yang disusun oleh Pusat Sejarah (Pusjarah) ABRI ditulis Nugroho Notosutanto, terangkum cerita para pelaku sejarah, termasuk (peran) ayah saya dalam peristiwa detik-detik kemerdekaan bangsa ini. Buku itu berjudul Detik-detik Proklamasi," Irawan menegaskan.

Bantahan soal sosok lelaki bercelana pendek pertama kali disampaikan Fadli Zon, politisi Partai Gerindra yang juga pemerhati sejarah.

"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud," kata Fadli.

Di perpustakaan pribadinya, Fadli menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang kuno, termasuk buku yang menjelaskan siapa pria bercelana pendek yang mengibarkan Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno.

"Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai dibelokkan. Makanya, saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera, melainkan Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan," katanya.

 

 

Best Regards;

 

Guntur Sutrisno

FLEXTRONICS TECHNOLOGY INDONESIA

don't never ask , what your country can do for  you ,

but ask to your self, what you can do for  your country.

Legal Disclaimer: The information contained in this message may be privileged and confidential. It is intended to be read only by the individual or entity to whom it is addressed or by their designee. If the reader of this message is not the intended recipient, you are on notice that any distribution of this message, in any form, is strictly prohibited. If you have received this message in error, please immediately notify the sender and delete or destroy any copy of this message
image004.jpg
image005.jpg
image006.gif

Guntur Sutrisno

unread,
Aug 25, 2011, 3:51:53 AM8/25/11
to Richard Agustriono, Richard Siburian, Todi Fitriosa, Waster Hausen Sagala, Hartanta Hermas Tarigan, Budi Sukaca, Jhon Freddy Pasaribu, Ogie Yunantho, Sidabutar Jackson, Murnadirawan Murnadirawan, Indra Nevada, Alexander Chan, Faisal Ananda, Nasrial Nasrial, Sabtoni Abdul Gafur, Windi Setia Pratama, Abdul Wahid Fajar, Hendra Mentaruk, Febi Hidayat, Ary Sudjiwo, M Firmansyah, Boy Chandra, Firman Edi, ade...@nok.com.sg, Tionom Nainggolan, Tetty.K Sigalingging, Ulil Fadzilah, Kalam DeMeicy, Merliana Simamora, Ohlina Hutagaol, Indar Wahyu Hidayat, Novi Aulia Putra, Mahadin Maha, forumme...@googlegroups.com

”Bapak Ini Baik Sekali, Saya Dibelikan Tiket Gratis”

Nurul Hidayat | Hertanto Soebijoto | Kamis, 25 Agustus 2011 | 10:56 WIB

Nurul Hidayat Solehan (42), pemudik penderita tuna netra yang ingin pulang ke Semarang menggunakan Kereta Api Tawang Jaya yang berangkat pukul 21.00 WIB, sedang dituntun oleh salah seorang anggota Garnisun yang bertugas di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2011).

JAKARTA, KOMPAS.com — "Bapak ini baik sekali, saya dibeliin tiket (kereta api) gratis, terus dibeliin makanan juga," kata Solehan (42), pemudik penderita tunanetra, Rabu (24/8/2011) malam.

Kepada Kompas.com semalam, Solehan mengatakan, dia ingin mudik ke Semarang menggunakan Kereta Api Tawang Jaya yang berangkat pada pukul 21.00 WIB. Saat berada di sekitar stasiun, tak seorang pun yang memperhatikannya sehingga dia sejak siang hari hanya mondar-mandir di Stasiun Senen, Jakarta Pusat.

"Saya datang dari siang, tapi tidak dapat tiket," katanya.

Rupanya, gerak-gerik Solehan akhirnya mengundang rasa ingin tahu Sersan Satu Heru, anggota Garnisun yang malam itu bertugas di Stasiun Senen. Dia kemudian mendekati Solehan, lalu menanyakan tujuan mudik. Setelah itu Sertu Heru membantu mencarikan tiket.

"Tadi pas saya tanya, katanya mau nyari tiket, makanya tadi saya coba bantu supaya dia bisa bertemu istri dan tiga orang anaknya di kampung halamannya di Semarang," katanya.

Setelah membelikan tiket, Heru kemudian menuntun Solehan mencari makan. Kepada Heru, Solehan mengaku datang dari rumah kakaknya di daerah Tanggerang, Banten. Dia sejak siang hari sudah mendatangi Stasiun Senen untuk mendapatkan tiket.

Dengan adanya kejadian tersebut, Solehan sangat berterima kasih karena tidak hanya diberi tiket secara gratis, tetapi Solehan juga diberikan makanan dan minuman untuk bekalnya di perjalanan menuju ke Semarang.

 

Best Regards;

 

Guntur Sutrisno

FLEXTRONICS TECHNOLOGY INDONESIA

don't never ask , what your country can do for  you ,

but ask to your self, what you can do for  your country.

image001.jpg
image002.gif

Abdul Wahid Fajar

unread,
Aug 25, 2011, 10:10:55 AM8/25/11
to Guntur Sutrisno, Richard Agustriono, Richard Siburian, Todi Fitriosa, Waster Hausen Sagala, Hartanta Hermas Tarigan, Budi Sukaca, Jhon Freddy Pasaribu, Ogie Yunantho, Sidabutar Jackson, Murnadirawan Murnadirawan, Indra Nevada, Alexander Chan, Faisal Ananda, Nasrial Nasrial, Sabtoni Abdul Gafur, Windi Setia Pratama, Hendra Mentaruk, Febi Hidayat, Ary Sudjiwo, M Firmansyah, Boy Chandra, Firman Edi, ade...@nok.com.sg, Tionom Nainggolan, Tetty.K Sigalingging, Ulil Fadzilah, Kalam DeMeicy, Merliana Simamora, Ohlina Hutagaol, Indar Wahyu Hidayat, Novi Aulia Putra, Mahadin Maha, forumme...@googlegroups.com

 


image003.gif
image004.jpg
image005.gif

Guntur Sutrisno

unread,
Aug 26, 2011, 2:58:40 AM8/26/11
to Abdul Wahid Fajar, Richard Agustriono, Richard Siburian, Todi Fitriosa, Waster Hausen Sagala, Hartanta Hermas Tarigan, Budi Sukaca, Jhon Freddy Pasaribu, Ogie Yunantho, Sidabutar Jackson, Murnadirawan Murnadirawan, Indra Nevada, Alexander Chan, Faisal Ananda, Nasrial Nasrial, Sabtoni Abdul Gafur, Windi Setia Pratama, Hendra Mentaruk, Febi Hidayat, Ary Sudjiwo, M Firmansyah, Boy Chandra, Firman Edi, ade...@nok.com.sg, Tionom Nainggolan, Tetty.K Sigalingging, Ulil Fadzilah, Kalam DeMeicy, Merliana Simamora, Ohlina Hutagaol, Indar Wahyu Hidayat, Novi Aulia Putra, Mahadin Maha, Bambang Handayanto, Firman Arif, Jansen Oktario, Hendry Pandapotan, Hendra Dermawan, forumme...@googlegroups.com

http://us.nasional.vivanews.com/news/read/243046-dituding-cabul---garuda-terancam-diboikot

Dituding Cabul, Garuda Terancam Diboikot

"Kami secara serius sedang mempertimbangkan kampanye boikot terhadap Garuda Indonesia".

Kamis, 25 Agustus 2011, 03:04 WIB

Elin Yunita Kristanti

 

 

Pramugari Garuda Indonesia (Antara/ Maha Eka Swasta)

BERITA TERKAIT

VIVAnews -- Maskapai Garuda Indonesia sedang menjadi sorotan dunia. Gara-gara metode perekrutan pramugari yang dinilai cabul. Para calon awak kabin diminta melepas pakaian sampai setengah telanjang, dan maaf, diraba di bagian dada.

Menurut sumber kepada Korea Times, Rabu 24 Agustus malam, skandal ini berawal dari lowongan pekerjaan pramugari Garuda yang dikeluarkan Juni 2011 lalu. Maskapai ini berencana merekrut 18 pramugari. Lowongan ini menarik perhatian ratusan gadis Korea.

Setelah lolos tes tertulis wawancara awal, mereka yang lolos menjalani tes fisik dan medis dilaksanakan Juli lalu.

Selama pemeriksaan, para calon perempuan diminta melepas pakaian, kecuali pakaian dalam mereka pakai, dan berbaring di atas meja. Lalu, seorang dokter Indonesia berusia setengah baya datang ke ruang pemeriksaan -- menyentuh dada dan bagian lain untuk memastikan para calon tidak memiliki implan payudara dan benda-benda artifisial lain di tubuhnya.

Pihak Garuda Indonesia di Korea, Park Seung-hyun, membantah pemberitaan tersebut. "Ketika para kandidat berbaring di meja pemeriksaan, tubuh mereka ditutupi selimut. Perusahaan telah terlebih dahulu meminta persetujuan mereka," kata dia.

Selain itu, "dokter Indonesia tidak 'menyentuh', namun hanya menekan dada para perempuan untuk memastikan mereka tidak melakukan operasi pembesaran payudara."

Saat tes dilakukan, tambah dia, dokter didampingi pegawai perempuan Garuda Indonesia. Ia menekankan, tak ada pelecehan seksual seperti yang ramai diberitakan media. "Sejumlah media membesar-besarkan apa yang terjadi untuk merusak reputasi Garuda Indonesia. Kami sedang menyiapkan gugatan pencemaran nama baik bagi mereka yang memberi informasi salah kepada publik," tambah Park.

Informasi soal tes kesehatan Garuda juga menjadi sorotan. Salah satu juru bicara maskapai domestik Korea menyesalkan, jika benar itu prosedur yang dilakukan Garuda. "Tidak masuk akal melibatkan dokter pria dalam pemeriksaan fisik kandidat calon pramugari," kata dia.

Dia menambahkan, calon pramugari biasanya diperiksa oleh dokter perempuan di fasilitas medis yang ditunjuk. Para calon juga memakai sejenis jubah untuk menutupi tubuh mereka. Pemeriksaan payudara juga bisa dilakukan dengan Sinar-X.

Sementara, seorang pramugari sebuah maskapai asing, kepada Yonhap, mengatakan, pemeriksaan seperti itu masuk kategori penghinaan dan tak manusiawi.

Kabar tak sedap soal metode perekrutan Garuda di Korsel juga memancing reaksi dari organisasi hak asasi manusia Korea. Salah satunya bahkan mengancam akan memboikot Garuda. "Insiden itu masuk kategori pelecehan seksual. Sangat keterlaluan, dada perempuan muda disentuh pria setengah baya. Ada banyak cara untuk mengecek apakah seseorang memiliki implan payudara," kata Baek Su-min, koordinator Persatuan Perempuan Korea, Korean Women’s Association United.

"Baek menambahkan, organisasinya sedang berkonsultasi dengan LSM lainnya untuk merespon insiden ini. "Kami secara serius sedang mempertimbangkan kampanye boikot terhadap Garuda Indonesia. Kami bahkan akan mengunjungi kantor pusat maskapai, untuk menyampaikan protes."

Skandal yang terjadi di kantor cabang Garuda di Korea Selatan ramai diberitakan media asing. Tak hanya Korea, kabar itu juga diteruskan media sejumlah negara seperti Daily Mail asal Inggris,  sejumlah media Australia, seperti News.com.au, Sydney Morning Herald, dan The Age.
Juga Bangkok Post, Times India, The Financial Express. Tak ketinggalan media Afrika, News 24 South Africa.

Sementara dari Indonesia, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Garuda Indonesia Pujobroto membantah keras tudingan pelecehan seksual.

"Tidak benar itu jika ada yang melakukan pelecehan. Proses pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai standar kesehatan. Dokter melakukan tugasnya sesuai standar profesinya dan terikat sumpah," katanya kepada VIVAnews, Rabu, 24 Agustus 2011. (Baca bantahan Garuda Indonesia selengkapnya di sini)

• VIVAnews

 

 

Best Regards;

 

Guntur Sutrisno

FLEXTRONICS TECHNOLOGY INDONESIA

don't never ask , what your country can do for  you ,

but ask to your self, what you can do for  your country.

image001.gif
image002.jpg
Reply all
Reply to author
Forward
0 new messages